Kota Pasuruan merupakan kota yang berada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang terletak berada di jalur utama transportasi dan perdagangan kota Surabaya-Pulau bali. Hal tersebut membuat ekonomi di kota Pasuruan tinggi dan letaknya yang sangat strategis memberikan konstribusi dalam pergerakan perindustrian dan perdagangan. Kota Pasuruan letak geografisnya yang strategis sangat membantu kota Pasuruan menjadi salah satu pelabuhan terbesar di pantai Utara Jawa pada abad ke-19. Seperti halnya dengan kota-kota pelabuhan besar di Utara Jawa.Â
Dimasa lalu sebelum adanya jaringan jalan darat yang memadai, semua hasil bumi dari daerah pedalaman (hinterland), diangkut  dengan perahu melalui sungai tersebut. Daerah pedalaman (hinterland) sekitar Pasuruan, merupakan salah satu daerah pertanian yang tersubur di Jawa. Selain itu Kota Pasuruan juga mempunyai banyak bangunan heritage yang sangatlah estetis dan bagus yang keberadaannya masih ada hingga saat ini dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya.Â
Dengan banyaknya bangunan heritage di Kota Pasuruan yang sangat dikenal sebagai kota tua dengan segudang sejarah. Kota Pasuruan juga pernah menjadi daerah yang cukup menggiurkan untuk dilakukannya perdagangan dengan adanya keberadaan pelabuhan yang merik perhatian minat warga China daratan untuk merantau dan kemudian menetap di kota Pasuruan. Keberadaan masyarakat China perantauanlah yang menjadikan di kota Pasuruan banyak ditemukan beberapa bangunan kuno yang beraksen China, tetapi gayanya tidak sepenuhnya China. Beberapa bangunan tersebut menganut gaya eclectism yaitu campuran antara budaya China, lokal dan Eropa.Â
Di saat pemerintahan Kolonial Belanda, Pasuruan dikenal sebagai kota bandar dan satu-satunya kota yang meneliti masalah dari pegulaan di Asia. Kejayaan kota Pasuruan terus berlanjut hingga masa pemerintahan Kolonial Belanda dengan dijadikannya sebagai ibukota Residensial. Ciri khas yang melekat sanagt kuat di bangunan yang didirikan pada zaman kolonial tersebut ialah gaya arsitekturalnya menganut aliran Indische Empire. Indische Empire sendiri merupakan suatu gaya arsitektur kolonial yang berkembang pada abad 18 hingga 19 yang memiliki gaya berbeda yang satu dengan lainnya dan sesuai dengan zaman didirikan bangunan tersebut.
Bangunan heritage Kota Pasuruan sebagian besar ialah milik pribadi dan sebagian dikelola oleh pemerintah. Bangunan heritage milik pribadi sebagian besar tidak terbuka untuk kalangan umum karena digunakan untuk keperluan pribadi dan bangunan milik pribadi yang terbuka sebagian untuk umu dijadikan sebagai tempat tinggal dan (hotel) tempat penginapan. Bangunan heritage yang berada didalam penguasaan pemerintah Kota Pasuruan saat ini banyak yang dijadikan perkantoran, sekolah dan seringkali juga disewakan untuk berbagai kepeentingan acara seperti pernikahan, acara gereja dan berbagai acara lainnya.Â
Kota Pasuruan mempunyai banyak bangunan heritage yang sangatlah estetis[1] dan bagus yang keberadaannya masih ada hingga saat ini dan ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya salah satunya adalah Rumah Singa. Rumah dengan aksen China ini dibangun sekitar abad ke-19. Rumah Singa terletak di jalan Hasanudin no 11-14 RT.01 RW.04 Kelurahan Karanganyar, Kecamatan Panggungrejo, Kota Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Lokasi Rumah Singa berada di depan Gedung Yayasan Pendidikan Pancasila (Gedung Pancasila).
Di dalam buku Profil Cagar Budaya Kota Pasuruan tahun 2015 disebutkan, bahwa pada awalnya Rumah Singa merupakan rumah seorang Belanda yang dibangun pada tahun 1825 namun kemudian dibeli oleh Tan Kong Seng atau seorang Kapitein der Chineezen pada tahun 1840an. Kemudian dilakukan perenovasian yang mendatangkan lantai marmer dan pagar besi yang berasal dari Italia pada tahun 1860.
Rumah Singa dikenal sebagai rumah keluarga Kwee pada awal abad ke-20. Kelarga Kwee bersama keluarga Han dan Tan merupakan salah satu keluarga terkaya di Pasuruan yang diberikan keistimewaan dalam bidang perdagangan dan pajak oleh Pemerintah Hindia Belanda. Mereka menguasai perdagangan hasil bumi dan ditunjuk oleh Pemerintah Hindia Belanda untuk mengatur tata niaga opium. Mereka menguasai bersama keluarga Tionghoa yang lainnya, keluarga Kwee dan Han yang mengembangkan Industri gula di Pasuruan dan Probolinggo.
Untuk saat ini Rumah Singa menjadi milik Alan Douglas Rudianto Wardhana Zecha dan tetap dijadikan sebagai tempat tinggal. Rumah Singa memiliki lahan seluas 1 hektar ini memiliki langgam Indische Empire. Hanya kolom-kolomnya sudah tidak memakai bahan bata lagi, tapi diganti dengan besi ulir yang mulai populer pada akhir abad ke-19. Hampir semua bahan bangunan, terutama yang dipergunakan untuk mendirikan rumah yang bagus di Kota Pasuruan didatangkan dari luar negeri kecuali pasir, bata maupun kapur. Hubungan dengan luar cukup lancar bagi Kota Pasuruan pada abad ke-19 karena pelabuhanya digunakan untuk mengekspor hasil perkebunan selama culturstelsel sampai akhir abad ke-19.
Gaya arsitektur Indische Empire merupakan gaya arsitektur yang diambil dari aliran arsitektur Neoklasik yang berkembang di Perancis pada pertengahan abad ke-18, yang disebutkan sebagai arsitektur Empire Style. Gaya tersebut dipopulerkan oleh mantan seorang perwira tentara Louis Napoleon yang berasal dari Perancis, yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36, yaitu Herman Willem Deandels (1808-1811).
Daendels banyak merubah bangunan yang ada di Hindia Belanda dengan suatu gaya Empire Style yang berbau Perancis. Gaya tersebut kemudian terkenal dengan sebutan Indische Empire Style, yaitu suatau gaya arsitektur Empire Style yang disesuaikan dengan iklim, teknologi dan bahan bangunan setempat yang berada di Hindia Belanda (Nederlands-Indie).
Pada saat keluarga Kwee menempati rumah ini, dibuatlah patung singa yang ditempatkan pada halaman depan rumah keluarga Kwee. Hal tersebutlah yang menyebabkan rumah tersebut dinamakan Rumah Singa, dan dengan harapan rumah tersebut bisa selalu aman terjaga. Hal itu selaras dengan kepercayaan yang dianut oleh kalangan Tionghoa, bahwa patung singa tersebut dianggap sebagai dewa pelindung. Maklum, dikarenakan keluarga Kwee pada saat itu dikenal sebagai pengusaha paling kaya di Kota Pasuruan.
pada akhir abad ke 19 sebagian besar bahan finishing[1] berasal dari arsitektur China di Kota Pasuruan yang didatangkan dari Eropa. Mulai dari lantai marmernya, dinding porselen, kaca, plafon dan sebagainya. Sampai hiasan dekoratif seperti patung-patung, kaca hias, lampu-lampu, peralatan sanitair kamar mandi dan sebagainya semuanya berasal dari Eropa. Â
Pada arsitektur China di Kota Pasuruan lukisan-lukisan tersebut terdapat pada kaca, plafon dan benda-benda hias yang lainnya. Bagi kita yang hidup di jaman arsitektur modern yang serba miskin akan detail dan ragam hias, pasti takjub melihat rincinya detail ini dibuat. Sayang sekali pada saat ini sedikit demi sedikit detail-detail yang indah ini menjadi rusak. Hanya ada beberapa rumah saja yang terletak di Jalan Hasanudin salah satunya yaitu Rumah Singa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H