Mohon tunggu...
Yayi Solihah (Zatil Mutie)
Yayi Solihah (Zatil Mutie) Mohon Tunggu... Guru - Penulis Seorang guru dari SMK N 1 Agrabinta Cianjur

Mencintai dunia literasi, berusaha untuk selalu menebar kebaikan melalui goresan pena.

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Benarkah Kewarasan Istri Diuji Saat Suaminya Selingkuh?

8 Januari 2021   21:20 Diperbarui: 8 Januari 2021   21:22 2065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata yang makin booming di kalangan para istri adalah kata "MENJAGA KEWARASAN" entah dari mana asal usulnya istilah ini. Yang jelas sejak sosmed dihebohkan dengan pelakor yang makin merajalela. Kata waras ini seolah menjadi viral. Padahal dalam tata bahasa Indonesia yang termaktub di Kamus Besar Bahasa Indonesia kata waras ini merujuk pada suatu kondisi kejiwaan.

Kata waras berkonotasi pada kejiwaan yang bermakna sehat secara psikologis. Ya, para istri memang memiliki beban psikologis yang cukup besar. Menjalani kemelut rumah tangga tentunya bukan hal yang mudah. Apalagi jika sudah berhubungan dengan biduk rumah tangga yang goyah karena hantaman badai pelakor.

Godaan orang ketiga dalam rumah tangga memang lebih menyakitkan dibanding harus menjalani kehidupan dalam keadaan miskin sekalipun. Seorang istri harus tetap membagi perhatian kepada anak walaupun tahu suaminya telah mendua. Wanita kadang harus menelan pahit getirnya berumah tangga tanpa orang lain tahu. Memendam rasa hancur dan tak dihargai masih bisa disembunyikan saat melihat tawa ceria anak.

Kondisi terganggunya psikis inilah yang menjadi pemicu munculnya gangguan fisik. Kesehatan yang menurun merupakan salah satu indikatornya. Siapa yang akan menikmati lezatnya makanan, jika pikiran melayang tak karuan?

Mungkin inilah sebab pemicu stress berlebih pada wanita yang sudah bersuami. Walaupun ada tipe wanita yang cuek dengan kondisi keluarganya. Namun, masalah hati tidak ada yang tahu.

Keadaan stress yang meningkat ke arah depresi ketika tak lagi menemukan jalan keluar, biasanya akan merujuk pada sebuah gejolak jiwa yang memuncak. Tak sedikit istri yang menderita "penyakit jiwa" setelah mengalami tekanan dan masalah rumah tangga. Belum lagi jika suami sudah main tangan, mabuk dan judi. Kondisi keluarga yang sudah retak memang sulit untuk ditata ulang. Namun, apa saja kiat menjaga kewarasan?

1. Legowo

Mungkin kata legowo dan mengikhlaskan adalah hal yang paling tepat. Daripada makan hati seumur hidup, mati segan hidup tak mau. Lebih baik move on demi buah hati. Atau minimal demi diri pribadi. Jika sebuah bangunan tiangnya sudah lapuk maka jangan ditunggu hingga roboh. Jika tak mampu untuk diperbaiki maka menyelamatkan diri dengan menjauhinya bisa jadi jalan yang terbaik.

Nah, untuk Anda yang mengalami hal seperti ini. Mungkin praktek dari teori ini memang sulit. Diselingkuhi dan suami tak pernah memperbaiki kesalahannya adalah satu hal yang paling menyakitkan. Mungkin saat itu kita merasa terpuruk. Namun, ingat kita masih punya masa depan. Sayangi diri dan hidup kita. Bukan hanya seorang, pria di dunia ini banyak.

2. Tetap berpikir positif

Jangan pernah berpikir dunia kiamat gara-gara suami kita direbut pelakor. Justru Tuhan menunjukkan jika dia bukan imam yang terbaik untuk kita. Bisa jadi di luar sana sudah ada sosok yang disediakan Tuhan untuk menjadi pelindung dan pembawa kebahagiaan untuk kita. Tak sedikit kisah orang yang bahagia di pernikahan selanjutnya bahkan lebih sukses dan sejahtera.

3. Jangan pernah jauh dari Tuhan

Apapun cobaan yang kita dapatkan tak akan lepas dari namanya kehendak Tuhan. Tuhan Maha Tahu kita mampu untuk menjalani ujian, bahkan cobaan terberat sekalipun. Justru sebuah hikmah telah terselip di dalamnya. Layaknya sebuah sekolah. Ujian adalah tolak ukur keberhasilan siswa menjalani pendidikan. Begitupun dengan kehidupan rumah tangga. Ujian ini jangan dijadikan sebuah ratapan, Namun justru mendekatkan kita kepada Sang Pencipta.

4. Memotivasi diri sendiri

Kembali introspeksi akan kekurangan kita, menata kehidupan dengan berkaca dari masa lalu, akan meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Biarlah yang buruk kita simpan dan ambil hikmahnya. Tapi menjadikan hidup lebih bermakna dan mensyukuri keadaan akan memotivasi diri secara tidak langsung.

5. Jangan mencari pelampiasan

Berbekal kekecewaan, kewarasan kita seketika menguap. Lalu muncul keinginan untuk balas dendam atau melakukan hal yang sama dengan mencari pria lain sebagai pelampiasan. Patut diingat, segala sesuatu yang berasal dari sebuah nafsu tak akan pernah ada puasnya. Karena setan terus meniupkan api dendam dalam jiwa kita.

Melampiaskan dengan hal yang baik akan lebih membuat jiwa kita tentram. Misal dengan beribadah, berkumpul dengan orang tua dan sanak kerabat atau sahabat terdekat yang akan memotivasi dan memberikan dampak positif.

Sampai jumpa di artikel lainnya ....

Zatil Mutie

Cianjur, 08012021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun