Mohon tunggu...
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu
Fauzia Noorchaliza Fadly Tantu Mohon Tunggu... Mahasiswa - Sedang bertumbuh

Berjejak, tak berjasad

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Romantisme Sekolah Dasar

27 Agustus 2016   18:19 Diperbarui: 15 Oktober 2016   21:36 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ummi Ella bersama Anak perempuan kelas 6-H dan tentu saja ada aku, sebagai saksi mata kisah ini.

Siang yang panas membuat suasana kelas agak susah untuk ditenangkan oleh guru. Beruntung kala itu pelajaran sudah hampir usai menjelang jam pulang sekolah. Umi Ella, wali kelas 6-H di sekolah SD dengan predikat A di kota Bogor itu tengah memeriksa jawaban-jawaban siswa yang berjumlah 30 orang. Tidak sempat lagi menyuruh mereka untuk duduk diam dan tenang.

Para siswa pun beragam. Ada yang duduk berempat untuk menceritakan salah satu idola mereka. Artis luar negri yang baru muncul dan tengah dielu-elukan oleh anak muda, tak terkecuali anak SD. Siapa lagi? Justin Bieber namanya. Kemudian ada lagi anak perempuan yang duduk bergerombol di belakang kelas. Disana, mereka dengan asyik bermain dan bercanda bersama-sama. Guyonannya khas sekali dengan anak-anak seumuran mereka. Dua perempuan duduk di bangku dekat pintu. Satunya menggambar karena bosan, satunya lagi belum selesai mengerjakan tugas IPA dari Umi Ella.

Suasana kelas begitu ricuh. Itu baru anak perempuan. Anak laki-laki lebih parah lagi. Tiga orang asyik menggambar mobil dan menyombongkan diri bahwa miliknyalah yang paling bagus. Enam orang lagi bermain entah apa, tampak seru sekali. Delapan orang sisanya, berkumpul di salah satu meja tepat di depan meja guru. Gerombolan yang paling berisik dan paling ribut. Umi Ella tampak tetap serius dan seperti tidak terganggu. Ia tetap telaten memeriksa satu per satu jawaban siswa-siswa yang sebentar lagi akan pergi ke jenjang yang lebih tinggi.

Semua siswa tampak ‘sibuk’ dengan urusan mereka masing-masing di kelas yang terletak bersebelahan dengan koperasi sekolah ini. Tidak terlalu tepat sebenarnya menyebutnya dengan koperasi karena lebih banyak makanan dan minuman yang dijual dari pada peralatan sekolah. Yah setidaknya, tidak ada yang pergi keluar kelas, jajan danbermain di luar kelas.

Ditengah kericuhan itu semua, gerombolan laki-laki lebih heboh lagi. Bahkan, dua-tiga orang dari mereka -seakan lupa akan keberadaan ummi Ella- berteriak. Salah satu anak perempuan yang sedang asyik bercerita tentang idola mereka, penasaran keluar dari gerombolan itu. Perlahan ia mendekati rombongan anak laki-laki yang sedari tadi tak jelas kerjaannya. Di sana, ia ikut tertawa dan berlari kembali ke tempatnya duduk tadi, tidak duduk.

“Eh, ke sana yuk! Seru tau” ajaknya.

“Males ah. Main sama anak laki-laki gak seru.” Salah satu langsung menolak. Yang lain mengangguk meng-iyakan.

“Enggak, yang sekarang seru. Maulana nulis surat cinta!” kata anak perempuan berkerudung putih dengan renda merah tersenyum senang.

“Maulana nulis surat cinta?” beberapa anak diluar kelompok mereka menolehkan kepala, penasaran.

“Iya, Maulana nulis surat cinta!” seru anak itu.

Dasar anak-anak, semua yang mendengar kalimatnya sontak bangkit dari kursi dan berlari ke arah gerombolan anak laki-laki. Melihat setengah kelas berkerumun disana, anak-anak lain – tanpa terkecuali yang tadi belum selesai pekerjaannya ­– berlari ke meja itu. Menjadi sesak sekali. Ummi Ella mengangkat sedikit kepalanya dan bingung. Diam-diam, sengaja tidak menegur juga penasaran dengan apa yang terjadi dengan anak walinya itu.

Di sana, ribut sekali. Tidak jelas lagi apa yang diperbincangkan. Bel tiba-tiba berbunyi. Ummi Ella meminta anak-anak untuk bersiap-siap dan menegur anak yang tadi belum selesai pekerjaannya untuk dikumpulkan. Semua anak kembali ke tempat duduk masing-masing dengan senyuman entah karena apa. Yang sedang cinta (monyet) Maulana, yang senyum-senyum sendiri satu kelas. Yang nulis surat cinta Maulana, yang bahagia juga satu kelas.

Ummi Ella meminta ketua kelas untuk memimpin doa. Semua menundukkan kepala dengan tenang dan khusuk berdo’a sebelum pulang. Setelah selesai, Ummi duduk lagi di tempatnya dan anak-anak salim pada beliau. Tampak setengah kelas mengerubungi Maulana lagi. Maulana melipat kertas, kemudian menundukkan kepalanya. Yang lain ikut juga menundukkan kepala, berdoa. Maulana yang memimpin do’a semoga diterima. Ummi Ella yang diam-diam mendengarkan mulai paham jalan cerita rebut-ribut sedari tadi. Ternyata ada anak walinya yang mulai puber, pakai surat cinta segala. Isinya juga lucu. Tadi dibacakan keras-keras oleh Maulana agar semuanya bisa dengar.

Selesai berdo’a, semuanya keluar kelas dan menuju kelas 6-F, kelasnya perempuan yang disukai Maulana. Tapi kelas itu kosong. Semua ber-yah kecewa dan beberapa bubar menuju rak sepatu. Maulana segera berlari ke rak sepatu juga. Pasti disana masih ada dia! Anak-anak lain yang tidak ada kerjanya berlari juga dibelakang Maulana, ikut tegang entah kenapa. Ternyata di rak sepatu kelas 6-F juga tidak ada Amel, perempuan yang disukai Maulana. Maulana berlari ke pintu gerbang sekolah tanpa pakai sepatu terlebih dahulu. Yang lain juga begitu. Mengikuti Maulana.

Ternyata Maulana tidak terlambat. Amel sedang buang sampah di dekat pintu gerbang. Maulana menghela nafas lega. Yang lain, tersenyum lagi. Maulana berjalan cepat mendekati Amel. Dan menyerahkan surat itu.

“Amel, ini surat buat kamu” katanya sambil menunduk dan kemudian lari cepat-cepat. Tapi tidak ada lagi yang mengikuti Maulana. Semua berdiri mengelilingi Amel dan berteriak-teriak : “Buka! Buka! Buka!”

Amel membuka surat dengan heran dan penasaran. Ketika dibuka, isinya pendek saja :

“Hai Amel… kamu mau nggak jadi pacar aku? Terima ya, nanti aku kasih coklat sama bunga deh! Dari maulana”

Amel bergidik ngeri. Dia langsung merobek kertas itu dan meremasnya kemudian melemparkan ke tempat sampah. Rombongan yang tadi menunggu jawaban Amel terdiam tanpa ekspresi dan pergi begitu saja.

“Apaan sih? Gak ada kerjaan banget! Yuk, Za kamu pulang bareng aku kan?” tanya Amel padaku. Aku mengangguk meng-iyakan.

"Buruan. Aku mau cepat pulang. Malu tau diliatin banyak orang. Zaza, ih cepetan pake sepatunya" aku hanya tertawa mendengarnya, sengaja berlama-lama.

Di jalan, aku menggoda Amel.

“Jadi isinya tadi apaan?”

“Tau ah. gak usah nanya-nanya. Nyebelin!” mendengar jawabannya aku tertawa.

“Aku tau isinya. Tadi di kelas, dia bacain suratnya. Satu kelas tau kok. Hahaha… lucu loh kamu ‘ditembak’nya pake acara sogok-sogokan segala lagi. ‘nanti aku kasih coklat sama bunga deh’ ya ampun kayak nyogok”

“Berarti tadi di kelas kamu, aku dibicarain dong! Aduh” aku tertawa mendengarkannya.

Aku adalah teman sekelas Maulana yang ikut-ikutan berlari mengikuti maulana dan teman-teman lain. Aku adalah salah satu yang paling heboh berteriak ‘Buka!’. Aku adalah teman Amel sejak kelas 4 SD. Rumah kami searah. Dan kisah ini benar adanya, benar terjadinya. Hanya namanya aku samarkan (Ergh, tidak sepenuhnya juga sih). Cerita ini boleh jadi banyak yang melupakan. Tapi setidaknya kisah ini bisa jadi hiburan untuk diceritakan kembali.

Setelah kejadian itu, esoknya Maulana diledek-ledek oleh satu kelas, tidak termasuk Ummi Ella yang sekali-dua ikut menggoda dan mencairkan suasana kelas. Tapi Ummi tidak terus menerus melakukannya. Sering kali pula Ummi menegur yang meledek maulana atas kejadian itu. Dan entah Maulana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun