Mohon tunggu...
Arianto Zany Namang
Arianto Zany Namang Mohon Tunggu... penulis

menulis untuk mengisi hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasehat Yesus untuk Para Caleg!

26 Agustus 2023   15:05 Diperbarui: 26 Agustus 2023   15:08 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menjelang Pemilihan Umum, terutama pemilihan calon anggota legislatif (DPR dan DPD serta DPRD), poster dan spanduk para calon anggota legislatif (caleg) berseliweran di mana-mana.

Kita bisa jumpai di medsos mulai dari WA Group hingga story WA, group FB hingga di lini masa pribadi, tiang listrik hingga dipajang di pohon-pohon seperti jampi-jampi untuk mengusir roh jahat penunggu pohon, lampu merah hingga taman-taman kota, di poskamling hingga toilet umum.

Wajah para caleg ini menghiasi ruang publik dengan dengan aneka slogan yang kreatif hingga yang paling nyeleneh.

Sebagai misal: "Siap Jungkir Balik Bersama Rakyat", "Lanjutkan Lagi", "Muda, Berani, Siap Melayani", "Pilih Saya, Otomatis Rakyat Sejahtera dan Bahagia", "Dua Periode", "Sederhana, Menderita, dan Terluka", dan lain sebagainya.

Tim sukses melihat ramainya wajah sang jagoan di ruang publik sebagai salah satu kesuksesan karena berhasil memperkenalkan si caleg kepada publik; tetapi tidak sedikit yang melihat itu sebagai polusi yang merusak cita rasa publik terhadap keindahan.

Etika Politik Yesus 

Melihat fenomena nyaleg yang mewabah di mana-mana, saya kira penting dan relevan mengangkat kembali pernyataan Yesus sebagai sebuah nasehat moral bagi para caleg yang hendak tampil.

Salah satu perikop yang secara tegas menggambarkan sikap dan pandangan moral politik Yesus adalah kejujuran sebagai kewajiban moral yang mana menunjukkan kualitas diri seorang manusia.

"Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat" (Mat 5: 37).

Yesus menandaskan suatu sikap yang secara terus terang memperlihatkan adanya korelasi antara pikiran, ucapan, dan tindakan. Memikirkan tentang A, mengucapkan A, dan A juga di dalam tindakan.

Melihat fenomena nyaleg ini saya teringat celetukan mama-mama tua di pasar yang mengatakan bahwa 'semua caleg itu sama saja, mereka datang hanya menjelang pemilu saja, setelah mereka omong banyak, kami pilih mereka, lalu mereka terpilih dan setelah itu mereka tidak pernah ingat kami lagi.' Piluh tak bertepi!

Jika kita ringkas, ujaran mama tua itu begini: stop bikin janji yang tidak bisa kamu realisasikan! Itu satu tarikan nafas dengan yang Yesus ucapkan di atas: "...yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat."

Tentu saja kita tidak ingin para caleg kita menjadi jahat atau berasal dari si jahat, tetapi potensi mereka bisa, dan sudah terbukti, ingkar janji. Waktu nyaleg kasih angin surga kepada setiap orang yang mereka jumpai, setelah terpilih semuanya lewat begitu saja seperti orang buang angin.

Ajaran Yesus ini menjadi pegangan bagi Santo Thomas More, orang kudus yang menjadi pelindung negarawan dan politisi.

Meskipun dihimpit oleh berbagai bentuk tekanan psikologis, Santo Thomas More menolak untuk berkompromi, tidak pernah meninggalkan "kesetiaan yang konstan pada otoritas dan lembaga-lembaga yang sah" yang membeda-bedakannya; ia telah mengajarkan melalui hidup dan kematiannya bahwa "manusia tidak dapat dipisahkan dari Tuhan, atau para politisi tidak dapat dipisahkan dari moralitas." (Kongregasi Ajaran Iman: Peran Serta Umat Katolik Di Dalam Kehidupan Politik, 2022)

Setiap caleg mestinya menyadari hal ini dan sedia mempraktekannya di dalam pentas politik.  Secara praktis, sebagaimana yang akrab kita jumpai di lapangan, hendaklah setiap janji yang terucap dari mulut para caleg itu dapat dibuktikan melalui tindakan konkret.

Ada tugas etis yang melekat pada diri setiap caleg untuk mengucapkan kebenaran, untuk bertanggung jawab atas tugas yang diemban. Itu makanya, penting sekali supaya setiap ucapan itu dikaji dan dipikirkan matang-matang agar kelak bisa dipertanggungjawabkan. Jangan ngasal!

Berkaca dari cerita-cerita yang beredar di kalangan akar rumput, di sudut-sudut kampung, yang ramai menjelang pileg tetapi sepi setelah caleg terpilih dan dilantik, ada banyak sekali janji-janji politik yang terlontar dari para caleg, terutama yang muda-muda, tidak pernah direalisasikan.

"Mereka kasih bodoh kami, anak!" kata salah seorang mama tua. "Ada yang sampai sekarang tidak pernah datang ke sini, padahal dulu kami semua pilih dia," yang lain menimpali. "Kami belajar dari kesalahan kemarin, besok-besok kami tidak mau pilih lagi," ucapan bernada ketus dari seorang pemuda yang sangat lusuh.

Tentu saja para caleg itu akan mengeluarkan jurus andalan bahwa dalam politik kami tidak bisa menyenangkan hati semua orang. Kami tidak bisa memuaskan semua pihak. Tentu saja para caleg itu bisa berkata bahwa politik itu abu-abu bukan hitam putih.

Tetapi bagaimana kalau semua pihak itu justru merasakan hal yang sama yakni sama-sama diberikan harapan palsu oleh sang caleg? Itu sebabnya, ajaran Yesus menjadi relevan: Jika ya katakan ya, tidak katakan tidak, selebihnya berasal dari si jahat.

Saya tidak memungkiri bahwa politik memang kadang-kadang "abu-abu" tetapi itu tidak menjustifikasi kebohongan demi kebohongan yang dilakukan secara sadar dan membabi buta. Menjadi caleg memang hak politik seseorang, tetapi di dalamnya sekaligus dibebani tugas untuk memenuhi hak para pemilih. Kalau janji tidak dipenuhi, maka secara etis si caleg tadi sudah merampas apa yang menjadi hak konstituen tersebut. Ini jahat!

Edukasi politik penting! 

Sebelum Wafat Yesus senantiasa bersama-sama dengan para rasul-Nya selama 3 tahun. Dalam kurun waktu tersebut Ia mempersiapkan para rasul itu dengan bekal pengetahuan yang cukup agar mereka mampu mewartakan tentang Kerajaan Allah ke seluruh dunia.

Para caleg juga punya tanggung jawab politik untuk memberikan edukasi politik kepada konstituennya, tidak semata-mata hanya turun ke bawah dan meminta masyarakat memilih dirinya.

Dalam negara demokrasi edukasi politik sangat penting. Posisinya sedemikian penting sehingga jika kita telaah fungsi partai politik kita segera menemukan edukasi politik pada posisi sentral.

Pakar Ilmu Politik, Prof. Miriam Budihardjo mengatakan, "di negara demokratis partai relatif dapat menjalankan fungsinya sesuai harkatnya pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingannya di hadapan penguasa" (Miriam Budihardjo: 2019).

Dari empat fungsi partai politik, setidaknya ada dua fungsi yang bertalian erat dengan para caleg yang merupakan ujung tombak partai di akar rumput.

Pertama, partai sebagai sarana komunikasi politik di mana melaluinya setiap aspirasi yang datang dari seseorang atau kelompok ditampung dan digabung dengan pendapat yang lain (interest aggregation) lalu diolah dan dirumuskan secara lebih teratur (interest articulation).

Setelah dirumuskan lalu dimasukan ke dalam program atau platform partai (goal formulation) untuk diperjuangkan melalui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy). Partai dapat dikatakan menjadi penghubung antara pemerintah dan yang diperintah.

Kedua, sebagai sarana sosialisasi politik di mana merupakan sebuah proses yang melaluinya seseorang memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik, yang umumnya berlaku dalam masyarakat di mana ia berada.

Melalui sarana sosialisasi ini partai dapat memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada segenap warga negara untuk semakin bertanggung jawab dan dapat menempatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional.

Berdasarkan ulasan di atas, nyaleg itu adalah sebuah tanggung jawab, sebuah pengorbanan, yang mensyaratkan adanya dasar pengetahuan yang kokoh tentang kehidupan politik serta tujuan dari pada politik itu sendiri yakni menghadirkan bonum communae (kebaikan bersama) dan penghargaan terhadap martabat manusia.

Tanpa motivasi tersebut, maka politik tak ubahnya lapangan kerja untuk memperkaya diri (kadang juga balas dendam karena sebelumnya hidup penuh dengan air mata) alih-alih lapangan pengabdian kepada masyarakat luas. Konsekuensinya adalah politik menjadi kotor justru karena ruang politik disesaki dan dijejali oleh para caleg amatir minim pemahaman dasar tentang politik.

Ya, jangan heran jika kita berhadapan dengan segelintir atau mungkin kebanyakan anggota legislatif (dan eksekutif) yang gagap mengucapkan kepentingan masyarakat yang diwakilinya.

Itu disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan pada gilirannya Dia sendiri tidak mampu memberikan edukasi politik kepada masyarakat. Ini menyebabkan "salah pilih" wakil rakyat. Makin miris!

Ke depan, siapapun calegnya, mesti datang untuk memberikan edukasi politik dan siap dikuliti oleh masyarakat.

Teman saya pernah menceritakan pengalaman orang yang Dia kenal dekat. Ketika temannya itu maju dalam pileg, modalnya hanya "minum mabuk" dengan konstituen tempat dia berkunjung sambil cerita omong kosong. Hasilnya, dia tidak lolos.

Ke depan kita butuh politisi yang berani jujur, tidak omong kosong dengan janji - janji dan harapan palsu, serta bertanggung jawab memberikan edukasi politik yang benar kepada masyarakat tentang politik. Kata-kata omong kosong itu ternyata bisa memabukan para pendengarnya, lho.

Terakhir, ketika sudah terpilih, "berilah kepada kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah" (Mrk. 12:17). Pemenuhan hak rakyat adalah kewajiban penguasa! Berilah kepada rakyat apa yang menjadi hak rakyat, jangan PHP masyarakat.  

Para caleg, jadilah politisi yang noblesse oblige!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun