Mohon tunggu...
Zahra Salsabyla
Zahra Salsabyla Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

seorang gads yang punya banyak mimpi

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Menuju Pembangunan yang Adil dan Inklusif dengan Menghapus Ketimpangan Gender

11 November 2024   22:59 Diperbarui: 11 November 2024   23:04 785
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Istilah "pembangunan" sering kali kita dengar dan memiliki beragam makna. Dahulu, pembangunan cenderung dikaitkan dengan kemajuan ekonomi saja, seperti peningkatan pendapatan dan pertumbuhan industri. Namun, seiring berjalannya waktu, pemahaman kita tentang pembangunan semakin luas. Saat ini, pembangunan tidak hanya mencakup aspek material, tetapi juga aspek non-material seperti pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial.

Di Indonesia, konsep pembangunan yang umum digunakan adalah 'pembangunan manusia Indonesia seutuhnya'. Hal ini berarti pembangunan tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan dan tempat tinggal, tetapi juga pada peningkatan kualitas hidup secara keseluruhan. Pembangunan ini meliputi berbagai sektor, termasuk ekonomi, politik, dan sosial budaya. Tujuan pembangunan nasional yang sejati adalah mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Namun, berbagai kendala dan tantangan membuat pencapaian tujuan tersebut menjadi sulit. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara pertumbuhan ekonomi dengan pemerataan pembangunan agar hasil pembangunan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Pembangunan nasional merupakan proses yang dinamis dan berkelanjutan dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat. Konsep ini tidak hanya melibatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerataan kesejahteraan, dan penguatan kedaulatan negara. Pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur, beradab, serta negara yang kuat dan mandiri. Proses ini mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, politik, dan budaya, serta membutuhkan partisipasi aktif dari semua komponen bangsa.

Ketimpangan gender menjadi isu global yang serius, Norma sosial dan tradisi patriarki yang sudah lama ada telah menciptakan kesenjangan besar antara laki-laki dan perempuan, terutama di daerah pedesaan. Pandangan tradisional yang menganggap laki-laki sebagai pemimpin dan pengambil keputusan utama telah membatasi peran perempuan dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini mengakibatkan diskriminasi sistematis terhadap perempuan, seperti akses terbatas ke pendidikan dan pekerjaan, serta pengambilan keputusan dalam keluarga.

Akibatnya, perempuan dan anak perempuan sering kali menjadi kelompok paling rentan terhadap kemiskinan, kekerasan, dan ketidakadilan. Meskipun pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini, perubahan sikap dan struktur sosial yang mendalam membutuhkan waktu lebih lama dan melibatkan berbagai pihak, termasuk masyarakat, keluarga, dan lembaga pendidikan

Maka dari itu dampak serius dari ketimpangan gender menyebabkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyadari pentingnya mengatasi masalah ini secara global. Oleh karena itu, dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), PBB menetapkan Kesetaraan Gender sebagai salah satu tujuan utama.

UNESCO telah menekankan bahwa kesetaraan gender merupakan dasar dari pembangunan berkelanjutan yang berfokus pada manusia. Tujuan ke-5 dalam Sustainable Development Goals (SDGs) secara jelas menyatakan perlunya mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan serta anak perempuan. Oleh karena itu, mencapai kesetaraan gender bukan hanya tujuan akhir, tetapi juga alat untuk mencapai tujuan pembangunan lainnya. Untuk mencapainya, diperlukan kerja sama yang kuat antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil.

Kemajuan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 5, terutama dalam pendidikan, sangat bervariasi di seluruh dunia. Meskipun ada peningkatan signifikan dalam penyamaan akses pendidikan dasar antara anak laki-laki dan perempuan, banyak negara berkembang, terutama di daerah pedesaan, masih menghadapi tantangan besar. Anak perempuan sering kali terhalang untuk melanjutkan pendidikan mereka karena biaya pendidikan yang tinggi, norma sosial yang membatasi peran perempuan, dan praktik pernikahan dini. Faktor-faktor ini menyebabkan angka putus sekolah anak perempuan lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki.

Berbeda dengan negara maju yang telah berhasil mengimplementasikan SDG 5 dalam bidang pendidikan, negara berkembang masih menghadapi berbagai kendala.. Pemerintah di negara berkembang perlu mengambil peran yang lebih aktif dalam mewujudkan kesetaraan gender dalam pendidikan. Melalui kebijakan yang inklusif dan alokasi anggaran yang memadai, pemerintah dapat memberikan dukungan yang diperlukan bagi anak perempuan untuk mengakses dan menyelesaikan pendidikan. Selain itu, kerjasama dengan masyarakat dan sektor swasta juga sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembelajaran perempuan.

Selain itu ketidaksetaraan gender dalam industri pariwisata merupakan masalah serius yang bersifat global. Perempuan di sektor ini sering kali menduduki posisi yang kurang menguntungkan, dengan gaji rendah dan pekerjaan yang tidak tetap. Penelitian menunjukkan bahwa perempuan di berbagai belahan dunia, termasuk Afrika Selatan, merasa kurang aman dalam pekerjaan mereka di sektor pariwisata. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor seperti stereotip gender, diskriminasi, keterbatasan akses ke pelatihan, dan beban ganda sebagai pekerja dan pengasuh. Akibatnya, perempuan di industri pariwisata sering menghadapi ketimpangan pendapatan, ketidakstabilan pekerjaan, dan terbatasnya peluang untuk berkembang. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, guna menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan inklusif bagi perempuan di sektor pariwisata.

Kemudian pada partisipasi politik perempuan, sangat krusial untuk pembangunan berkelanjutan, namun perempuan masih menghadapi berbagai hambatan struktural yang menghambat keterlibatan mereka dalam politik. Norma-norma sosial yang patriarkis, diskriminasi, dan kurangnya dukungan institusional telah membatasi ruang gerak perempuan dalam dunia politik. Akibatnya, representasi perempuan dalam lembaga-lembaga politik masih sangat rendah. Studi menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti sikap masyarakat yang masih tradisional dan kurangnya kesempatan untuk mengembangkan jaringan politik menjadi penghalang utama bagi perempuan untuk bersaing dalam pemilihan umum.

Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh PBB. SDGs telah diintegrasikan ke dalam perencanaan pembangunan nasional, khususnya dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Hal ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk membangun negara yang lebih adil, sejahtera, dan berkelanjutan. Salah satu fokus utama SDGs yang menjadi perhatian Indonesia adalah kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.

Untuk mencapai SDGs, diperlukan upaya bersama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun, implementasi SDGs di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, koordinasi antar sektor, dan dampak perubahan iklim. Meskipun demikian, pemerintah terus berupaya untuk mengatasi tantangan tersebut dan memastikan bahwa SDGs dapat tercapai. Dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, diharapkan Indonesia dapat menjadi contoh dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.

Oleh karna itu kita dapat mengabil Kesimpulan yakni, Kesetaraan gender dalam pendidikan adalah upaya yang lebih dari sekadar memberikan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan. Ini melibatkan penciptaan lingkungan yang mendukung perkembangan dan partisipasi aktif perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam hal politik dan pekerjaan. Untuk mencapai kesetaraan ini, diperlukan komitmen jangka panjang dan kolaborasi dari seluruh lapisan masyarakat, serta kebijakan publik yang mendukung kesetaraan gender. Upaya ini memerlukan dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mengatasi hambatan struktural dan budaya yang ada. Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan adil, kesetaraan gender dapat membawa manfaat besar bagi seluruh masyarakat, menciptakan komunitas yang lebih adil, inklusif, dan sejahtera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun