"Wah, masa, sih? Aku kurang percaya hal begituan, Teh," jawabku enteng.
"Ih, dibilangin gak percaya. Awas loh, kalo ngomong kaya gitu, entar hantunya datang!" ketusnya lagi. Wanita bertubuh subur itu bercerita entah karena apa penyebab bunuh diri itu. Kejadian sekitar dua tahun yang lalu itu masih membuat horor penduduk untuk keluar malam.
***
Sore itu aku pulang sendirian dari pasar. Namun, sial jalanan arah Puncak macet total. Suamiku pun sedang ada acara mengantar siswa lomba ke kabupaten.Â
Menjelang isya aku baru tiba di gang sempit yang berbatasan dengan villa yang katanya angker itu. Kupercepat langkah yang terasa begitu berat. Rimbunnya daun bambu yang menaungi pinggiran jalan membuat bulu kudukku seketika berdiri. Kubaca doa yang bisa dihafalkan saat itu.
Dari kesepian bangunan-bangunan villa yang temaram kudengar bunyi tawa cekikikan perempuan. Tanpa ba-bi-bu kuambil langkah seribu.Â
Bukan main lelahnya berlari menaiki tangga. Sesampainya di rumah dinas lapar dan lelahku hilang. Yang tersisa hanya bayang-bayang suara tawa mengerikan tadi.
Pantas saja villa itu disebut angker. Minggu kemarin ada pengunjung yang menyewa untuk liburan akhir pekan. Setelah mereka karaokean, tiba-tiba dua orang pengunjung perempuan kesurupan. Ketakutanku makin menjadi.
Krekkk ... bunyi gagang pintu rumah mengagetkanku. Aku menarik selimut dan terus membaca doa.
"Mut! Mutie ...." Suara suamiku memanggil.
Seketika jantungku yang hampir copot kembali berdegup beraturan. Ternyata bukan hantu ....