Mohon tunggu...
iza chan
iza chan Mohon Tunggu... Guru - Seorang pengembara yang belum mau pulang

Pembelajar di keheningan senja

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sebuah Perjalanan Antarbenua Menembus Covid-19

13 Agustus 2020   19:45 Diperbarui: 9 Juni 2021   07:33 2602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
suasana saat di pesawat Qatar Airways, Manchester-Doha | Dok. Pribadi

Ketika masa pandemi Covid-19 berlangsung pada bulan Maret lalu, bagi saya mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di luar negeri sudah feeling akan sulitnya proses perjalanan pulang ke Tanah Air, berdasarkan cerita teman-teman yang sudah pulang.

Dari awal sebenarnya saya sudah berencana untuk pulang mengambil data penelitian di daerah Sumatra Barat, kampung halaman orangtua saya pada bulan Juli 2020.

Dari banyaknya informasi yang beredar berdasarkan pengalaman masing-masing, saya berkesimpulan bahwa saya akan ke Jakarta tanpa melakukan tes Covid-19 di sini (Manchester).

Pertama, harganya lumayan mahal, sekitar 150 poundsterling. Ada fasilitas gratis tapi prosedurnya lumayan ribet karena dibutuhkan nomer plat kendaraan untuk mendaftar. Sementara saya, tidak punya teman yang punya mobil untuk membawa saya ke lokasi di daerah Etihad Campus. 

Selain itu, dari informasi yang saya terima, Indonesia menyediakan fasilitas untuk tes swab gratis bagi yang pulang ke Indonesia, seperti TKW dan ABK. Saya merasa tertantang untuk mengetahui bagaimana proses tersebut berlangsung. Jadi saya akan bagi bagaimana pengalaman saya pulang ke Indonesia tanpa memiliki Health Certificate PCR Swab.

Saya pulang pada 24 Juli 2020 pukul 14.05 menggunakan pesawat Qatar Airways dengan 1 kali transit di Doha. Di bandara Manchester seperti biasa saya antre dengan jaga jarak. Beberapa orang yang tidak memakai masker diminta petugas untuk keluar dan mereka pun keluar. 

Baca juga: Benarkah Sertifikat Vaksin Bisa Digunakan untuk Traveling?

Saat giliran saya tiba untuk check in, petugas menanyakan apakah saya punya surat PCR, saya jawab tidak. Lalu petugas yang lain membawa paspor saya ke belakang untuk memastikan apakah saya memang perlu pakai surat atau tidak. 

Ternyata aman, karena mereka hanya diam dan menyerahkan kembali paspor dan memberikan 2 tiket. Sebelum masuk ke dalam pesawat, kami para penumpang yang sudah memakai masker diberikan shield dan langsung disuruh memakai saat masuk pesawat. 

Di dalam pesawat, suasana mirip rumah sakit karena semua pramugari dan pramugara memakai seperti pakaian APD namun kepala tidak tertutup dan hanya memakai masker. Tempat duduk bagi yang sendiri terpisah 1 kursi sementara yang bersama keluarga duduk berdekatan. 

Di dalam pesawat kami mendapatkan refreshing towel dan protective kit berisi masker, gloves dan hand sanitizing gel. Jadi pada dasarnya tidak bawa disinfektan juga tidak apa-apa kalau tidak punya karena setiap masuk pesawat akan diberikan dan di bandara Manchester hand sanitizer tersedia dimana-mana.

Setelah 8 jam di pesawat saya transit di Doha dan menunggu di ruang tunggu selama lebih kurang 2 jam. Tidak ada pemeriksaan sama sekali karena di bandara Doha para penumpang yang akan transit hanya diarahkan untuk menuju gate pesawat ke Indonesia.  

Sama seperti di pesawat Manchester--Doha, di pesawat Doha--Jakarta para penumpang duduk terpisah 1 kursi, tidak boleh berdekatan karena setiap 1 kursi diberi pembatas larangan duduk, kecuali keluarga.

Perjalanan dari Doha--Jakarta penumpang mengisi 2 kartu: Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Health Alert Card) yang berwarna kuning dan Custom Declaration card yang berwarna putih.  

Di dua kartu ini kita harus mengisi informasi pribadi dan nomer passport, alamat tujuan, nomer penerbangan dan untuk kartu HAC yang warna kuning ada pertanyaan terkait kesehatan pribadi.

kartu kewaspadaan Kesehatan | Dok. Pribadi
kartu kewaspadaan Kesehatan | Dok. Pribadi
Sampai di Bandara Soekarno-Hatta, rombongan dari Doha yang datang jam 2 siang WIB hari Sabtu 25 Juli, disuruh duduk di kursi yang tersedia dan berikan 2 dokumen untuk diisi bagi yang tidak punya surat PCR dan hanya 1 dokumen bagi yang punya surat PCR, yaitu "Form Penyelidikan Epidemiologi Kasus Covid-19". 

Setelah selesai mengisi dokumen, rombongan dari Doha ini terpisah dua bagian, ke kanan bagi yang punya surat PCR dan ke kiri bagi yang tidak punya PCR.

Saya pindah ke kiri karena tidak punya surat PCR dan antre untuk diperiksa suhu tubuh memakai thermometer gun. Sempat cemas karena katanya berbahaya, tapi ternyata tidak menempel dan sekejap mata. Suhu tubuh saya 35.4 derajat celsius.

Setelah menyerahkan dokumen 1 dan mereka mencatat suhu tubuh saya, saya diminta menuju meja berikutnya. Di meja tersebut saya menyerahkan dokumen yang telah diisi dan mereka menanyakan apakah saya ingin menginap di hotel-hotel yang ditentukan oleh pemerintah ataukah di Wisma Atlet. 

Saya memilih Wisma Atlet karena katanya gratis tempat tinggal, makan, dan tes swab. Dari situ saya diminta ke meja 6 untuk diberikan kartu peserta menginap di Wisma Karantina Blok C Tower 8/9 Pademangan.

suasana di bandara saat periksa suhu tubuh dan menyerahkan dokument yang telah diisi | Dok. Pribadi
suasana di bandara saat periksa suhu tubuh dan menyerahkan dokument yang telah diisi | Dok. Pribadi
Selanjutnya, saya menuju imigrasi dan keluar mengambil bagasi dan digiring oleh TNI menuju bus DAMRI yang membawa calon peserta karantina dari Doha menuju Wisma Atlet Pademangan. Rombongan kami yang tidak punya PCR ini terdiri dari 21 orang. 

Mereka adalah para TKI, TKW, dan ABK Indonesia yang mudik ke daerah masing-masing. Kami dibawa ke Wisma Atlet Tower 9. Sampai di sana sekitar jam 4 sore Sabtu, rombongan saya ini diberikan beberapa instruksi termasuk bagaimana step-step selama tinggal di Wisma. 

Kami dilarang keluar dari kamar setelah melakukan PCR di Minggu pagi keesokan harinya. Setelah itu kami diberikan nomor meja untuk tes besok dan diminta untuk memilih 1 ketua yang akan mengambil hasil PCR dan membagikan kepada para anggotanya. 

Setelah bubar, kami ke meja admin untuk menyerahkan paspor dan diberikan surat untuk tes besok, kupon pengambilan makanan dan 1 kunci kamar untuk 3 orang. Tower 9 khusus untuk penghuni perempuan dan Tower 8 khusus lelaki.

kamar tidur di wisma atlit tower 9, rapi dan bersih | Dok. Pribadi
kamar tidur di wisma atlit tower 9, rapi dan bersih | Dok. Pribadi
Saya sempat deg-degan karena yang sekamar dengan saya adalah 2 orang TKW dari Doha asal Jawa Barat. Tapi saya siap ambil risiko ini selama mereka terlihat sehat dan tidak batuk sama sekali, meski tidak ada jaminan bahwa meskipun terlihat sehat mereka mungkin saja membawa virus di tubuh mereka.

Di lantai 5, saya melihat kamar bercat dinding warna putih bersih yang terdiri dari 1 ruang tamu dengan meja dan kursi tamu, 2 kamar tidur dengan alas kasur yang bersih, dan 1 handuk bersih persis seperti di hotel.

Juga ada 1 kamar mandi bersih dengan pemanas air yang selalu hidup, dan 1 dapur dan tempat untuk menjemur, persis hotel bintang 3 atau apartemen kecil. 

Semua serba rapi dan bersih. Yang kurang hanyalah internet dan televisi. Tapi tidak masalah karena saat di bus DAMRI, seorang petugas berpakaian seragam seperti TNI menawari 1 kartu perdana seharga 100 ribu. Jadi siapa yang belum punya kartu internet akhirnya membeli kartu tersebut.

Baca juga: "Traveling" Hemat ke Jerman Selama Corona

Setelah memilih tempat tidur masing-masing, kami mandi dan jam 6 pengumuman melalui pengeras suara untuk perwakilan masing-masing kamar agar mengambil makan malam.

Kami mendapatkan 1 botol air mineral 500 ml, buah pisang dan makan malam nasi yang lengkap dengan lauk pauk 2 macam, sayur dan kerupuk udang. Alhamdulillah kenyang. 

Oh ya, saya tidak tahu berapa persis jumlah penghuni wisma saat saya masuk karena semua orang nampaknya patuh dengan aturan, tidak keluar kamar kecuali saat mengambil makan dan tes PCR.

Saya tidak pernah melihat orang wara-wiri di lantai 5 tempat saya nginap, hening dan sunyi. Kecuali ketika mengambil makan, terkadang bertemu dengan orang yang akan keluar atau baru masuk wisma.

makanan selama di wisma atlit, menu macam-macam, mulai dari daging, ayam hingga tempe tahu dan telur asin dan kerupuk | Dok. Pribadi
makanan selama di wisma atlit, menu macam-macam, mulai dari daging, ayam hingga tempe tahu dan telur asin dan kerupuk | Dok. Pribadi
Keesokan harinya, pukul 7 pagi diumumkan lagi untuk mengambil sarapan pagi dengan memakai kupon yang diberikan sebelumnya.

Setelah itu, sekitar pukul 8-an kami berangkat ke lantai 3 untuk menjalani tes PCR dan duduk sesuai dengan nomor meja yang diberikan sore kemarin. Semuanya masih aman dan tertib serta semua peserta memakai masker dan shield. Semua petugas memakai pakaian APD. 

Tiba giliran saya untuk tes PCR. Setelah mengecek dokumen untuk tes PCR dan memeriksa kembali suhu tubuh, seorang petugas memasukan alat seperti catton bud Panjang sekitar 10 cm ke dalam masing-masing lubang hidung sampai pangkal tenggorokan dan memutar-mutarnya selama beberapa detik di sana. 

Saya terbatuk, tapi mereka melarang saya melakukan itu dan meminta saya untuk menahan diri dan tenang.

Air mata menggenang di pelupuk mata saya. Pedih luar biasa tapi saya harus menahan diri. Setelah proses PCR selesai, kami diminta kembali ke kamar masing-masing.

para TKW, TKI dan ABK dan mahasiswa 1 group dengan saya | Dok. Pribadi
para TKW, TKI dan ABK dan mahasiswa 1 group dengan saya | Dok. Pribadi
Selama lebih kurang 3 hari (dari Sabtu sore sampai Selasa) saya menunggu di wisma ini sampai selasa siang hasil tes PCR keluar. Ketua grup mengambil hasil tes dan membagi-bagikan hasilnya kepada 20 orang grup kami yang datang pada hari yang sama Sabtu itu.

Salah satu peserta meminta pulang duluan karena ibunya sakit dan sebagai konsekuensinya ia harus membayar sekitar 2,5 juta agar hasil PCR-nya segera keluar. 

Alhamdulillah 21 orang tersebut negatif semua sehingga kami diperbolehkan pulang. Namun, ketika kami pulang dan keluar dari Wisma Atlet, kami didata kembali dan sang penjemput harus memberikan nomor plat kendaraan mereka untuk didata oleh petugas.

hasil PCR kami yang alhamdulillah negatif semua | Dok. Pribadi
hasil PCR kami yang alhamdulillah negatif semua | Dok. Pribadi
Selama di Wisma saya mencoba mencari informasi tentang situasi sebelumnya. Dulu informasinya bahwa tinggal di wisma sama sekali tidak nyaman karena kurang bersih dan pembagian makanan tidak berlangsung dengan baik. 

Berbeda dengan yang saya alami selama 3 hari di sini, kamarnya bersih standar hotel dan makanan 3 kali sehari plus 1 snack pukul 9 pagi.

Salah seorang OB kontrak yang pernah bekerja di Hotel Borobudur dan bertanggung jawab di lantai 5 itu mengatakan kepada saya karena situasi sebelumnya memang crowded dengan banyaknya TKW/TKI/OB yang pulang ke Indonesia sehingga penghuni Wisma Atlet membludak. 

Belum sempat OB membersihkan kamar dengan disinfektan setelah ditinggalkan penghuni berikutnya, penghuni baru sudah masuk, sehingga kamar-kamar yang belum dibersihkan itu sudah ditempati oleh penghuni baru.

Namun saat saya datang, yang pulang ke Indonesia tidak begitu banyak dan mereka juga sudah menambah personel OB.

Alhamdulillah saya merasa cukup nyaman tinggal di sana meski kami tidak dibolehkan keluar dari kamar kecuali mengambil makan di lantai masing-masing. Sang OB bercerita, pernah salah satu penghuni wisma nekat keluar karena ingin membeli HP, akhinya ia tidak diperbolehkan lagi masuk wisma dan barangnya dikirim keluar. 

Saya tidak tahu konsekuensi apa yang ia dapatkan. Tapi sebenarnya para penghuni eisma yang menginginkan sesuatu bisa memesan melalui OB seperti memesan makanan, beli pulsa, atau bahkan beli HP. Tentunya ada ongkir, hehe.

Jadi tidak usah khawatir karena OB akan membantu kalau kita butuh sesuatu. Satu hal yang ngga asyik menurut saya, bila salah satu penghuni kamar terkena positif Covid-19. Ia akan dievakuasi ke Tower 7 di Kemayoran, sedangkan status 2 teman sekamarnya akan menjadi ODP (Orang Dalam Pengawasan) meskipun hasil PCR mereka negatif.

Mereka akan diminta tes ulang dan tentunya jadi semakin lama tinggal di wisma karena harus menunggu lagi untuk tes berikutnya dan menunggu lagi hasilnya.

Jadi, terserah untuk Anda yang akan pulang ke Indonesia, apakah akan tes di sana ataukah tes di Indonesia. Yang jelas, bila pilihan Anda ke Wisma Atlet, maka semua fasilitas tempat tinggal, makan dan tes PCR, GRATIS.

Namun bagi Anda yang akan pulang ke daerah, sebaiknya jangan memesan tiket dulu karena kalau ternyata ada positif, bisa 2 minggu Anda di karantina di Wisma Atlet Tower 7.

Baca juga: Kenapa Sebaiknya Memilih untuk Traveling #DiIndonesiaAja Selama Tahun 2021?

Saya keluar dari Wisma Atlet pada hari Selasa dan pulang ke Padang hari Sabtu. Sampai di bandara, para penumpang diminta untuk memperlihatkan hasil tes rapid atau PCR mereka. Bila belum ada, mereka akan diminta dulu untuk tes rapid. 

Beruntung bagi saya karena sudah punya PCR saya tinggal memperlihatkannya kepada petugas di bandara dan saat check-in. sebelum masuk pesawat (saya menggunakan Batik Air) kami diberikan lagi face shield dan lagi-lagi kursi sebelah dikosongkan dan para pramugari menggunakan masker dan face shield. 

Sampai di bandara Padang, para penumpang tidak diperbolehkan keluar sebelum men-download e-HAC (Electronic-Health Alert Card) Indonesia sebagai alat untuk memonitor penumpang yang melakukan perjalanan dengan mengisi data-data mengenai perjalanan, dari mana, akan ke mana, alamat yang dituju serta nama dan nomer pesawat di laman e-HAC tersebut. 

Jadi persiapkan nomor KTP, dan nomor penerbangan Anda ya. Sampai di kampung halaman, pendatang dari luar diminta melapor ke kepala desa dan diminta untuk karantina mandiri.

Terima kasih kepada pemerintah yang sudah memfasilitasi tes PCR dan tempat tinggal serta makanan gratis. Kesimpulan dari perjalanan saya, dari Manchester menuju Bukittinggi adalah luar biasa dengan banyaknya prosedur yang saya yakin untuk kepentingan masyarakat juga.

Selama kita mematuhi semua prosedur dan protokol yang ada insyaallah selamat sampai kampung halaman. Selamat melakukan perjalanan panjang! 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun