Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Romantisme Sekolah Dasar: Hujan Punya Cerita

28 Agustus 2016   17:55 Diperbarui: 15 Oktober 2016   21:34 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ummi Ella Bersama Anak Lelaki yang salah satunya tentu saja 'Maulana'.

Berbelok ke kiri, atap rumah Amel terlihat. Jalanan aspal sudah menanti.  Itu mempengaruhi kecepatan lari kami karena tidak lagi terjerembab dan harus menghindari genangan-genangan air. Sesampainya di depan pagar, Amel segera membuka pagar dan menarik tanganku masuk dan menutup lagi. Amel mengajakku langsung masuk ke dalam rumahnya untuk menunggu hujan reda sekalian Maulana. Amel mengambil minuman untukku. Baju kami sungguh basah. Aku berdiam diri, mengatur nafas yang masih tersenggal. Menoleh dan menyibakkan tirai jendela. Dan terkejut.

Ada Maulana di sana! Di tengah hujan deras, kilat menerangi langit yang berkelabu dan gemuruh-gemuruh keras yang mengejutkan, dia berdiri di luar pagar, menatap pintu rumah Amel sambil kedua tangannya memegang pagar yang berwarna hijau tua itu. Aku merasa aneh melihatnya dan memanggil Amel.

Tidak lama, Amel datang sambil membawakan minuman. Aku menunjukkannya pada Amel. Amel lebih terkejut melihat Maulana berdiri dan menatap kosong pintu rumahnya, berharap di bukakan. Jangankan di bukakan, Amel sibuk mengomel tidak jelas. Aku merasa aneh juga. Kenapa sih Maulana sampai sibuk kejar-kejar Amel hingga rela berhujan-hujanan. Tidak takut sakit besok?

Akhirnya aku dan Amel tidak lagi mengawasi maulana dari balik jendela. Kami seakan lupa pada keberadaannya dan asyik bercerita. Kudengar hujan mulai mereda dan berpamitan. Amel mengantarkanku keluar pagar. Tidak ada lagi maulana yang berdiri memegang pagar tinggi. Tidak ada lagi Maulana yang berdiri menatap kosong. Tidak ada lagi Maulana di luar sana. Amel tersenyum lega. Aku melanjutkan perjalananku pulang ke rumah yang jaraknya dua kali lipat dibandingkan jarak sekolah ke rumah Amel.

Meski hujan sedikit mereda, tetap saja angin kencangnya tetap ada. Masih agak jauh dari rumah, payungku tak mau di ajak kompromi. Di terbalik diterpa angin, menghadap ke atas cekungannya. Malah menampung air hujan. Percuma saja. Aku berlari lagi akhirnya. Kerudung hingga celanaku basah kuyup. Bahkan hujan dengan ‘tega’ membuat sepatu sekolahku ini tergenang air di dalamnya. Benar-benar kakiku ‘tenggelam’di dalam sepatu berwarna ungu itu. Sesampainya di rumah, kisah heroik  di kejar maulana terlupakan dengan mudah karena aku sibuk membersihkan barang-barangku yang basah. Beberapa bukuku juga basah meski tidak parah.

Dan lagi, sungguh kisah ini nyata. Kemarin malam, aku memberitahukan pada Amel bahwa aku menulis cerita tentang Ia dan Maulana (Romantisme Sekolah Dasar adalah kisah sebelumnya. Kisah ini adalah lanjutan dari cerita kemarin). Amel terkejut dan dan membacanya. Awalnya aku was-was di protes, tetapi nyatanya Amel malah merasa senang plus merasa malu. Dan berbincang lewat chat tadi malam, membuat beberapa cerita yang sempat terlupakan teringat kembali. Masa-masa SD yang penuh Romantisme dunia anak-anak yang polos dan serba lugu. Salah satunya cerita ini.

Menulis kejadian ini, membuatku mengingat semuanya. Dulu aku merasa kasihan kepada Amel yang terus-menerus dikejar Maulana dan Maulana yang hujan-hujanan mengejar Amel. Sekarang aku mengasihani diriku. Amel yang dikejar, aku terkena imbasnya. Amel yang menjadi tujuan Maulana datang, aku yang ikut basah-basahan. Amel yang di buntuti, aku yang ikut terpeleset dan terjerembab.

Kepada Tasya Amelia Iskandar, Teman SD se-jalan pulang, Terima kasih sudah menjadi teman baikku selama ini. Terima kasih sudah membawaku dalam ‘pengalaman’ yang benar-benar tidak bisa dilupakan. Terima kasih atas tanggapannya yang diluar dugaan. Terima Kasih sekali juga sudah mendo’akanku. Semoga kamu juga sukses ke depannya dan terus menjadi remaja yang positif dan ceria. Kapan-kapan kalau sempat main ke Bogor, kita harus ketemu ya!

Salam Rindu,

Teman seperjalanan,

Zaza.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun