Bagaimanakah hubungan ungkapan bahasa dengan pikiran manusia yang tertuang dalam logika bahasa serta pengaruhnya trhadap struktur bahasa.
Bagaimanakah hakikat kedudukan analitika bahasa sebagai metode dalam filsafat dan bagaimana konsekuensinya terhadap penggunaan bahasa dalam filsafat.
Bagaimanakah hakikat nilai makna bahasa serta peranannya dalam kehidupan manusia. Bagaimanakah arti dan aturan penggunaan bahasa dalam berbagai aspek kehidupan manusia.
Bagaimanakah hubungan filsafat analitis Wittgenstein terhadap pengembangan aksiologi bahasa dalam filsafat.
Bagaimanakah hubungan filsafat analitis terhadap pengembangan filosofis pragmatik.
Perkembangan kajian linguistik pragmatik merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dielakkan oleh para pakar linguistik. Konsep struktural linguistik modern yang bersumber pada teori linguistik saussure dengan konsep lange, langage dan parole tidak mampu mengungkapkan makna hakikat bahasa bagi kehidupan manusia.Â
Kalangan linguis struktural mengembangkan konsep ontologis, bahwa hakikat bahasa sebagai kajian ilmiah merupakan suatu gejala empiris dan dapat diuji secara empiris pula. Secara ontologis kalangan strukturalis memahami bahasa sebagai suatu entitas alamiah yang terlepas dai manusia, seperti gejala-gejala alam lainnya.Â
Jika seperti itu, kalangan strukturalis gagal mendeskripsikan bahasa secara kausalitas. Tanpa pendekatan kausalitas, bahasa hanya merupakan letupan bunyi yang tidak memiliki makna, baik internal atau eksternal.
Pendekatan kalangan strukturalis menekankan pada aspek empiris serta struktur formal bahasa sebagai objek kajian. Bahasa sebagai objek kajian adalah eksistensi bahasa yang tidak memiliki hubungan kausalitas dengan hakikat manusia dan kehidupannya. Bahasa sebagai objek material memiliki ciri empiris dan dapat diverifikasi secara empiris pula. Secara tidak langsung pendekatan epistemologis kalangan strukturalis bersifat postivistik. Menurut kalangan strukturalis, bahasa sebagai suatu sumber pengetahuan, sepada dengan gejala-gejala lam lainnya, sehingga mampu diterapkan verifikasi sebgaimana dilaukan pada ilmu-ilmu alam, menurut istilah positivisme logis adalah prinsip fisikalisme.
Aspek struktural dan aspek tindak tutur bahasa memang tidak bisa dilepaskan dengan kajian pragmatik bahasa, tetapi dimensi bahasa menurut Wittgenstein jauh lebih luas dari itu. Bahasa pada hakikatnya menunjukkan suatu kehidupan manusia, yang masing-masing memiliki aturan tersendiri dan berbeda antara atu dengan lainnya.
 Oleh karena itu, fenomena bahasa yang menunjukkan kehidupan manusia ini sifatnya sangat beraneka ragam, bersifat spontan dan tidak terbatas. Berdasarkan pengertian tersebut, seharusnya dalam bidang pragmatik memiliki objek material kajian bahasa yang luas dan bukan hanya terbatas pada analisis kalimat dan tindak tutur bahasa. Misalnya, sebagaimana diungkapkan Wittgenstein sebagai hasil dari suatu pengamatan, bahwa dalam suatu komunitas masyarakat tertentu,Â