Bom Waktu yang Keliru Dari Panji - Catatan Seorang Remaja SMA Kota Palu
Panji yang sedang berada di Palu dalam misi penyelamatan buaya muara di Talise, cukup menyita topik pembicaraan. Ini dibicarakan hampir di setiap sudut kota Palu.
Tadi sore aku baru saja menonton video Panji tentang buaya muara di Palu. Aku sendiri sangat senang mendengar misi penyelamatan buaya berkalung ban yang sangat terkenal di kota ini. Berikut link-nyaYoutube.Menanggapi video Panji yang dikenal sebagai sang petualang, aku akan langsung ke topik utama pembicaraan tentang apa saja hal-hal yang ingin kusampaikan.
Menurutku, buaya yang ada di Palu ini tidak akan jadi masalah. Memang muara sungai Palu bukan wilayah konservasi untuk buaya. Maaf kak. Aku mau mengatakan bahwa daerah muara sungai Palu merupakan habitat buaya atau rumah bagi buaya.
Dari berbagai literatur yang pernah kubaca, hewan buas seperti buaya dan ular adalah hewan pemalu yang menyerang jika di ganggu, dan menyerang jika merasa lapar. Kenapa menyerang jika merasa diganggu? Aku sendiri tidak merasa ini adalah serangan. Lebih tepatnya pertahanan diri makhluk yang Tuhan ciptakan hadir di tiap insting seluruh makhluknya. Manusia juga jika merasa terganggu pasti akan mempertahankan diri dengan menyerang apa yang membuat dia merasa diganggu.
Buaya bukanlah bom waktu yang ledakan populasinya bisa membahayakan manusia. Aku pernah berdiskusi hal ini dengan seorang ahli perikanan, Dr. Ir. Fadly Tantu M.Si tahun lalu. Bahwa, ada banyak sekali sumber makanan di sana. Tidak akan habis jika manusia tidak membuatnya habis. Kenapa manusia? Puncak rantai makanan adalah manusia. Manusia bisa membuat hewan menjadi punah. Misalnya : buaya bisa menyerang 10 manusia pertahun. Tapi berapa banyak buaya yang bisa dibinasakan oleh manusia? Silahkan hitung sendiri.
Dan yang paling tidak kusetujui dari 'peringatan' yang dikatakan oleh seorang Panji sendiri, adallah tentang masyarakat lokal yang menganggap buaya adalah nenek moyang sehingga mereka tidak boleh diganggu.
Tahukah anda tentang kearifan lokal? Itu adalah salah satu kearifan lokal. Sangat bijak orang-orang terdahulu mewariskan pengetahuan tradisional yang menyatakan bahwa harus menghargai hewan juga. Bahwa jangan mengganggu jika tidak mau diganggu.
Kupikir, kearifan lokal seperti ini semestinya sudah tertanam erat dalam jiwa seorang Panji jika ia memang petualang sejati. Karena dari pengalaman-pengalaman menjelajah dan bertualang, akan mengakar kearifan lokal dalam diri. Sehingga tidak perlu diperjelas lagi secara rinci karena pemahaman seperti ini sekali lagi, harusnya sudah mengakar dalam hati seorang petualang
Tentang buaya, mereka tidak akan menjadi bom waktu bagi Kota Palu. Dengan Panji menemukan sarang buaya yang di sana banyak sekali buaya beserta telur-telurnya (FYI, ayah saya juga datang ke sana untuk memerhatikan banyaknya sumber makanan mereka) membuktikan bahwa sumber makanan disana cukup bahkan melimpah.
Buaya bukan bom waktu bagi Kota Palu. Melainkan mereka akan menjadi bukti bahwa masyarakat yang hidup di atas tanah kaili ini mampu untuk menjaga dan melestarikan hewan langka, berbeda dengan beberapa sudut di muka bumi yang bahkan menjadikannya pernak-pernik seperti tas dan sepatu.
Buktikan, bahwa tanah kaili masih memiliki kearifan lokal yang masih terjaga dan menjaga kearifan itu sendiri tetap tumbuh diantara anak cucu kita nanti. Kearifan lokal yang menyatakan bahwa buaya adalah nenek moyang, adalah cara masyarakat Kaili dalam konservasi buaya agar tidak punah.
Kupikir, ini adalah aset budaya. Dengan menyebutnya sebagai nenek moyang, secara tidak sadar, akan menanamkan kesadaran bahwa mereka adalah saudara kita. Maka jangan diganggu. Yang perlu dijaga adalah harmoni. Keberadaan buaya adalah bentuk keunikan Kota Palu dan menyatakan bahwa masyarakat Palu bisa menjaga hewan langka tersebut.
Meski begitu, aku tetap salut sama Panji yang berhari-hari mencari buaya berkalung ban tersebut. Tetap semangat dalam misi penyelamatannya, ya!
"Kuharap, yang membaca tulisan ini tidak melihatku sebagai 'hanya anak SMA' sehingga tulisanku tidak dipedulikan. Tapi aku ingin tulisanku ini dilihat sebagai ungkapan berbentuk tulisan dari Seorang Remaja Kota Palu.".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H