Pernyataan Prabowo tersebut menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Ada yang sepakat dengan pernyataan tersebut, tetapi tak sedikit pula yang menentang gagasan pengampunan kepada koruptor.
Mahfud Md: Ide Memaafkan Koruptor Bertentangan dengan Hukum
Mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud Md., mengatakan gagasan Prabowo memaafkan koruptor yang mengembalikan kerugian negara bertentangan dengan hukum. Dia mengatakan, selaku presiden, Prabowo harus lebih berhati-hati lagi dalam membuat pernyataan.
"Menurut hukum yang berlaku sekarang, itu tidak boleh (koruptor dimaafkan) karena bertentangan dengan Pasal 55 KUHP," kata Mahfud saat ditemui setelah menghadiri peringatan HUT ke-18 Partai Hanura di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu, 21 Desember 2024.
Ide memaafkan koruptor meski sudah mengembalikan hasil korupsi, ujar Mahfud, juga melabrak prinsip penegakan hukum. Dia mengatakan tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai penghalang-halangan penegakan hukum.
"(Jika diterapkan) Maka komplikasinya akan semakin membuat rusak bagi penegakan hukum, sebab itu hati-hatilah," kata Mahfud. "Tapi Pak Prabowo bisa mengatakan apa saja karena dia presiden. Cuma, kita harus mengingatkan agar tidak terlanjur salah, itu tugas kita."
Waketum Gerindra Habiburokhman: Mahfud Ini Orang Gagal
Merespons Mahfud, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai kritik mantan Menkopolhukam itu tidak sesuai dengan kinerjanya saat menjabat sebagai menteri di masa pemerintahan Joko Widodo.
"Mahfud ini orang gagal, dia sendiri menilai dia gagal lima tahun sebagai menteri dengan memberi skor 5 dalam penegakan hukum, apa yang dinilai Mahfud," kata dia dalam jumpa pers di ruangan rapat Komisi III DPR pada Jumat, 27 Desember 2024.
Habiburokhman mengatakan pernyataan Prabowo terkait pengampunan terhadap koruptor harus diterjemahkan sebagai semangat mengembalikan kekayaan negara. Menurut dia, Prabowo tidak akan memerintahkan untuk melanggar hukum dalam pemberantasan korupsi.
menurut saya, wacana pengampunan koruptor adalah ide yang kompleks dan memerlukan kajian mendalam serta regulasi yang jelas agar tidak bertentangan dengan prinsip hukum dan keadilan. Pemerintah harus berhati-hati agar kebijakan ini tidak disalahartikan sebagai bentuk kelemahan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.