Mohon tunggu...
Zayn Al Muttaqien
Zayn Al Muttaqien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang umat biasa yang ingin menjadi MUTTAQIEN sesuai namanya, dan menjadi MUSLIM sesuai agamanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jilbab di Atas Pusara (5)

15 Maret 2021   19:55 Diperbarui: 15 Maret 2021   20:26 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Akang ingin punya madrasah ... Madrasah Allah!"

"Apalagi ini? Ris tidak mengerti," Risma mengernyitkan dahi.

"Madrasah Allah itu Kobong atau Pesantren Salafy,"

"Oh," desah Risma.

 "Risma yang mengurus Madrasah Allah tersebut. Akang hanya ingin mendampingi Risma sebagai seorang penulis. Akang hanya ingin menghabiskan masa tua dengan menjadi penulis yang agamis. Semoga cita-cita itu mendapat pahala dan Ridha dari Allah swt,"

"Amiin!" Risma mengusap wajah dengan kedua belah telapak tangan, "Ris yakin, akang bisa mewujudkan itu. Bakat akang memang sebagai penulis,"

"Akang membayangkan. Di sana ada kobong yang terbuat dari bambu. Tapi, kobong itu khusus perempuan. Hanya untuk perempuan. Di sana ada gemercik air mengalir, angin berhembus mesra, dan tak henti-hentinya asma Allah berkumandang. Karena itulah jannah yang sesungguhnya. Akang ingin membuat jannah di dunia, Ris!" jelas Gara. Risma kembali tersenyum. Ia semakin mengagumi Gara.

"Mengapa harus pesantren khusus perempuan, Kang?"

"Dahulu, ketika RA Kartini ingin membantu mengembangkan potensi perempuan, ia mendirikan sekolah khusus wanita, termasuk juga Dewi Sartika. Sekarang, karena jasanya, kita bisa mengenal emansipasi wanita," Gara berhenti sesaat, "Tentang wanita, sesungguhnya Islam sudah memberikan keleluasan potensi itu jauh sebelum RA Kartini dan Dewi Sartika dilahirkan. Andai kesetaraan jender yang digagas RA Kartini itu didasari oleh pemahaman-pemahaman wanita tentang keagamaan, maka ruh yang dimunculkan para wanita akan berbeda. Ia pastilah bisa mengisi ruang yang tidak bisa diisi kaum laki-laki tanpa harus mengesampingkan kesetaraan jender dan tanpa harus melenyapkan kodratnya sebagai perempuan. Perempuan tetaplah pemilik perasaan, laki-laki tetaplah pemilik logika," Gara menjelaskan.

"Hmm. Begitu, ya!" timpal Risma. Ia berkerling manja, "Terus, apa yang dimaksud dengan pernyataan bahwa wanita diciptakan dari tulang rusuk laki-laki?"

"Itulah. Maqadar wanita adalah sebagai pelindung bagi organ vital layaknya tulang rusuk. Tulang rusuk harus melindungi jantung dan paru-paru sebagai organ vital bagi manusia. Bentuk tulang rusuk haruslah bengkok, karena dengan bengkok itulah ia bisa memfungsikan keberadaannya. Kalau tulang rusuk diluruskan, maka keberadaannya tidak bermanfaat lagi sebab tulang rusuk itu pastilah patah dan tidak bisa melaksanakan fungsinya," Gara memandangi calon istrinya yang selalu tersenyum manja setiap Gara berbicara, "Karenanya, akang ingin membangun sebuah pesantren wanita, agar para wanita bisa melaksanakan fungsi jati dirinya tanpa harus kehilangan esensi dan eksistensinya. Namun sekarang, para wanita seakan dididik untuk memusuhi laki-laki. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun