Untuk wilayah yang terdiri dari perbukitan biasanya lebih dipakai sebagai ladang. Baik otu padi, jagung atau kacang tanah. Teknik ngaseuk memang menjadi teknik pertanian paling kuno yang masih dilakukan hingga sekarang. Indahnya sukacita dan kebersamaan akan terpancar dari hiruk pikuk suara para warga yang saling melempar guyonan demi mengusir lelah. Selepas ngaseuk mereka akan menikmati santapan dari pemilik lahan berupa cendol atau disebut rujak. Tak lupa juga nasi ketan dan colenak.
4. Liliuran panen
Masa paling ditunggu para petani adalah saat tiba panen. Panen ini pun sama, akan dilakukan dengan cara liliuran alias gotong royong dari satu warga ke warga yang lain. Terutama untuk panen padi huma yang dipotong dengan etem. Kebersamaan lebih terasa walau hanya mendapatkan upah padi beberapa ikat yang disebut gedeng.
5. Liliuran ngaruag imah
Membangun rumah adalah tugas yang berat. Bahkan untuk yang masih memakai rumah panggung ala Sunda. Pekerjaan merobohkan rumah atau ngaruag ini dilakukan dengan gotong royong juga. Begitupun membangun rumah atau disebut ngadegkeun. Para kaum adam akan dengan sukarela membantu tetangga yang sedang membangun rumah.
Kaum hawa biasanya akan saling gotong royong membantu memasak untuk makan bersama warga yang membantu.
Semua kegiatan itu kini mulai berubah bahkan semakin jarang dilakukan warga. Semuanya tergerus oleh zaman yang serba individu. Rasa kebersamaan pun kian berkurang. Padahal kearifan lokal liliuran ini sangat bermanfaat dan menjaga kebersamaan dalam masyarakat.
Selain itu budaya liliuran bisa mengurangi beban di antara masyarakat yang kesusahan. Semoga, kebiasaan baik yang mulai tergerus zaman ini tidak akan sirna. Semoga anak cucu kita kelak masih bisa merasakan indahnya kebersamaan dalam bentuk liliuran.
Semoga bermanfaat.
Cianjur, 2022021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H