Tiga ratus lima puluh kilo meter....
aku diburu rindu bertemu kamu nun jauh disana, mengumbar hasrat Hawa nan tak mampu membuatku berpaling, hanya karena kau wanita istimewa dibelahan dada, bahkan hingga para gembala pulang di senjakala, aku masih mencium aroma tubuhmu, bahkan tiap helaian rambutmupun masih bisa kuhitung.
Tiga ratus lima puluh kilo meter....
Disudut kota Padang Sumatera Barat, dua insan nan merajut asa berumah tangga, nan mengukir mimpi dimasa senja, saling menggenggam jemari, disaksikan hempasan ombak pantai Purus, dan kicauan camar nan menampar buih, lenyap ditelan melodi sendu detak waktu.
Tiga ratus lima puluh kilo meter....
Maransi senja itu... dilanda hujan deras hingga jalanan bypass pun tergenang banjir... dan diwajahku mengalir banjir bandang, nan turun dari hujan air mata... yah... itulah terakhir kali kita bertemu dalam satu nafas cinta... namun derai hujan nan menerpa, membelokkan langkah kita, kau dan aku harus berpisah... demi asa dan cita masing-masing.
Tiga ratus lima puluh kilo meter....
Maransi... sebuah kampung disudut kota Padang, menjadi saksi sebuah kisah nan tak mungkin terlupa...
Maransi... Maransi... Siteba... Padang Sumatera Barat....
Sebuah kisah harus lenyap ditelan cakrawala nan tak berpihak
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H