Setelah itu, sekitar pukul 8-an kami berangkat ke lantai 3 untuk menjalani tes PCR dan duduk sesuai dengan nomor meja yang diberikan sore kemarin. Semuanya masih aman dan tertib serta semua peserta memakai masker dan shield. Semua petugas memakai pakaian APD.Â
Tiba giliran saya untuk tes PCR. Setelah mengecek dokumen untuk tes PCR dan memeriksa kembali suhu tubuh, seorang petugas memasukan alat seperti catton bud Panjang sekitar 10 cm ke dalam masing-masing lubang hidung sampai pangkal tenggorokan dan memutar-mutarnya selama beberapa detik di sana.Â
Saya terbatuk, tapi mereka melarang saya melakukan itu dan meminta saya untuk menahan diri dan tenang.
Air mata menggenang di pelupuk mata saya. Pedih luar biasa tapi saya harus menahan diri. Setelah proses PCR selesai, kami diminta kembali ke kamar masing-masing.
Salah satu peserta meminta pulang duluan karena ibunya sakit dan sebagai konsekuensinya ia harus membayar sekitar 2,5 juta agar hasil PCR-nya segera keluar.Â
Alhamdulillah 21 orang tersebut negatif semua sehingga kami diperbolehkan pulang. Namun, ketika kami pulang dan keluar dari Wisma Atlet, kami didata kembali dan sang penjemput harus memberikan nomor plat kendaraan mereka untuk didata oleh petugas.
Berbeda dengan yang saya alami selama 3 hari di sini, kamarnya bersih standar hotel dan makanan 3 kali sehari plus 1 snack pukul 9 pagi.
Salah seorang OB kontrak yang pernah bekerja di Hotel Borobudur dan bertanggung jawab di lantai 5 itu mengatakan kepada saya karena situasi sebelumnya memang crowded dengan banyaknya TKW/TKI/OB yang pulang ke Indonesia sehingga penghuni Wisma Atlet membludak.Â
Belum sempat OB membersihkan kamar dengan disinfektan setelah ditinggalkan penghuni berikutnya, penghuni baru sudah masuk, sehingga kamar-kamar yang belum dibersihkan itu sudah ditempati oleh penghuni baru.