Mohon tunggu...
Zayn Al Muttaqien
Zayn Al Muttaqien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Seorang umat biasa yang ingin menjadi MUTTAQIEN sesuai namanya, dan menjadi MUSLIM sesuai agamanya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anakku, Meong, dan Idulfitri

4 Juni 2019   00:46 Diperbarui: 4 Juni 2019   00:51 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Zayn Al Muttaqien

Ini tentang anakku, Ahza Gahara Adhidrawa (yang saat itu berumur 3,5 tahun), dan juga 'meong'; kucing kesayangannya --yang kelak, beberapa jenak kemudian menjadi musuh bebuyutannya-.

Sedangkan aku; sang empunya meong, yang dalam kacamata Ahza, terutama di akhir Ramadhan --yang konon katanya kembali kepada kesucian dan kembali kepada firahnya sebagai manusia Islam (muslim) -, ternyata 'memiliki rupa' yang sama alias tidak berbeda dengan binatang.

Hmh, Ahza memang 'kejam'. Padahal setidaknya ia bisa menambahkan kata 'masih' sebelum  kalimat 'memiliki rupa' ia ungkapkan.

Arkian, suatu ketika mamah Ahza ingin menghentikan kebiasaan 'ngedot' anak bungsunya itu.  Sebab, dikhawatirkan bisa menimbulkan obesitas bagi Ahza. Setelah berbagai upaya dilakukan tidak membuahkan hasil, mamah Ahza terpaksa berbohong, "Sudah jangan ngedot aja. Dotnya juga nggak ada, dimakan meong!"

Setengah tidak mengerti, raut wajah Ahza menampakkan kemarahan.   Malam itu Ahza melewati malam dengan kegundahan yang luar biasa.

Esoknya, ketika terbangun, Ahza melihat kucing berjalan melewati pintu kamarnya. Perlahan ia bangun, menghampiri kucing dan bertanya dengan nada datar, "Meong, mana dot Dede? Kamu makan, ya?" tanyanya serius. Si kucing hanya celingukan.

Mendengar itu, kami; aku dan mamah Ahza tak kuasa menahan tawa karena melihat anak bungsu itu berbicara kepada binatang, layaknya kepada manusia. Melihat kami menertawainya, rupanya Ahza tersinggung. Ia pun menangis disertai marah. Sebagai pelampiasannya, Ahza kemudian menendang-nendang kucing kesayangannya yang kemudian lari ketakutan.

Ternyata, dalam pandangan si kecil Ahza, manusia dan binatang tidak ada bedanya. Apakah binatang yang mencondongkan diri kepada manusia, ataukah manusia yang mencondongkan diri kepada binatang? Entahlah!

Hanya saja, di penghujung Ramadhan ini, di awal-awal kita menyambut bulan kesucian, sejenak marilah kita berjalan di pelataran atau di belakang rumah kita.

Tengoklah, ada pisang yang memiliki fitrah mengeluarkan jantung terlebih dahulu. Dari dalam jantung itulah ke luar buah pisang yang hijau dan segar. Ya, pisang telah bekerja sesuai dengan 'fitrah' atau maqadarnya. Pisang tetap suci sampai akhir hayatnya; pisang tidak pernah berbuah semangka. Sebab, kalau ada pisang yang ke luar dari fitrahnya, kita akan bertanya. Itu pisang atau bukan? Kehadirannya sangat diragukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun