Oleh : ZARMONIÂ
Gelar Adat Temenggung Rio Bayan Putih dari Luhah Rajo Simpan Bumi Siulak Gedang
Setiap waktu, masalah kehidupan sosial acapkali terjadi ditengah masyarakat, begitu pula di Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi khususnya di wilayah Adat Tigo Luhah Tanah Sekudung Siulak.Â
Baik masalah kehidupan sosial ekonomi, maupun batas-batas tanah, dan kepemilikan suatu benda. Dimana jika suatu masalah terjadi tidak diadakan perdamaian dan dibiarkan begitu saja, tentulah akan terjadi hukum rimba, dikarenakan sifat manusia, apabila telah marah, ia kehilangan kendali dan cenderung lupa diri. Oleh karena itu, ketetapan hukum adat dipandang sangat perlu untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang terjadi ditengah masyarakat.
Ideologi adat di Kerinci berpedoman kepada "Adat Bersendi Sara', Sara' Bersendi Kitabullah". Yang mana acuan dalam ketentuan putusan adat tidak bertentangan dengan dalil Qur'an dan Sunnah Rasulullah saw. Dan didalam pengambilan keputusan adat sesuai dengan seloka "Ngambik cuntoh ngan lah sudah, ngambik tuah ngan lah mnang" artinya "Mengambil contoh pada kejadian yang pernah terjadi, dan mengambil tuah/keramat pada orang yang sudah menang". Tentulah, setiap kejadian sekarang ini pernah terjadi pada masa lampau, paling tidak kasus serupa pernah terjadi, bagaimana cara orang terdahulu menyelesaikannya? Disitulah diambil contoh dan suri tauladan pada generasi sesudahnya.
Sebenarnya setiap permasalahan dapat diselesaikan, di Kerinci terkenal dengan istilah "Batakah Naek Bajenjang Turun" artinya "Naik mengikuti anak tangga, dan turun pun mengikuti anak tangga" maksudnya ikutilah regulasi yang ada, ada tahap pertama, kedua dan ketiga.
- Tahap pertama terkenal dengan istilah "Limbago Dapur" artinya "Lembaga Dapur". Lembaga Dapur ini terdiri dari : Satu orang Depati, satu orang Ninik Mamak, dan satu orang Anak Jantan. Ketiga orang ini disebut dengan Teganai. Masalah yang dapat diselesaikan dalam Limbago Dapur ini ialah suatu masalah yang terjadi didalam satu Kalbu/Suku. Orang yang berselisih paham masih dibawah naungan satu orang Depati, Ninik Mamak, dan Anak Jantan, dapat diselesaikan dalam Limbago Dapur ini, yaitu dengan seloka adat :
"Mandang Ngan Tinggi Mak Nyo Ndah, Mandang Ngan Gedang Mak Nyo Kcik, Mandang Ngan Kcik Mak Nyo Abih"Â
artinya : Memandang yang tinggi agar ia rendah, memandang yang besar agar ia kecil, dan memandang yang kecil agar ia habis/hilang"
Jika suatu masalah itu besar, maka Teganai akan berusaha untuk mengecilkannya, dan jika suatu masalah itu kecil, maka Teganai akan berusaha untuk menghilangkannya. Artinya orang yang bermasalah tersebut harus bisa berlapang dada dan saling memaafkan.
Dalam duduk Limbago Dapur ini "Meh Angusnya ialah Meh Sapetai" artinya uang sidangnya yaitu "Meh Sapetai namanya" besarannya 15 bentuk cincin, atau setara dengan Rp. 15,- atau sesuai keputusan adat waktu itu, pokoknya bilangannya tidak berubah tetap pada angka 15.
Limbago Dapur ini sering juga disebut dengan diselesaikan secara kekeluargaan atau diselesaikan di sudut lapu.
- Tahap Kedua ialah Limbago Kurung atau duduk Depati Ninik Mamak, Jika suatu masalah tidak dapat diselesaikan secara Limbago Dapur maka dapat diajukan banding ke Limbago Kurung, yakni duduk Depati, dimana sistim hukum disini "Ngaji ateh Kitab, Mratap ateh Bangkai" Mengaji diatas Kitab Meratap diatas Bangkai.
"Keruh ayie cingok di ulunyo, nyintung ayie cingok kak maronyo. Putuh tali surut katambang, putuh iak surut ka muaro."
Keruh air lihat dihulunya, air tidak mengalir lihat dimuaranya. Putus tali surut ke tambangnya, putus riak surut ke muara.
Dalam hal ini, Depati Ninik Mamak akan melihat siapa benar siapa salah tentunya mendengar kronologi kejadian dari kedua belah pihak dengan teliti, lalu menganalisa dan baru mengambil keputusan, dalam duduk Limbago Kurung ini "Meh Sakundi Meh Angusnyo" yaitu 20 bentuk cincin atau sesuai keputusan adat kala itu seperti Rp. 20,-
Seloka adat mengatakan :
Kalunyo luko kito pampeh, kalunyo mati kito bangun. Lembam balu tepung beda, Bagaimano panyudahannyo? Atehnyo mbuh samo mbuh, atehnyo suko samo suko.
Jika tubuhnya terluka kita beri pampas, jika dia meninggal kita beri bangun. Jika dia mendapat lembam, kita tawar artinya obati sampai sembuh.
Artinya, apapun yang terjadi akan tubuh orang tersebut, wajib kita bertanggung jawab. Jika ia terluka kita bayar pampas, yaitu dengan mengeluarkan biaya pengobatan dan menyemburkan beras pada tubuh yang terluka agar cepat sembuh.
Adopun luko itu dibagikan empat :
Partamo ngateh jangat
Kaduo kuak daging
Katigo putus urat
Kaempat incung tulang
Adopun pampehnyo itu :
Ngeteh jangat 1 (satu) kayu kain
Kuak daging 1 (satu) kayu kain
Putus Urat 1 (satu) kayu kain
Incung Tulang 1 (satu) kayu kain
Adopun Luko yang empat itu dibagikan 2 (duo) :
Paratamo Luko Tinggi
Kaduo Luko Rendah
Yang mano dikatokan Luko Tinggi itu?
Yaitu yang idak dipalut oleh kain. Adopun pampehnyo itu 4 (Empat) Kayu Kain.
Yang mano dikatokan luko rendah yaituÂ
Yang dapat dipalut oleh kain, adopun pampehnyo itu 4 (empat) kayu kain, tapi ado sifat ngan baideh.
Adapun luka itu dibagikan empat yaitu :
- Mengetas Jangat;
- Terkuak Daging;
- Ketiga putus urat;
- Keempat bergeser tulang
Adapun besaran pampasnya itu ialah :
- Mengetas jangat 1 kayu kain yaitu Rp. 250,- atau sesuai ketetapan adat saat itu.
- Terkuak daging 1 kayu kain yaitu Rp. 250,- atau sesuai ketetapan adat saat itu.
- Putus urat 1 kayu kain yaitu Rp. 250,- atau sesuai ketetapan adat saat itu.
- Bergeser tulang 1 kayu kain yaitu Rp. 250,- atau sesuai ketetapan adat saat itu.
Adapun luka yang empat itu dibagikan 2 yaitu :
- Luka tinggi;
- Luka rendah.
Yang dikatakan luka tinggi itu ialah :