Informasi itu dikisahkan oleh keturunannya yaitu Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Mangkunegara X, beliau menyatakan bahwa memang tradisi itu awalnya dilakukan oleh keluarga Adipati (Kerajaan) Pura Mangkunegara.Â
Mengutip dari Merdeka.com dalam artikel yang berjudul Berawal dari Kraton Solo, Begini Sejarah Tradisi Sungkeman dalam Budaya Jawa.Â
Tradisi Sungkeman sempat menimbulkan kecurigaan Belanda pada masa kolonial itu karena dianggap sebagai pengumpulan masa, untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda.Â
Saat itu pada tahun 1700an orang-orang Keraton menjadi tidak leluasa dalam mengadakan acara Sungkeman, Belanda yang sangat curiga acara itu adalah pertemuan terselubung untuk melawan penjajahan sangat khawatir.Â
Bahkan pada tahun 1930 perayaan Idul Fitri sempat diwarnai konflik, antara pihak Belanda dengan Bangsa Indonesia hingga nyaris membuat Ir. Soekaran dan Dr. Radjiman Wedyoningrat ditangkap, ketika datang ke acara Sungkeman di Gedung Habipraya Keraton Surakarta.Â
Tradisi Sungkeman sekarang perlahan mulai berubah khususnya di kalnagan pemerintah, menjadi "open house" dimana mereka mengundang masyarakat secara terbuka ke istana. Â
Hal ini karena pada saat terjadi kecurigaan oleh pemerintahan Belanda, Sri Sultan Pakubuwono meresponnya dengan mengatakan bahwa Sungkeman bukanlah aksi penggalanagan massa, tapi saling maaf-maafan dalam rangka suka cita menyambut Idul Fitri. Â Â
Pandangan Islam
Lalu bagaimana pendapat para Ulama Muslim mengenai tradisi Sungkeman ini? Sejauh ini tidak ada larangan baik dari ayat maupun hadits mengenai Sungkeman secara spesifik, islam tidak melarang menghormati manusia lain, selama tidak dilakukan dengan gerakan yang menyerupai bentuk takzim kepada Allah ketika Soholat seperti rukuk dan sujud.
Melansir dari laman resmi Nahdlatul Ulama dalam artikel yang berjudul, Tradisi Sungkeman saat Lebaran Menurut Hukum Islam Imam Nawawi pernah bekata, Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan dan faktor usia yang lebih tua."Â
(al-Imam al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 10, halaman 233).Â