Sudah masuk tengah semester, waktu ku sekiranya untuk memenuhi kebutuhan kuliah ku sekiranya hanya 3 bulan. Tunggakan ku di  akademik sudah menyentuh angka 7 digit, entah bagaimana caranya menutupinya. Namaku dimas, mahasiswa tua yang sudah masuk semester 6. Banyak yang bilang di semester ini merupakan tahap transisi mahasiswa untuk lebih serius dari semester-semester sebelumnya. Tapi bagiku apa bedanya, toh semua terasa sama.
Kuliah, pulang, istirahat, kerja. Itulah putaran lembut kehidupanku. Tidak ada yang namanya rapat, oraganisasi, atau pusingnya seorang mahasiswa yang mengurusi seminar sebelum hari nya tiba. aku tak tahu apa itu ikatan antar aktivis, apa lagi hubungan antar alumni yang dimana ada kata kader dan lainya. Yang ku tahu hanya kuliah pulang dan berkerja. Toh aku tidak rugi, karna kuliah dengan uang dari usaha sendiri, meski tidak sepenuhnya, tapi bisa sedikit bangga.
Pekerjaan ku hanya berdagang, berdagang tahu. Bukan tahu yang matang yang layak makan, hanya tahu matang yang belum di olah saja. Ada juga tahu ambyar yang tak ada rasanya, tahu bandung, susu, telur, keju, dan berbagai macam tahu ku jual. Sebenernya saya hanya melanjutkan perkejaan ini karna kurangnya pekerja dalam keluargaku. Toh ini memang usaha keluarga. Pagi hari ibu yang berjualan sampai siang, sedangkan saya di sore sampai waktu malam menunjukkan pukul 10.
Belakangan ini dunia di kagetkan dengan adanya pandemi, mereka yang tidak siap menjadi kaget dan kalang kabut karna harus di rumah saja. Beberapa kehilangan pekerjaanya karna banyaknya PHK dikarnakan kurangnya aktivitas di luar dan tentunya menghindari kontak antar individu agar wabah pandemi tidak menyebar luas. Ini juga berdampak pada pendapatan keluarga saya, dimana penjualan tahu yang kian hari makin menurun membuat orang tua saya kebingungan. Dan saya mulai berpikir bagaimana mendapatkan pendapatan melalu cara yang berbeda.
Belakangan saya sering melihat dijalan banyak stand yang menjual tahu dengan cara mereka, seperti stand tahu susu, stand tahu keju, dan tahu bulat yang di jual dengan gerobak dorong atau dengan mobil pick up. Dari situ saya mulai berpikir. Bagaimana memasarkan banyak jenis tahu dengan cara yang berbeda agar penjualan naik dari yang biasanya saat pandemi ini. Meski keluarga saya hanya reseller atau tempat pabrik menitipkan tahu, saya pikir saya bisa memanfaatkan pengetahuan saya soal berdagang di media sosial.
Berjualan sudah seperti oksigen bagi saya, hidup di lingkungan pasar menumbuhkan sebuah kurikulum rahasia yang tumbuh dengan sendirinya dalam banyak aktivitas yang saya lakukan. Misalnya dalam dunia Video games, saya melakukan penjualan voucher Video games di media sosial melalu berbagai cara, seperti di Facebook, Line, bahkan di Shopee, dan Tokopedia yang notabenya merupakan media jual beli yang berbentuk materi.
Saya mencoba dengan berjualan melalui kanal Facebook terlebih dahulu karna media ini merupakan salah satu media yang relavan dimana adanya sebuah grup yang mencakup satu wilayah seperti grup info Depok, Forum jual beli Jakarta dan masih banyak lagi. Karna saya berdomisi di Depok saya menjual produk saya dan memposting di grup info Depok dengan menerangkan bahwa saya menjual Tahu dengan berbagai macam jenis yang bisa di beli dengan di antar menggunakan Go-send dan sistem bertemu di suatu tempat yand di sajikan.
Saya memposting dengan sedikit melebihkan harga dan gambaran produk agar menarik simpati pengguna Facebook yang ada di grup Info Depok. Dalam beberapa jam sudah ada beberapa yang berkomentar bertanya bagaimana pengirimanya, dan bagaimana pembayaranya dilakukan. Â Kesulitan yang saya hadapi dari berjualan di media sosial ini ialah bagaimana membuat barang dagangan saya ini yang dimana merupakan produk basah dikirim ke pembeli menjadi tetap segar.
Percobaan pertama mengirim beberapa beberapa produk tahu susu, bandung, dan keju ke wilayah sawangan yang jarank nya sekitar 10km dengan menggunakan bantuan Go-Send. Cukup mudah ternyata, dan tentunya membantu saya menghabiskan dagangan keluarga saya. Waktu berlalu, saya mulai menerima berbagai permintaan mengirim tahu, dari yang berjarak 5km sampai 25km yang dimana sudah bukan mencakup wilayah depok lagi.
Saya berpikir, saya harus mengembangkan lebih lagi cara saya menjualkan produk dagangan saya. Beberapa hari lalu saya bertemu teman SMP saya yang bernama Prasetyo, dia bercerita bahwa dia sekarang menjadi salah satu manager di suatu toko besar yang dimana toko tersebut menjual berbagai produk seperti makanan, kebutuhan rumah tanggan dan lainya seperti indomaret dan alfamart itu. Nama tokonya Lokalamart yang beroprasi di wilayah Tanah baru.
Dia berkata bahwa selama pandemi ini tokonya tidak mengalami penurunan, penjualan tetap bahkan terkadang naik di hari libur, dia menawarkan saya bagaimana kalau beberapa produk tahu seperti tahu susu, keju, dan bandung di taruh di tokonya untuk di bantu di jualkan. Sistemnya ialah selama satu minggu saya mengirim produk saya agar menjadi percobaan untuk di jual dan penghasilanya akan di kirimkan setiap minggu pula. Prasetyo berkata " Tidak buruk bukang ?"
Pikir saya agak aneh, saya yang reseller di suruh naruh tahu di super market layaknya alfamart bagaimana ceritanya ? ini sih sudah seperti dropship dalam pikir saya. Tapi karna memang sedang butuh dana untuk melunasi biaya kuliah ya saya setujui saja, toh membantu juga dalam pikir saya. Di minggu pertama saya mengirim produk, saya mendapat sebagian penghasilan langsung dari dimas untuk apa yang sudah saya kirim hingga beberapa minggu setelahnya.
Tentunya saya juga masih melanjutkan berjualan melalui media sosial karna memang saya sudah mulai cukup terbiasa dengan metode ini. Di era teknologi hari ini rasanya sangat sayang jika ketinggalan bagaimana memanfaatkan peluang pasar 4.0 untuk kebutuhan sehari-hari baik sebagai konsumen maupun produsen. Dari 2 metode penjualan tersebut tidak di sangka sudah banyak penghasilan dan pengeluaran dari apa yang saya jual.
Pada era pandemi ini, mahasiswa-mahasiswa melakukan tatap muka melalui online dengan berbagai macam media sebagai penunjang perkuliahan. Dibalik kesibukan saya melakukan penjualan tentunya saya tak lupa atas kewajiban saya sebagai mahasiswa. Ada sebuah motivasi bagi saya untuk konsisten berkuliah dikarnakan sudah tidak punya sosok ayah, dan juga karna kuliah ini memang di bayar melalui sedikit keringat saya. Layaknya mereka yang ikut kursus bahasa berbayar pastilah memiliki niatan yang kuat karna mereka membayar biaya kursus tersebut.
Tak terasa waktu UAS tinggal 1 bulan, saya harus berkemas untuk membayar hutang saya yang ada di kampus untuk bisa ikut dalam UAS tersebut. Sekiranya dalam 1 bulan lebih kemarin berjualan dengan banyak cara cukup menghasilkan untuk membayar tunjakan biaya perkuliahan yang melebihi batas ini. Dalam 1 bulan kedepan ini sekiranya saya menyudahi penjualan kemarin dan cukup fokus pada menjual di pasar agar waktu yang kosong dikarnakan kegiatan tersebut saya gunakan untuk belajar menjelang UAS.
Memang  cukup melelahkan menjadi anak laki-laki dalam keluarga, apa lagi di umur 20 ini tanpa sosok seorang bapak yang menjadi panutan banyak anak laki-laki. Saya harus berusaha lebih keras dari yang biasanya saat dulu ada bapak saya masih bisa tidur-tiduran selonjoran di siang hari atau sore hari. Sekarang menjadi pribadi yang berpikir bagaimana caranya tunjangan kuliah menjadi kosong untuk esok hari. Sudah seperti se ekor elang yang ditinggalkan induknya untuk hidup mandiri, walaupun masih mengandalkan usaha keluarga untuk hidup berjalan sendiri.
Sedikit iri dengan mereka yang masih bisa memangil bapak untuk keperluan membantu administrasi atau pula untuk membantu saat di tilang polisi, atau mereka yang bisa bangga bahwa bapak mereka merupakan TNI yang bisa di tinggal uang sebulan sekali. Mereka yang mengenal rasa di tangung jawabkan oleh sosok bapak yang menangani masalah mereka sendangkan saya sekarang mengurusnya sendiri, tidak mau melibatkan ibu dalam masalah saya karna tidak tega memberi banyak beban terlebih beban kuliah yang di tanggung bersama ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI