PengantarÂ
Menikah dan punya anak merupakan salah satu kebahagiaan bagi sebagian besar pasangan di seluruh belahan dunia, mereka yang menjalin sebuah hubungan asmara idealnya jika mampu mempertahankan dan meresmikan hubungan mereka dengan pernikahan.Â
Kemudian kebahagiaan pasangan suami istri akan semakin lengkap ketika mereka punya anak, tentu kehadiran anak adalah anugerah dalam setiap hubungan suami istri.Â
Namun baru-baru ini ramai jadi perbincangan tentang pasangan-pasangan yang memutuskan tidak memiliki anak, istilah ini dinamakan 'Childfree' dimana mereka menjalin hubungan pernikahan, tapi berkomitmen untuk tidak akan memiliki anak seperti pasangan-pasangan pada umumnya.Â
Kemuculan pasang-pasanga yang memilih untuk Childfree, baru-baru menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat khususnya setelah disuarakan oleh Penulis dan Content Creator Gita Savitri.Â
Perempuan kelahiran Palembang 27 Juli 1992 ini, akhir-akhir ini menjadi sorotan publik karena ia dan suaminya Paul Parohap memutuskan untuk Childfree.Â
Selain itu yang membuatnya menjadi kontroversi adalah statement mengenai Childfree yang menurutnya membuat awet muda, hal ini membuat Gita banyak mendapat komentar negatif dari netizen.Â
Bahkan ada netizen yang menuduhnya mandul namun Gita dan suami, tidak terlalu peduli dengan hujatan netizen karena keputusan untuk Childfree yang ia ambil merupakan kesepakatan mereka bersama.Â
Artikel ini akan membahas tentang sejarah awal mula munculnya Childfree, juga menjelaskan fenomena Childfree dari berbagai perspektif serta pro dan kontra yang menyelimutinya.
Awal Mula Childfree
Meskipun istilah Childfree baru ramai diperbincangkan sekarang namun sebenarnya fenomena ini bukan merupakan hal baru di dunia, berdasarkan The Washington Post (5/9/2019) fenomena Childfree sudah ada sejak abad ke 16 di amerika Serikat, Eropa, Kanada, dan Australia.Â
Melansir dari Kompas.com dalam artikel karya Erwina Rachmi pada era 1500an, remaja-remaja perempuan di Amerika dan Eropa kebanyakan sudah mulai menikah di usia 20an.Â
Di saat yang sama ada banyak kelompok perempuan yang memilih menunda pernikahan, mereka melakukannya karena ingin lebih fokus membangun karir dan mengumpulkan uang.Â
Para perempuan pada masa itu ingin membangun rumah tangga secara mandiri, mereka tidak ingin ketika mereka menikah tapi masih menumpang tinggal di rumah mertua.Â
Dengan begitu mereka berpikir harus memantapkan karir terlebih dahulu, baru kemudian dari karir yang bagus bisa mendapatkan uang yang cukup untuk membangun rumah tangga.Â
Namun seiring berjalannya waktu banyak perempuan yang akhirnya terlalu sibuk dengan karir mereka, akibatnya banyak dari mereka yang kemudian memilih untuk tidak menikah dan otomatis tidak punya anak.Â
Ada sekitar 22% warga Perancis yang memilih untuk tidak menikah, fenomena ini muncul berkaitan dengan pilihan pribadi, alasan ekonomi, dan budaya.Â
Jadi Childfree berawal dari perlawanan beberapa kelompok perempuan di Eropa dan Amerika, terhadap budaya pada masa itu dimana kebanyakan perempuan sudah diharuskan menikah di usia 20an.Â
Ini yang membuat kemudian negara-negara barat melakukan perlawanan balik, terhadap gerakan perempuan-perempuan itu tapi bukan di negara mereka tapi di negara koloni atau jajahan mereka.Â
Karena mereka membutuhkan banyak tenaga kerja, untuk menggerakan roda perekonomian di negara-negara jajahan sehingga mereka otomatis harus menaikan tingkat regenarasi penduduk.Â
Dari situlah kemudian Eropa dengan Kolonialisme-nya, mendorong para penduduk pribumi di negara-negara jajahan mereka untuk menikah dan memiliki banyak anak.
Childfree di Indonesia
Di masyarakat Indonesia konsep Childfree agak sulit diterima karena cenderung bertabrakan dengan budaya ketimuran dan stigma sosial di Indonesia, Childfree merupakan fenomena yang kompleks bukan hanya sebatas karena slogan 'my body my choice'.Â
Pernikahan Childfree merupakan pilihan yang disepakati oleh tiap-tiap pasangan, di Indonesia fenomena ini baru mengemuka ketika beberapa Public Figure secara terbuka, mengumumkan di media bahwa ia memilih untuk Childfree 2 diantaranya adalah Gita Savitri dan Cinta Laura.Â
Tidak sedikit masyarakat kita yang menolak keras pilihan Childfree ini, bahkan ada beberapa yang menghujat para Influencer yang memilih Childfree.Â
Mengutip dari Heylaw.edu dalam artikel karya Siti Faridah keputusan untuk Childfree, hingga kini masih menjadi kontroversi dan perdebatan publik di media sosial.Â
Terlepas dari itu semua kita harus pahami bahwa keputusan menikah tanpa punya anak merupakan kesepakatan bersama setiap pasangan, dimana jika kita bicara tentang hubungan asmara apalagi rumah tangga/pernikahan itu merupakan hal privat.Â
Ditambah lagi setiap orang memiliki pengalaman dan kisah hidup yang berbeda, tentunya itu akan berpengaruh terhadap cara pandangnya mengenai hubungan pernikahan.Â
Pasti di dalam diri setiap mereka yang memilih Childfree, ada pengalaman tertentu yang begitu membekas dalam pikirannya sehingga membentuk keyakinan dalam dirinya, bahwa tujuan pernikahan bukan untuk memiliki keturunan atau menganggap memiliki anak adalah beban.
Childfree Dalam Pandangan Psikologi
Psikolog anak Rosdiana Setyaningrum, M.Psi, MHPEd berpendapat bahwa pasangan yang memilih Childfree merupakan pilihan yang pasti memiliki berbagai alasan, setiap individu tentu memiliki alasan yang berbeda-beda kenapa mereka memilih tidak memiliki anak.Â
Rosdiana menuturkan "Orang kan suka bilang, 'Mungkin dia masa kecilnya trauma' kalau menurut saya, belum tentu ya, banyak juga kok, orang-orang yang trauma terus malah punya anak," bagi mereka yang memiliki karakter suka kebebasan dan berpergian, tentunya akan mempertimbangkan berkali-kali untuk punya anak.Â
Melansir dari SinarHarapan.co dalam artikel karya Yuanita SH karena menurutnya, dengan memiliki anak membuatnya tidak akan bisa sebebas dan seleluasa sekarang ketika belum punya anak.Â
Ketika dia harus mengemban tanggung jawab sebagai orang tua dan mengurus anak, ia khawatir itu mungkin akan mengangu kesibukan atau aktivitasnya.Â
Ada juga yang sadar bahwa dia belum siap untuk punya anak bisa dari segi materi, fisik, atau mental, bisa juga kemungkinan seseorang mengalami kejadian atau pengalaman buruk di masa kecilnya berkaitan dengan keluarganya.Â
Menurut Rosdiana apabila seseorang memang belum siappunya anak, alangkah baiknya mengaku saja dan silahkan apabila mau mengambil keputusan untuk tidak punya anak sementara waktu.Â
Sebelum menikah sangat penting bagi setiap pasangan untuk berdiskusi, terkait rencana-rencana yang akan dilakukan kedepannya dengan calon pasangan termasuk keputusan mau punya anak atau tidak.
Pro Kontra di Indonesia
Sejak topik mengenai Childfree ramai dibahas di jagad media sosial Indonesia hal ini menimbulkan banyak pro dan kontra di masyarakat, di Indonesia konsep Childfree cenderung mendapat stigma negatif karena dominasi dari nilai-nilai budaya masyarakat.Â
Mengutip dari GalamediaNews.com dalam artikel karya Suprianto Haseng, di sisi lain prinsip Childfree secara umum diterima dan dianggap normal di negara-negara barat, karena dianggap sebagai ranah privat dan hak pribadi dari setiap pasangan.Â
Sebagian masyarakat Indonesia menganggap menolak punya anak sama saja dengan mengingkari anugerah Tuhan, ini merupakan salah satu dasar paling kuat yang digunakan kelompok kontra untuk menentang konsep Childfree.Â
Belum lagi sejak zaman dulu kita dicekoki dengan pribahasa yang berbunyi, 'banyak anak banyak rezeki' inilah yang kemudian membentuk stigma dan pola pikir masyarakat Indonesia.Â
Childfree yang baru-baru menjadi kontroversi di media sosial, tidak lepas dari tekanan ekspektasi masyarakat Indonesia yang menganggap, perempuan belum sempurna hidupnya apabila belum menjadi ibu.Â
Mereka yang memilih untuk tidak punya anak tentunya juga memiliki berbagai alasan mengapa ia melakukan hal tersebut, mulai dari agar lebih fokus berkarir, tidak terlalu berminat mengasuh anak, alasan keuangan, dan lain sebagainya.Â
Orang-orang yang mendukung atau memilih Childfree merasa lebih bebas dan fleksibel, untuk mengejar karir atau menjalani hobinya karena tidak ada tanggung jawab mengurus anak yang terkadang, dirasa menganggu atau berpengaruh terhadap kesibukan karir atau hobi.Â
Sedangkan mereka yang kontra terhadap Childfree menganggap orang-orang yang memilih tidak punya anak, dapat beresiko mengalami isolasi sosial atau kesepian.Â
Terutama ketika teman-teman seumurannya semuanya sudah berkeluarga dan punya anak, mereka akan merasa sepi dibandingkan teman-temannya yang sudah punya anak karena mereka hanya menjalani kehidupan keluarga berdua saja.Â
Jadi di satu sisi mereka yang kontra terhadap Childfree, merasa prihatin dengan orang-orang yang memilih Childfree karena menurut mereka itu dapat memunculkan rasa kesepian di masa depan. Â Â Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H