"Aku memang salah, aku tertipu penampilan semata. Aku begitu bodoh karena tak menyadari sikapmu yang mulai menjauh waktu itu." Suaranya semakin parau. Sorot matanya pun mulai teduh.
"Gak ada yang harus disesali, Kak. Mungkin ini teguran Allah buat aku. Aku harus tetap menjaga hati dan izzah." Pelan, sambil tertunduk dan mata kian berkabut aku menjawabnya.
"Mut ... maafin, Kakak, ya ...." Sidqi mengulurkan sekuntum bunga mawar putih. "Jika Allah menghendaki, kutunggu kamu di kampus yang sama," ungkapnya lagi. Membuatku seketika terpana.
"I-insyaallah, Kak." Aku mengatupkan kedua telapak tangan ke arahnya.
Angin semilir nan lembut menutup acara perpisahan siang itu dengan satu kisah. Kisah yang hingga saat ini tak pernah menjadi nyata.
THE END
Footnote:
Santriyat: santri wanita
Santriyin: santri pria
Zatil Mutie
Cianjur, 06012021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H