Di era reformasi juga muncul amandemen UUD 1945 dan UU Hak Asasi Manusia No. 39/1999 yang menjamin hak warga negara, dalam mendapatkan akses informasi dan media.Â
Secara historis memang reformasi merupakan titik balik dari kebebasan pers dan media massa, juga kebangkitan asas Hak Asasi warga negara dalam berekspresi, berpendapat, dan mengakses informasi.Â
Namun di sisi lain saat ini media massa melihat kepentingan masyarakat terutama kelompok yang terpinggirkan, sebagai aspirasi yang tidak terlalu penting dan harus dipublikasi.Â
Media cenderung membiarkannya dan menggunakan aspirasi manipulatif baik lewat ideology mereka, maupun dengan propaganda dari politis atau pihak tertentu yang dimuat dalam berita mereka, tujuannya tentu adalah memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.Â
Sedangkan pihak yang lebih kuat seperti elit-elit politik lebih banyak mendapat fasilitas di media, sebagai tokoh publik mereka bisa kapan saja menyebarkan ideologi dan kepentingannya di media baik dalam bentuk siaran atau tulisan.Â
Herman dan Chomsky menjelaskan bahwa media selalu berisiko untuk dimanipulasi, oleh kelompok-kelompok kuat yang lebih berkuasa dibandingkan kelompok lain.
Dedi Kusuma Habibie, Dwi Fungsi Media Massa, Jurnal Ilmu Komunikasi UGM (2018, Vol 2, hlm 82) Â Â
Agenda Setting Media
Sejak munculnya teori Uses and Gratification pada 1968 McCombs dan Shaw berusaha mengembangkan sebuah pendekatan baru, untuk mengamati musim politik pemilihan presiden pada saat itu.Â
Penelitian Lazarsfield di Erie Country pada 1946, membuat tingkat kepercayaan pada efek komunikasi massa di kalangan para ilmuwan menurun.Â
Maxwell C. McCombs Profesor Peneliti Surat Kabar, Direktur pusat penelitian komunikasi Univrsitas Syracuse dan Donald L. Shaw Profesor Jurnalistik Universitas North Carolina, adalah tokoh kuci dari munculnya teori Agenda Setting media.Â