Mohon tunggu...
Zayd Hussain
Zayd Hussain Mohon Tunggu... Administrasi - Menghindari kesesatan logika.

Senantiasa berusaha menikmati kopi seduhan istri. Bekerja untuk melunasi hutang. Mencari jalan pulang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Netral Bukan Pilihan

13 Agustus 2022   20:00 Diperbarui: 14 Agustus 2022   10:06 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Unsplash.com - Endri Killo - W210

Hari itu Jum'at, sore menjelang Maghrib, masih seperti hari-hari yang lain. Jalanan tidak terlalu ramai didominasi kendaraan besar, juga seperti biasanya. Jam-jam segitu kendaraan angkutan berat mulai melintasi kota.

Sehari sebelumnya, matahari terlihat tidak seperti biasanya. Kali ini bentuk lingkarannya jelas, bagus untuk difoto. Tetapi kegiatan itu gagal. Di awal hari ini sempat bertekat untuk mengabadikan momen itu.

Mobil berjalan melambat, menjelang lampu merah. Kesempatan untuk mengambil foto. Langit kemerahan tanda sebentar lagi Maghrib. Ini adalah golden time, meminjam istilah dalam fotografi. Waktu-waktu yang tepat untuk mendapatkan hasil yang bagus tanpa banyak usaha. Waktu emas lainnya adalah pagi hari menjelang terbitnya fajar.

Melihat kesempatan, segera mengambil handphone, menyiapkan kamera. Yaa Allah... Tiba-tiba kopling nyeplos. Buru-buru meletakkan kamera. Memasukkan persneling ke gigi netral. 

Tidak ingin netral, inginnya dapat jalan terus, tetapi kali ini terpaksa harus netral. Bukan karena memilih netral, bukan karena menganggap netral itu baik, melainkan keadaanlah yang menuntut untuk netral. Di saat itu kita membutuhkan pertolongan. Kita membutuhkan ilmu. Kita membutuhkan hidayah.

Setir diputar searah jarum jam, mobil diarahkan untuk menepi ke sisi kanan. Jalan satu arah membuat mobil yang sedari awal berada di lajur kanan lebih aman untuk menepi ke sebelah kanan.

Roda kanan depan sudah sampai bahu jalan, tinggal yang kanan belakang. Gaya kinetik habis. Ban sudah sempat turun tetapi sebagian besar pantat mobil masih berada di jalan raya. 

Tidak berapa lama ada truk lewat. Oh, ternyata jalannya masih muat. Ya sudah, tidak apa-apa. Toh mobil besar tidak terhalang lajunya. Semoga tidak ada bocil ngetrek mendadak menyalip dari sisi kanan. Anak-anak jaman sekarang. Belum juga usianya diperbolahkan memiliki SIM mengendarai motor seperti Kucing yang katanya bernyawa sembilan. Bikin tepok jidat.

Mencoba menginjak pedal kopling lagi, nyeplos lagi, injak lagi, nyeplos lagi. Ya sudah, istirahat dahulu. Mesin dimatikan. Lampu hazard dinyalakan. Turun dari mobil menyiapkan Segitiga Darurat. Segitiga itu dudukannya sudah patah, disandarkan saja ke bumper belakang. Bumper yang retak akibat ditabrak pengendara motor beberapa waktu lalu dalam perjalanan ke Semarang.

Menelepon Bapak, melaporkan bahwa mobil bermasalah. Seperti sudah disampaikan, kopling nyeplos. Tetapi ada yang tidak biasa, keluar asap dari balik bonet. Asap putih mengepul menembus kap mesin melalui kisi-kisi di bawah wiper. Tidak lama ngobrol dengan Bapak. Kemungkinan kecil dapat bantuan dan solusi. Bapak di luar kota, jauh. Dijelaskan panjang lebar juga percuma.

Mengambil beberapa gambar dari kolong mobil. Ceceran minyak di lantai beton. Jalan raya itu tidak diaspal, ia dibeton. Sering rusak akibat kendaraan berat yang lewat, kemungkinannya banyak yang over dimension over loading disingkat ODOL. ODOL adalah istilah pada aturan terbaru Kementerian Perhubungan. 

Akibat maraknya pemberitaan kendaraan besar yang kecelakaan akbat remnya blong diduga karena beban yang diangkut berlebih sehingga rem tidak mampu lagi menahan laju kendaraan pada saat dibutuhkan. Aspal itu lebih lunak dibandingkan beton. Ketika suhu tinggi, seperti hari-hari belakangan ini yang panasnya terasa luar biasa, aspal menjadi lembek. 

Mobil-mobil ODOL membuat aspal lebih cepat rusak, belum lagi ditambah curah hujan yang berlebih, genangan dan banjir membuat lengkap. Maka, solusinya adalah membeton jalan raya. Pro dan kontra tentu ada. Sebagai pihak yang kontra, beton itu tidak ramah karet ban. Tetapi itu terserah masing-masing saja.

Empat gambar dikirim ke Bapak. Berharap belas kasihan. Ha ha ha... Sudah selesai. Mengirim pesan ke istri kalau terlambat pulang. Sudah sering diingatkan untuk tidak membuat istri khawatir. 

Bukannya istri sok ingin tahu urusan suami tetapi lebih kepada bentuk perhatian dan kepedulian istri terhadap suaminya. KKetiga bepergian, apakah sudah sampai tujuan, apakah ada kendala di jalan, atau hal lainnya. 

Memang pintar. Kalau saja tidak mengenalnya selama menikah hingga memiliki empat orang anak mungkin akan berkomentar, "Ah, itu khan alasan kamu saja.". Tetapi tidak. Memang seperti itu keadaannya. Senantiasa perhatian. Suaminya saja terkadang pura-pura tidak paham.

Terdengar adzan Maghrib. Istri menyarankan mobil dikunci saja terlebih dahulu. Mencari Masjid terdekat, sholat Maghrib.

Menelepon tetangga, tidak diangkat. Mengirim pesan Whatsapp, tidak dibalas. Pasrah. Mengabari istri. Istri menyuruh anak nomer tiga ke rumah tetangga. Pikiran tenang. Tetangga ini memiliki hobi offroad sebagaimana dahulu juga pernah menekuninya. Keyakinan tinggi bahwa perlengkapan evakuasi akan tersedia lengkap. 

Di dalam situasi yang seperti ini, maju tidak bisa, dan mundurpun tidak mampu, maka diperlukan pihak lain untuk membantu, membimbing, mengarahkan, dalam kasus ini adalah menyeret, menarik dengan paksa. Ditarik supaya sampai ke tempat yang dituju. Baiti jannati.

Tetangga merespon, disuruh menunggu sebentar, sedang mencari tali. Kok mncari tali? Perasan tidak enak. Waktu berjalan, rasanya lama sekali. Entah bagaimana perasaan para jomblo, apalagi yang digantung, pasti lebih berat lagi tekanan yang dirasakannya.

Jimny berkelir hitam dengan pengerak roda 4x4 plus ban Komodo, setelan offroad, lengkap dengan winch di atas bumper depan, pun tiba. Alhamdulillah. Berhenti dan parkir di belakang mobil. Lampu sorotnya menyilaukan mata. Lampu hazard ditambah strobo warna biru cukup menghibur pandangan. 

Hati-hati, warga sipil tidak boleh memasang strobo di mobilnya. Sepertinya dia sudah tahu aturannya. Tidak perlu diingatkan. Anak Trail memang suka nekat. Apakah karena sering berkumpul dengan aparat dan berteman akrab? Kemungkinannya begitu, tetapi entahlah. Biar saja.

Ngobrol sebentar, tanya-tanya. Sudah panjang lebar diceritakan masalah seperti di atas. Tidak perlu lagi diceritakan pada bagian ini. Akhirnya si Hitam ditukar posisinya, pindah ke depan. Bagian belakang jip ini tidak terdapat winch, adanya di depan, maka harus pasang strap untuk menarik mobil. Istilah Jip sebenarnya merujuk pada merk Jeep, mobil buatan Amerika. Seperti biasa, orang suka latah atau sekedar supaya mudah menyebutnya. Selama bentuknya mirip Jeep, Suzuki Jimny pun disebut Jip.

Sama halnya menyebut Aqua untuk segala jenis dan merk air kemasan. Meskipun untuk air mineral kemasan ini orang sudah mulai paham penyebutan yang benar. Seperti istri yang seringkali mengingatkan, "Nanti beli Cleo ya, jangan beli Aqua.", dia lebih memilih Cleo yang secara harga lebih murah apabila dibandingkan Aqua. 

Padahal, dahulu teman yang sekarang menjabit Kepala Pabrik Aqua di salah satu cabangnya pernah mengingatkan untuk membeli Aqua karena itu produk temannya. Mengikuti teman atau mengikuti istri? Jawabannya adalah mengikuti Ulama selama dia berada di atas Sunnah dengan pemahaman Salaf.

Diambilnya selang air. Bilah bambu. Segulung kabel sling. Strepnya mana? "Itulah Pak, saya punya strep tetapi dipinjam teman, belum dikembalikan. Akhirnya seperti sekarang, giliran kita butuh, tidak ada.", jawabnya ringan sambil agak tertawa. Ya sudahlah lah, yang penting mobil bisa sampai home sweet home entah bagaimana caranya. Yang penting murah. Memanggil derek gendong jelas bukan pilihan karena mahal. Tidak ada rotan selang airpun jadi.

Selesai prosesi ikat mengikat, perjalananpun dilakukan dengan tidak kalah serunya. Tiga kali terjadi selang putus yang pada akhirnya diganti dengan kabel sling tadi. Tidak suka dengan kabel sling, lebih suka ditarik menggunakan selang air. Kabel sling dapat melukai dudukan towing mobil Tetapi apakah ada pilihan lain? Ada, mahal, memanggil mobil dereng gendong tadi. Ya sudah, dianggap saja untuk kali ini tidak ada pilihan.

Jalan yang dilalui memiliki dua jalur yang masing-masingnya terdapat dua lajur. Berkendara pelan-pelan di lajur kanan. Setiap kali selang air putus maka harus bersiap memberi aba-aba kendaraan di belakang untuk pindah ke lajur kiri. Demikianlah dalam kerja sama, saling tolong, saling bantu, saling mengingatkan, saling menasehati. Kalau sudah tidak dapat bekerja sama sebaiknya jalan sendiri. Jangan membuat ribet apalagi sampai membuat kisruh.

Selang penarik putus hanyalah satu kendala, tantangan lainnya adalah untuk dapat menyeberang jalan secara aman. Lokasi perumahan ada di sebelah Utara jalan. 

Masuk gang Islamic Center jalanannya menurun dari jalan raya. Tetangga agak khawatir. Bertanya tentang kondisi rem dan lainnya, maka diambil keputusan mobil akan didorong saja untuk menyeberang, memanfaatkan tenaga orang. 

Oke. Sekilas terlihat seperti ada tetangga lain melintas. Alhamdulillah, ada bantuan tenaga. Berbuat baiklah terhadap tetangga, jagalah hubungan harmonis. Kita tidak tahu kapan membutuhkan kebaikan tetangga kita.

Ketika jalanan sudah relatif lenggang, tidak jauh ke arah Barat terdapat pertigaan dengan lampu lalu lintas menyala merah. Buru-buru mobil didorong menyeberang. Aman. Alhamdulillah. Mobil menggelinding lancar, masuk gang, turunan, berhenti ketika roda belakang menyentuh polisi tidur. 

Roda depan dapat mulus melindasnya karena gaya dorong masih besar. Giliran roda belakang mobil sudah tidak mau maju. Mobil akan ditarik lagi. Tetapi menarik mobil dalam kondisi roda seperti itu tentu akan berat diawalnya maka bobil didorong sedikit ke belakang untuk mendapatkan momentum yang cukup.  

Sebagaimana sering kita dengar nasihat bahwa untuk dapat terus maju terkadang kita perlu mundur sedikit ke belakang. Mengalah bukan berarti kalah. Apalagi mengalah ketika berdebat dengan orang dungu maka meninggalkannya merupakan hal yang bijak.

Cerita selanjutnya sudah tidak seru. Hanya ada satu bagian dimana ketika berhenti di depan rumah masih minta tolong kepada tetangga untuk menarik mobil agak ke depan. 

Tidak di bawah pohon yang buahnya seperti gayam tetapi entah apa namanya. Bisa berabe kalau buahnya jatuh menimpa mobil. Dahulu ada teman yang harus mengganti kaca mobilnya akibat kaca depannya retak setelah kejatuhan buah sejenis tanjung, kecil tetapi merusak.

Sedikit kerja keras untuk dapat melepas tali sling. Agak susah karena rapat akibat tertarik. Mobil yang ditarik memang berat. Jenisnya sedan tetapi berat, lebih kurang 1,4 ton, panjangnya 4,82 meter. Keramik lantai lobby kantor pernah retak diinjaknya.

Alhamdulillah. Selepas Isya' sampai di rumah. Sekarang tinggal berpikir untuk perbaikannya. Uang buat bayar kontrakan saja belum ada, apalagi untuk memperbaiki mobil. Ini sudah bulan Agustus, akhir bulan waktunya bayar kontrakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun