Halimun di puncak bukit barisan,Â
menghampar seakan tirai ranjang yang terkoyak...Â
aku yang termangu... dibawah kaki puncak andalas...
menghantam kehidupan nan cadas
keras...
pedas...
Dilema perjuangan nan belum usai,
mengais dalam jeritan dan tangis
tertawa saat gerimis menipis
aku tetap termangu
menunggu...
rindu...
Hidup hanyalah sebuah candaan,
pengorbanan kadang tak bernilai berlian
pun, punah asa dan cita
aku tetap termangu
menunggu...
terus menunggu
Disini aku terlahir, dari rahim seorang wanita
papa, tanpa harta dan tahta, hanya jelata
sering menangis meski bukan histeris
sering di buli sampai dicaci
aku termangu...
terus termangu.
Hanya satu yang kupinta,
pada Sang pemilik cahaya,
kesunyian dan kemurnian hawa,
dalam dada nan tipis dan bronkritis,
senyum... salam... sapa...
dalam tiap langkah dan hidup hamba...
Aku termangu...
meski tak bisu...
Dalam sunyi aku menyapa,
dalam sepi aku tertawa,
sebutir debu di mayapada
berharap jadi permata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H