Mohon tunggu...
Zata Al Dzahabi
Zata Al Dzahabi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis & Kontent Kreator Multi Talenta

Introvert yang senang menulis

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Kenapa Orang Zaman Sekarang Lebih Menderita daripada Orang Zaman Dulu?

19 Juli 2023   17:10 Diperbarui: 25 Juli 2023   13:48 930
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: Shutterstock via KOMPAS.com (ilustrasi orang zaman sekarang yang selalu terpaku dengan handphone)

Tentang Penderitaan

Jika membahas tentang penderitaan sebenarnya ini adalah sesuatu yang tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, kita hidup di dunia yang dipenuhi dengan jutaan masalah dan persoalan dengan orang-orang di sekitar atau terkadang masalah dengan diri sendiri. 

Masalah di sekolah, kampus, pekerjaan, atau di rumah dengan keluarga yang mana semua itu wajar dalam kehidupan sosial dimana mengharuskan kita berinteraksi dengan orang lain. 

Karena masing-masing orang punya pola pikir dan cara pandang yang berbeda, jadi pasti akan selalu ada kesalahpahaman atau ketidaksamaan pandangan mengenai sesuatu. 

Hanya saja terkadang masalah-masalah yang kita alami itu sangat rumit dan sulit untuk diselesaikan, terjadi terus-menerus sehingga membuat kita merasa sedih atau menderita. 

Meski ini adalah hal yang wajar dialami manusia namu peranyaannya mengapa banyak orang-orang yang cenderung menyalahkan orang lain?, atau menyalahkan keadaan yang terjadi dengan kata-kata 'kenapa semua ini terjadi padaku?.' 

Padahal jika dilihat dan dipikir kembali, masalah yang kita alami tidak terlalu berat-berat juga apalagi jika kita melihat orang lain yang masalahnya jauh lebih rumit. 

Kemudian kita melihat kembali ke masa lalu sebenarnya kehidupan kita sekarang jauh lebih baik daripada yang dulu, terlebih lagi jika kita bandingkan dengan masa lalu orang lain atau teman kita. 

Mike Brooks Psikolog asal Amerika dalam artikelnya di Psychology Today, menjelaskan bahwa penderitaan adalah bagian dari emosi manusia dan kenyataannya hidup kita memang perlu penderitaan.  

Manusia dapat terus berevolusi menjadi lebih kuat dengan penderitaan bukan kesenangan, contohnya ketika kita kekurangan makan atau kelaparan membuat kita mencari makan untuk bertahan hidup.

Kecemasan & Penderitaan itu Normal

Sejak zaman purba manusia memang sudah terbiasa memikirkan hal-hal buruk yang bisa terjadi karena pada zaman itu manusia masih tinggal di goa, di sekitar mereka adalah hutan rimba, belum lagi dengan ancaman hewan-hewan buas. 

Pada masa itu manusia harus selalu siaga dengan tombak di sampping mereka dalam keadaan apapun, bahkan ketika mereka tidur agar berjaga-jaga kalau tanpa diduga ada hewan buas yang menyerang. 

Tapi di zaman modern seperti sekarang ini dengan kondisi yang jauh lebih aman dibandingkan zaman purba dulu, insting waspada yang diwariskan nenek moyang kita ini bisa jadi berbahaya bagi diri sendiri. 

Karena di zaman sekarang ini kita tidak perlu lagi menghadapi ancaman hewan buas, kecuali kita berada di hutan, kita sudah tidak tingal di dalam goa. 

Sekarang kita memiliki rumah yang nyaman tidak gelap dan dingin seperti di goa, sekarang kita juga bisa makan enak dan mudah tidak perlu berburu hewan liar untuk bertahan hidup. 

Jadi sekarang masalah yang tidak terlalu besar cenderung disikapi secara berlebihan oleh manusia, meskipun masalah di zaman sekarang juga tidak bisa dianggap sepele seperti masalah keluarga atau percintaan. 

Mengutip dari Philosiblog dalam artikel berjudul, 'We are more often frightened than hurt: and we suffer more from imagination than from reality.' 

Dijelaskan bahwa kita memang cenderung membayangkan hal terburuk yang bisa terjadi, kemudian merasa lega ketika ternyata hal buruk tersebut tidak terjadi atau memang terjadi tapi tidak seburuk apa yang ada di pikiran kita. 

Misalnya ketika berjalan di terowongan yang gelap sendirian, kemudian kita membayangkan akan ada hantu yang tiba-tiba muncul di depan dan menyerang kita ternyata tidak ada apa-apa.

Semuanya Terlalu Banyak

Hal baik yang kita dapatkan di zaman sekarang ini adalah segala sesuatunya serba banyak dan beragam mulai dari pilihan makanan, busana, sampai informasi, namun dengan makananyang banyak kadang manusia menjadi terlalu banyak makan sehingga obesitas. 

Dengan busana yang beragam manusia menjadi bingung memilih baju yang cocok bagi mereka, kebanyakan hanya sekedar ikut-ikutan tren. 

Dengan banyaknya informasi di era media sosial sekarang manusia menjadi bingung mana informasi yang benar atau tidak, bahkan terkadang memang banyak informasi yang benar tapi tidak diperlukan. 

Contohnya di Amerika Serikat jumlah orang yang mengalami obesitas terus meningkat, data terbaru dari The Commonwealth Fund menunjukan pada 2018 jumlah orang obesitas meningkat 40% dari 2015-2016. 

Fenoma ini terjadi karena makanan-makanan zaman sekarang semakin beragam tapi juga semakin tidak sehat, ada banyak makanan-makanan siap saji (junk food) yang bisa kita beli dengan mudah. 

Mengutip dari The Marginalian dalam artikel berjudul, 'A Stoic's Key to Peace of Mind: Seneca on the Antidote to Anxiety' menceritakan pesan-pesan Seneca seorang Filsuf Romawi. 

Pesan-pesan tersebut ditulis dalam sebuah buku berjudul 'Letters from a Stoic Seneca', dalam surat ke-13 berjudul 'Tentan ketakutan tidak berdasar' Seneca menjelaskan, kebanyakan hal hanya membuat kita takut tapi tidak menghancurkan atau berbahaya. 

Seperti yang dijelaskan sebelumnya Seneca juga mengatakan kita lebih seringmenderita dalam imajinasi dibandingkan dalam kenyataan, 'we suffer more often in imagination than in reality.' 

Jika melihat di era media sosial sekarang ada begitu banyak informasi atau berita yang membuat kita takut, misalnya berita tentang ancaman bom nuklir dari negara tetangga. 

Baru melihat atau membaca artikel beritanya saja kita sudah bisa panik dan ketakutan sendiri, padahal itu hanya sekedar berita yang sama sekali tidak bisa menyakiti kita malah kita sendiri yang menyakiti diri sendiri dengan rasa takut berlebihan.

Banjir Informasi (Information Overload)

Di zaman sekarang informasi sangat mudah didapatkan apapun yang ingin kita ketahui atau pelajari bisa didapat dengan mudah melalui internet, tentu ada banyak informasi bermanfat yang kita dapatkan dari internet atau media sosial. 

Namun di sisi lain dengan kemudahan akses informasi yang sangat banyak dan beragam, penyebaran berita bohong (hoax) atau fake news juga semakin tidak terkendali. 

Informasi-infomasi yang ada di internet juga banyak mengandung unsur negatif atau ilegal, contohnya di internet kita bisa mengakses website sindikat perdagangan organ tubuh atau berkomunikasi untuk melakukan transaksi Narkoba. 

Inilah yang membentuk dan mengubah persepsi atau pandangan kita mengenai suatu hal, ketika seseorang sering membaca atau menonton berita tentang kasus korupsi, maka ia akan menganggap bahwa negaranya dipenuhi oleh pejabat-pejabat rakus yang tidak peduli dengan rakyatnya. 

Seseorang yang sering membaca berita tentang bencana alam, tentu dia akan berpikir bahwa hidup di alam dunia ini sangat berbahaya karena sewaktu-waktu bencana alam bisa terjadi. 

Ichsan Medina Jurnalis Glints menjelaskan banwa kebanjiran informasi, membuat manusia kesulitan dalam menentukan mana yang benar dan mana yang salah. 

Dalam konteks pekerjaan informasi yang begitu melimpah di media sosial membuat kita sulit konsentrasi dalam bekerja, sehingga tidak produktif dan lambat dalam membuat keputusan yang efektif karena terlalu banyak hal yang dibaca.

Terlalu Sering Memikirkan Hal-Hal Buruk

Seseorang bisa menderita karena berlebihan dalam memikirkan hal-hal negatif yang didapat dari informasi atau berita di media sosial saat ini, jadi sekarang kita sering overthinking karena berbagai hal yang kita baca sehari-hari melebihi apa yang dibutuhkan (overdosis informasi). 

Ini kemudian diperparah dengan masalah pribadi yang kita alami sehari-hari, baik itu masalah keluarga, masalah dengan teman kerja, masalah dengan pasangan dan sebagainya. 

Semua hal itu yang kadang membuat kita merasa lelah dan marah dengan keadaan, kecemasan-kecemasan yang  ada di pikiran kita muncul karena manusia secara naluri selalu memikirkan resiko atau ancaman yang bisa terjadi. 

Jurnalis Santri Hub Ahmad Rifal Alamsah menjelaskan terlalu luas dan banyaknya informasi yang kita dapatkan dari media sosial saat ini, membuat orang-orang dengan kepentingan tertentu di luar sana juga semakin mudah dalam membuat informasi palsu. 

Ini kemudian menyebabkan banyak orang yang tertipu oleh berita bohong (hoax), sehingga kebanyakan dari kita menanggapi suatu berita secara berlebihan. 

Pengguna media sosial sekarang seringkali tidak bijak, mereka cenderng sangat reaktif terhadap suatu informasi meskipun itu belum jelas benar atau tidaknya. 

Mencari informasi mengenai suatu kejadian dari berbagai sumber adalah hal yang harus kita lakukan di era media sosial sekarang, jadi sangat penting untk melakukan pengecekan ulang (check & re-check) informasi.     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun