Mas Arif mendekatiku, “De…, kamu sakit?” ia hendak menyentuh keningku, tapi segera kutepis.
“Ga papa, lagi pengen tidur aja! Sarapan aja duluan,” jawabku sedikit ketus.
Mungkin Mas Arif merasa heran dengan perubahan sikapku. Tak biasanya aku tidur lagi usai Shalat Subuh. Biasanya aku yang mempersiapkan kebutuhan kerjanya. Tapi kali ini aku tak lagi menyiapkan semua kebutuhannya. Parahnya kubiarkan Mas Arif sarapan sendirian.
***
Sepulang kerja, aku memilih berkunjung ke rumah paman. Rasanya aku perlu menenangkan perasaanku. Kebetulan di rumah paman ada si kecil Alia --cucu pertama paman. Setidaknya tingkah bocah tiga tahun itu sering membuatku tertawa. Lagipula rumahnya tak terlalu jauh dari rumahku.
“Ade main k rmh pmn, nengok Alia,” kukirim sms ke Mas Arif.
“Ya udah, nanti Mas jemput!” balas Mas Arif setelah 25 menit berlalu.
“G ush, Ade plng sndri z. Insya Allah pkl. 8 mlm nyampe rmh!”
Ternyata bercanda dengan si kecil Alia cukup mengobati kekesalanku. Sebenarnya aku masih ingin berlama-lama dengan Alia. Bila perlu tidur pun mendekap tubuh kecil Alia. Tapi sesuai janjiku pada Mas Arif, aku harus pulang.
***
Sesampainya di rumah aku cukup keheranan. Rumahku gelap gulita. Entah apa yang terjadi. Yang jelas jantungku berdegup kencang. Aku takut terjadi sesuatu pada Mas Arif.