Mohon tunggu...
Saseka Pramanca
Saseka Pramanca Mohon Tunggu... profesional -

Saya hanya mencoba berkarya. Melakukan apapun yang saya bisa. Mencoba menulis. Siapakan saya (lelaki*) – jika tidak mencoba menjadikan hidup ini lebih baik. hidupku untuk hidupku dalam hidupku Bagi kawan-kawan yang sudah mau membaca coretan-coretan saya yang jauh dari baik, saya sangat berterimakasih. Sangat diharapkan komentar-komentarnya, saran dan kritik buat saya. Terimakasih. Salam dariku: Daniel Saseka Pramanca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Di Penginapan Itu

23 Juli 2012   17:57 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:42 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Jangan pergi mas, mau kemana? Sudahlah..." Kau memegang ujung lengan jaket lusuhku, seperti ketakutan aku tinggalkan.

Aku singkirkan tangannya, "Sudahlah! Terserah kau mau apa, aku sudah tidak kuat!"

Aku bergegas membuka pintu dan pergi meninggalkan dia menangis di sudut kasur di salah satu kamar penginapan itu. Aku pergi dengan motorku, walaupun aku sendiri bingung arah tujuanku sendiri pergi, mungkinkah pulang, mungkinkah aku harus kemana lagi. Rasa sakit dan sesak di dadaku seakan membuatku jatuh di kedalamaan lukaku sendiri.

Kupacu motorku meninggalkan penginapan di daerah Bandungan itu. Sudah sekitar 5 kilometer kulalui jalan berliku di Bandungan ini. Kuhentikan motorku, ketika kulihat sebuah warung kopi di bibir jalan. Ku taruh motorku asal taruh saja di depan warung itu.

"Monggo mas... " Ibu setengah baya keluar dari belakang warung itu, karena mendengar suara motorku yang keras mungkin.

"Bu, kopi hitam satu, yang ketal, jangan terlalu manis, pakai gelas gede sekalian, bu."

Beberapa menit kemudian ibu itu keluar membawa pesanan kopiku. "Sekalian mie rebusnya, mas?"

"Tidak bu, terimakasih." Sambil tersenyum kutolak tawaran ibu itu.

Rasa sesakku kuharmburkan dengan kopi hitam kental, sepekat hatiku sekarang ini. Bagaimana mungkin aku bisa mencintaimu jika kau begitu kejam telah berani menghianatiku. Bagaimana bisa aku lupakan kisahku denganmu yang sudah 4 tahun berlalu ini. Nugraha, pria yang kau cintai dulu, aku kira kau sudah melupakannya setelah kau kini bersamaku. Nugraha, dia adalah masa lalumu, mengapa kau masih mencoba lagi. Mengapa kau tidak bisa melupakannya. Apakah masih kurang kau cukupkan aku untukmu.

Udara semakin dingin, mendinginkan kopi di depanku yang tadi kurasa masih begitu panasnya. Mendinginkan pikiranku yang tadi bergolak seperti ombak tsunami tadi. Aku tak mungkin meninggalkan kau, kekasihku. Kemana lagi aku mencoba mencintai lagi, saat kau sudah begitu dalam masuk ke jantung dan hatiku. Sejenak aku sadar. Bagaimana jika yang dikatakanmu benar, bagaimana jika memang kau benar-benar menjaga cintaku, bagaimana jika kau jujur karena dia begitu jujur, sampai kau katakan yang menyakitkanku. Karena aku sendiri yang memintamu tadi, kejujuran adalah pahit, sepahit apapun akan aku terima, sehingga kau mau menceritakan pertemuanmu dengannya.

"Bu, sudah bu, berapa bu?'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun