Bahkan sebagian sikap hormat kepada orang yang lebih tua itu disunahkan seperti dengan cara berdiri untuk hormat atau memuliakan, Syekh Zainudin al-Malibari mengatakan dalam kitab Fath al-Mu'in Hamisy I'anah al-Thalibin.Â
"Sunah bediri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak, seperti kesalehan, keilmuan, hubungan melahirkan atau kekuasaan yang dibarengi dengan penjagaan diri."Â
Mengomentari kutipan tersebut Syekh Abu Bakar bin Syata berkata "Ungkapan 'Sunah bediri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak'---maksudnya, dengan motivasi memuliakan dan bentuk kebaktian, bukan karena pamer.Â
Ucapan 'atau hubungan melahirkan'---maksudnya, sunah berdiri kepada orang yang melahirkan seperti bapak atau ibu."Â
Bahkan para Ulama kontemporer menganggap memuliakan keluarga atau kerabat adalah wajib ketika apabila tidak melakukannya, bisa memutus tali silaturahim yang dapat berakibat dosa.
Sungkeman-Sungkeman Lain
Sebenarnya ada banyak acara di kebudayaan masyarakat Jawa yang disertai dengan Sungkeman mulai dari pernikahan, dilakukan oleh kedua pengantin kepada kedua orang tuanya sbagai bentuk permohonan maaf dan meminta doa restu.Â
Kemudian di acara perpisahan sekolah dilakukan oleh murid-murid yang sudah lulus, kepada para guru sebagai bentuk permohonan maaf dan memohon doa agar menjadi anak yang sukses di masa depan dan masih banyak lagi.Â
Sungkeman kadang dianggap sebagai prosesi yang sakral, sehigga tidak jarang membuat orang-orang  yang hadir menteskan air mata bahkan sampai berpelukan.
Filosofi Jawa
Dalam budaya Jawa Sungkeman diartikan sebagai wujud ungkapan terima kasih seorang anak kepada orang tuanya yang telah melahirkan dan merawatnya sejak lahir, saat Idul Fitri Sungkeman dilakukan untuk memuliakan orang tua.Â