Mohon tunggu...
Zara Novita
Zara Novita Mohon Tunggu... -

fresh graduate doctor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bernostalgia Menapaki 83 Tahun Sejarah Kepemimpinan Pemuda

23 Oktober 2011   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:37 539
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memutar terus roda Reformasi dalam rangka me-reform Indonesia memerlukan kualitas prima dari gebrakan ide dan semangat. Sedangkan syarat seperti ini hanya muncul dari pemimpin yang energik. Pemimpin yang energik tidak akan pernah muncul tanpa adanya ruang kesempatan yang panjang dan luas yang diberikan kepada tokoh muda.

Bila kita melihat persoalan bangsa beberapa tahun terakhir ini, terlihat banyak problem dihadapi. Mulai dari macetnya reformasi, penegakan hukum yang mandul, KKN yang berubah bentuk dan semakin tidak terkendali, lembaga-lembaga negara yang tidak kapabel, gerakan separatisme, konflik antar etnis dan masih banyak lagi. Pemerintahan juga harus menghadapi tantangan dari luar, dimana tekanan liberalisasi perdagangan telah mengoyak-ngoyak kekuatan ekonomi nasional memperlihatkan ketidakberdayaan kita menghadapi perdagangan bebas.Isu terorisme semakin memperparah kondisi bangsa kita, Belum lagi runtuhnya kepercayaan masyarakat terhadap jaminan keamanan dan hilangnya kebanggaan terhadap bangsa akibat tuduhan negara-negara lain Indonesia sebagai sarang teroris.Kondisi kebangsaan yang cukup carut marut ini menuntut peran serta aktif para pemuda.

Melihat fenomena ini tentunya peran kepemudaan menjadi sangat strategis. Potensi kekuatan pemuda Indonesia harus disinergikan. Berseraknya potensi kepemudaan dapat di-create menjadi kekuatan baru yang memiliki daya dorong yang dahsyat manakala dikelola dengan sempurna. Idealisme dan kritisisme pemuda akan sangat bermakna bila mampu melakukan misi mengawal transisi menuju demokrasi dan menjadi pagar norma hukum dan moral bagi penyelenggara negara untuk bekerja mengeluarkan bangsa dan negara ini dari krisis. Mari menempatkan peran pemuda dalam track yang tepat, sebagai agen perubahan dan pengawal transisi menuju demokrasi.

Ada beberapa pihak yang mengatakan menerapkan kepemimpinan pemuda itu sulit, karena kita belum matang. Sebenarnya tidak, hanya kesempatan belum dibuka lebar dan perluasan pengalaman belum dilakukan sistematis. Yang perlu dibangun adalah sikap fresh dan gress dari pemuda, yakni mereka memang membawa angin perubahan dan pembaharuan secara substansial. Contohnya, dalam pemilihan kepala daerah, bagaimana tokoh muda bisa muncul dengan kapabilitas dan integritasnya. Hal itu terbukti di beberapa daerah seperti Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara. Namun, perlu penjagaan khusus terhadap masalah pendanaan politik, agar tidak terperangkap. Pada akhirnya kepemimpinan yang kuat memang memerlukan modal yang bersih dan dapat dipertanggung-jawabkan.

Walaupun kadang-kadang gerakan pemuda terganjal masalah klasik kekurangan dana, misalnya. Hal itu biasa dan terjadi di mana-mana, di setiap waktu dan tempat, bukan hanya di Indonesia dan di masa sekarang saja. Meskipun tidak mempunyai materi berlimpah, semua pergerakan disusun, dirancang, dan dilaksanakan oleh pemuda. Pemuda aktivis boleh miskin materi, tetapi jiwanya kaya, sehingga pantang menyerah dan mengeluh. Mereka tidak mengorbankan kehormatan diri hanya untuk meminta-minta, karena pemuda perintis dan pelopor pergerakan yang berhasil adalah mereka yang bermental baja.

Kekuatan moral dan spiritual menjadi modal utama dan pertama dalam setiap pergerakan. Kekuatan moral dan spiritual yang benar akan menghasilkan tekad dan semangat. Bahkan, orang akan menjadi muda selamanya dan bergairah terus, jika bergerak atas landasan moral dan spiritual yang benar. Tanpa komitmen pada upaya penegakan nilai-nilai moral dan etika niscaya gerak pembangunan hanya akan berwujud kemajuan semu.Di samping itu, tanpa landasan moral gerakan pemuda akan jauh dari kejujuran.

Menyampaikan pendidikan moral di kalangan pemuda memang tidak semudah membalikkan tangan. Karena itu, diberikan kesadaran kontekstual, yang mempertimbangkan ulang bahasa, tren, dan cita-cita pemuda.

Yang perlu digarisbawahi yakni pendidikan moral pemuda untuk sebagai calon pemimpin bangsa adalah sebuah kebutuhan. Jika dalam kaitan pemimpin ternyata kaum muda miskin moralitas, dalam perjalanan kepemimpinannya pemuda akan mudah terperosok ke kasus atau skandal yang merusak citra kepemimpinan pemuda Indonesia.

Modal kedua ialah kemampuan intelektual. Allah sangat merangsang manusia melalui ayat-ayat Al Qur’an yang menyatakan: ‘afala ta’qilun, ‘afala yatafakkarun, dan lain-lain. Menurut penelitian, otak manusia yang terpakai hanya 5% dari volume otak yang sebenarnya. Bayangkan, betapa luar biasa hasilnya jika kemampuan otak itu ditambah dengan kekuatan pendidikan yang kita jalankan.




Apa yang Mesti Dilakukan ?

Pemuda sebagai calon pemimpin bangsa diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, dan sikap yang terkait dengan kepemimpinan, yang akan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui aktivitasnya dalam organisasi kepemudaan maupun lingkungan masyarakat, baik di tingkat daerah, nasional bahkan internasional.

Kita harus sepakat bahwa regenerasi memang perlu dan mendesak sifatnya. Regenerasi merupakan suatu proses sunatullah, yang tanpanya maka akan terjadi kemandegan yang serius. Regenerasi harus dilakukan secara proporsional dan realistis, harus ada pengkondisian sedemikian rupa sehingga alih-kepemimpinan dapat terjadi kapan pun, tanpa dihantui krisis kepemimpinan. Regenerasi dilakukan untuk menerobos krisis kepemimpinan tersebut, upaya mencari dan membentuk bibit-bibit calon pemimpin yang siap untuk meneruskan kepemimpinan bangsa.

Munculnya harapan terkait tokoh muda untuk memegang tongkat kepemimpinan tidak bisa dilepaskan dari adanya isu pembaharuan. Masyarakat sudah jenuh dengan figur lama, mereka merasa pergantian pemimpin dari tahun ke tahun sudah jumud, membosankan. Mereka butuh penyegaran. Kejenuhan ini memutar orientasi kepercayaan mereka untuk mencoba alternatif pemimpin. Di saat yang tepat munculah tokoh muda yang akhirnya menjadi tempat berlabuh harapan dan mimpi besar akan perubahan.

Banyak wacana yang mempertanyakan kepemimpinan tokoh muda terkait kemampuan mereka. Argumentasi yang sering dipakai adalah kalau figur lama saja belum mampu menyelesaikan masalah kebangsaan yang pelik apalagi mereka yang miskin pengalaman dan baru saja menjadi pemimpin. Namun demikian tidaklah arif sekiranya wacana itu justru berputar lebih kencang dari pada pemberian kesempatan dan dukungan pada pemuda itu sendiri untuk membangun dan memimpin. Pemberian kesempatan adalah salah satu solusi yang patut dilakukan sebagai upaya bersama membangun motivasi tokoh muda untuk berkarya dari pada debat kusir masalah kemampuan yang tak lebih justru malah menjatuhkan mental.

Kesadaran akan perlunya bangsa ini mulai percaya dan memberi kesempatan tokoh mudanya untuk memimpin harus mulai dibangun. Pemuda harus diberikan kesempatan dalam merealisasikan idealismenya terhadap perbaikan lingkungan strategis yang melingkupinya. Dan di sinilah peran nyata tokoh muda dalam pembaharuan sebagai moral force dan agent of change (agen perubahan sosial) itu berwujud. Selama ini yang terjadi adalah munculnya pesimisme di tataran elit lama akan kepemimpinan tokoh muda. Jadi persoalanya bukan pada masalah kemampuan dan keunggulan dari tokoh muda untuk memimpin, namun lebih pada tidak diberikanya pilihan yang lebih luas kepada publik secara konsisten untuk memilih tokoh muda sebagai pemimpin.

Kemenangan HADE (Ahmad Heryawan) di Pilgub Jabar dan Syampurno (Syamsul Arifin dan Gatot Pujo Nugroho) di Pilgub Sumsel adalah angin segar akan kepemimpinan tokoh muda. Seharusnya hal ini dapat meyakinkan elemen bangsa tentang kepercayaan masyarakat yang sudah mulai berorientasi untuk mencari alternatif figur muda sebagai pemimpin. Oleh karena itu sudah tidak layak lagi mempertanyakan kemampuan tokoh muda untuk memimpin, karena kini hanya masalah kesempatan dan kepercayaan.

Abad ke-21 adalah abad kebangkitan dari tokoh muda, dimana ditandai dengan semakin berperannya tokoh muda dalam perubahan dunia. Sudah 10 tahun reformasi hingga saat ini bergulir, dan saatnya para pemuda menghimpun diri dalam barisan yang lebih rapi dan terarah untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera. Tepatlah apa yang dikatakan Sheila Kinkade dan Christina Macy dalam bukunya: ”Our Time is Now: young People Changing The Wolrd”, dan premis ”Yang Muda Yang Tidak Berdaya” tidak akan berlaku lagi!

Maka di negara manapun, sosok kaum muda selalu menjadi perhatian yang khusus oleh banyak kalangan. Sebab di tubuh kaum muda inilah segenap tumpuan masa depan bangsa dipertaruhkan. Orang bijak sering mengatakan, masa depan bangsa yang baik adalah masa depan yang memiliki kaum muda yang unggul, kompetitif dan baik pula saat sekarang. Sebagai contoh kita lihat misalnya di India, melalui tangan Manmohan Singh, menteri keuangan India, yang menyekolahkan anak-anak muda India ke luar negeri dan menyerap i1mu terbaik langsung dari sumbemya telah mengubah wajah India saat ini. Sehingga Bangalore dan Hyderabad telah menjadi semacam technopark seperti halnya Lembah Silikon di Amerika Serikat.

Perhatian dan optimisme bangsa bersama kaum muda untuk melakukan sebuah perubahan tentu benar adanya demikian, sebab sosok kaum muda adalah sosok yang memiliki karakter yang unik. Diantara keunikannya itu adalah, bahwa kaum muda memiliki semangat baru dan senantiasa bergejolak, keberanian untuk mengambil resiko besar, serta memiliki pandangan  yang jauh menembus masanya. Buktinya, melalui tangan kaum mudalah kemerdekaan Republik ini bisa direbut dari jajahan kolonial.

Maka di tengah krisis kebangsaan yang kita hadapi saat ini, kerinduan tampilnya kepemimpinan kaum muda menjadi harapan banyak kalangan. Apalagi banyak catatan sejarah yang telah menunjukkan keberhasilan kepemimpinan kaum muda tersebut. Saat sekarang saja misalnya, munculnya sosok Mahmoud Ahmadinejad sebagai presiden Iran, Hugo Cavez sebagai presiden Venezuela, Evo Morales sebagai Presiden Bolivia, dan munculnya kandidat Barac Obama dalam pemilihan presiden Amerika Serikat nanti yang merepresentasikan kepemimpinan kaum muda menunjukkan apresiasi publik terhadap mereka. Apalagi ketika para pemimpin tersebut mampu membawa institusi negara atau kekuasan yang dimiliki sebagai sarana mewujudkan kedaulatan bangsa dan kesejahteraan sosial.




Kepemimpinan Internasional yang Hampir Terlupakan



Kepercayaan terhadap kepemimpinan kaum muda ini tidak hanya dalam konteks sejarah kita hari ini, bahkan dalam Islam sendiri munculnya Muhammad sebagai rasulullah yang diangkat pada usianya 40 tahun menunjukkan pentingnya kaum muda dalam kepemimpinan umat. Jika kaum muda tidak signifikan dalam kepemimpinan, tentu saja Rasul akan diangkat pada usia-usia 60 atau lebih, namun yang terjadi bukanlah demikian. Jadi dalam konteks ini, kepemimpinan kaum muda amat penting diwujudkan bukan saja sebagai sebuah wacana, melainkan sebagai sebuah praktis gerakan.

Corak pergerakan pemuda setelah tahun 1928, khususnya pasca kemerdekaan, mempunyai tantangan yang berbeda dengan pergerakan yang diusung sebelum tahun 1928. Pergerakan pemuda pada era globalisasi ini menghadapi tantangan yang justru semakin kompleks.

Selain perjuangan untuk memberangus KKN dan menegakkan nilai-nilai demokrasi serta HAM, tidak kalah pentingnya yaitu menggalang kekuatan guna menghadapi persaingan ekonomi global, destruksi budaya dan moral generasi, intervensi kedaulatan bangsa, serta reposisi Indonesia di tengah-tengah realitas ekonomi dan politik internasional. Tantangan seperti tersebut di akhir inilah yang belum menjadi isu stategis dari gerakan pemuda pada umumnya di tingkat nasional.

Walaupun tantangan yang dihadapi oleh pergerakan pemuda di kedua zaman tersebut berbeda, akan tetapi berdasarkan sifatnya dapat kita tarik satu benang merah yang sama. Tantangan global seperti perdagangan bebas dan hadirnya organisasi keuangan internasional merupakan alat yang dapat mengusik kedaulatan bangsa yang berujung pada neo-colonialism. Oleh karenanya, meskipun tampak berbeda, namun apa yang sedang kita hadapi saat ini masihlah ”musuh” yang sama, yaitu penjajahan.

Sebagai kaum intelektual, sudah seharusnya transfer informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan melalui berbagai bentuk dan cara bagi mereka yang berada di Indonesia. Hal ini sama halnya dengan apa yang telah dilakukan oleh para intelektual pendahulu kita yang menempuh pendidikan di Belanda pada masa pra kemerdekaan, bersama Moh. Hatta mereka dengan mendirikan Pendidikan Nasional Indonesia dengan tujuan membangun basis pendidikan ilmu pengetahuan kepada segenap rakyat Indonesia (Nicholas Tarling, 1999).

Setiap pemuda Indonesia di mana pun ia berada harus mampu menjadi duta bangsa pada setiap aspek diplomasi kehidupan, baik itu di bidang politik, ekonomi, pendidikan, ataupun budaya.

Lebih dari itu, setiap pemuda Indonesia juga harus dapat merevitalisasi peran dan fungsinya sebagai bagian dari global village guna menghimpun terbentuknya soft power guna meningkatkan reputasi dan posisi tawar Indonesia di mata dunia sebagaimana yang telah dinikmati hasilnya oleh Cina, India, dan Brazil.

Hal utama yang dibutuhkan untuk membangun kekuatan pemuda di tingkat internasional adalah kesatuan. Tanpa adanya kesatuan, dalam konsep Antonio Gramsci, perjuangan menghadapi tantangan terkini akan kandas diterpa gelombang hegemoni negara-negara besar. Proses terjadinya Sumpah Pemuda sangatlah relevan untuk dapat kita gunakan sebagai cermin pembentukan kepemimpinan internasional pemuda Indonesia di masa yang akan datang.




Saatnya Bermimpi Wahai Calon Pemimpin Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun