Mohon tunggu...
Zahrotus Sorayya
Zahrotus Sorayya Mohon Tunggu... Civil Engineer -

an energy effiecient and greenbuilding enthusiast// Civil Engineering-Sepuluh Nopember Institute of Technology// PT. Holcim Indonesia, tbk

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

LEED, Sertifikasi Bangunan Hijau sebagai Langkah Efisiensi Energi

21 Agustus 2017   23:17 Diperbarui: 22 Agustus 2017   09:41 4705
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lalu sektor manakah yang perlu melakukan efisiensi energi? 

Menurut  Kebijakan Energi Nasional, sektor yang wajib mendukung program  efisiensi energi adalah sektor industrial, komersial, transportasi,  maupun rumah tangga. Pada sektor industrial, komersial maupun rumah tangga, bangunan memiliki peranan penting dalam permintaan (demand) energi. 

Seperti  yang kita ketahui, kita menempati bangunan hampir pada 90% kehidupan sehari-hari. Untuk itulah bangunan yang kita tempati juga harus  mempunyai concern yang berwawasan lingkungan yang sering disebut sebagai  bangunan hijau. Berdasarkan Peraturan Menteri No 2/PRT/M/2015  bangunan hijau mempunyai pengertian bangunan gedung yang memenuhi  persyaratan bangunan gedung dan memiliki kinerja tersecara signifikan dalam penghematan energi, air dan sumber daya lainnya melalui penerapan  prinsip bangunan gedung hijau sesuai fungsi dan klasifikasi dalam setiap  tahapan penyelenggarannya. Dalam dunia international, konsep bangunan  hijau sering disebut sebagai Green building concept. 

Untuk  menilai apakah suatu bangunan telah menerapkan konsep-konsep ramah lingkungan dan efisiensi energi, maka dibuatlah sistem rating. Di  Indonesia, sistem rating untuk bangunan hijau disebut sebagai greenship.  Sedangkan di Amerika Serikat sering disebut sebagai LEED (Leadership in Energy and Environmental Design).  Meskipun dipelopori oleh Amerika Serikat, tetapi piranti LEED ini telah diadopsi dibanyak negara seperti Jepang, China, dan India.

Di  Amerika Serikat, LEED terbukti telah berhasil untuk dijadikan piranti  dalam pemberian rating suatu bangunan. Maka tidak heran jika di sana,  sampai dengan Juli 2017, sudah ada jutaan luas bangunan yang sudah  tersertifikasi sebagai bangunan hijau. Ada sekitar 131.400 bangunan  rumah yang telah tersertifikasi, dan lebih dari  38.600 proyek juga  telah tersertifikasi (www.usgbc.org). Hal ini sangat jauh berbeda dengan  yang terjadi di Indonesia, sampai pertengahan tahun 2017 hanya 140  bangunan yang telah mendapatkan sertifikasi Greenship dari Green  Building Council Indonesia (www.tribunnews.com). Disaat yang sama  Singapura telah merilis 1000 bangunan yang sudah tersertifikasi. Lagi-lagi kita tertinggal jauh. Padahal Indonesia mempunyai jutaan  bangunan yang semestinya bisa dilakukan segera mendapat sertifikat  bangunan hijau agar target-target lingkungan yang dicanangkan pemerintah  bisa lebih mudah tercapai.

Berdasarkan riset yang  dilakukan oleh USGBC, bangunan hijau yang telah tersertifikasi mempunyai  dampak yang baik bagi keberlanjutan lingkungan, di antaranya adalah  dapat menurunkan konsumsi energi listrik sebanyak 24%-50%, menurunkan emisi carbon sebanyak 33%-39%, menurunkan penggunaan air sampai 40%, dan menurunkan  jumlah sampah sampai dengan 70%.

Sumber : www.usgbc.com

Sebenarnya, apa sajakah yang dinilai dalam LEED?

LEED  mempunyai beberapa poin penting tekait pelaksanaan penilaian pada  sertifikasi bangunan hijau, seperti pada penjabaran berikut :

1. Live Cycle Assessment

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun