Sebuah penelitian dari Brookings pada 2019 menunjukan ada 36 juta manusia yang profesinya berpotensi digantikan AI, kemudian 70% pekerjaan seperti di sektor penjualan, analisis pasar, sampai gudang dapat dilakukan semuanya oleh AI.
Penulis buku 'Heartificial Intelligence: Embracing Humanity and Maximizing Machines' John C. Havens berpandangan, bahwa meskipun AI juga dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru tapi lapangan itu tidak bisa menutup pekerjaan manusia yang hilang karena AI.Â
Ancaman kedua ialah Pelanggaran Privasi, ada satu makalah yang terbit pada 2018 berjudul 'The Malicious Use of Artificial Intelligence: Forecasting, Prevention, and Mitigation'.Â
Terdapat 26 peneliti dari 14 institusi berbagai sektor, menemukan beberapa bahaya yang timbul dari pengunaan AI dalam jangkja waktu kurang dari 5 tahun.Â
Makalah ini menjelaskan bagaiman AI dapat merusak keamanan digital dengan program AI yang dilatih untuk melakukan tindak kejahatan, seperti meretas (hacking) atau melakukan social engineering (manipulasi sosial).Â
Kaitannya dengan privasi adalah contohnya, Pemerintah China menggunakan teknologi pendeteksi wajah untuk memantau aktivitas warganya di berbagai tempat.Â
Ketiga adalah Deepfake: merupakan produk AI yang bisa mengubah wajah dan suara menjadi sebuah video, di awal kemuculannya video Deepfake masih mudah terlihat bahwa video itu palsu.Â
Namun seiring terus dikembangkannya teknologi ini video Deepfake menjadi sangat sulit dideteksi, video hasil olahan Deepfake terlihat seperti asli sehingga sulit sekali untuk membedakan video asli atau palsu. Â Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H