Mohon tunggu...
Zamzami Tanjung
Zamzami Tanjung Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Melihat berbagai sisi, menjadi berbagai sisi, merasa berbagai sisi, berharap bijak jadi teman abadi, visit my blog winzalucky.wordpress.com, zamzamitanjung.blogspot.com and enjoy it :)

Melihat berbagai sisi, menjadi berbagai sisi, merasa berbagai sisi, berharap bijak jadi teman abadi, visit my blog winzalucky.wordpress.com, zamzamitanjung.blogspot.com and enjoy it :)

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Memberi "Kerja" Untuk DPD RI

23 Oktober 2012   20:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:28 4341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kekacauan perekonomian Indonesia pada tahun 1997 berujung pada terjadinya huru-hara sosial dan pergolakan politik. Ketidak-puasan muncul dan kemudian dilanjutkan dengan gugatan terhadap kedaulatan pemerintahan hasil pemilu 1997 berakibat mundurnya Presiden Soeharto dari kursi kepresidenan. Serangkaian peristiwa yang melanda mulai dari kurun waktu tahun 1997 hingga 1998 telah membawa dampak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Perubahan tersebut juga dirasakan dan terlihat pada perubahan system ketata-negaraan Republik Indonesia.

Beberapa ide dan gagasan untuk merubah system ketatanegaraan itu kemudian diwadahi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) periode 1999-2004 hasil pemilihan umum (pemilu) tahun 1999. MPR RI periode 1999-2004 telah melakukan perubahan (amandement) terhadap Undang Undang Dasar Tahun 1945 dengan memasukan ide dan gagasan yang relevan dan dapat diterima oleh pelaku perubahan UUD tahun 1945 yaitu anggota MPR. Perubahan terhadap UUD 1945 oleh MPR hingga saat ini telah terjadi sebanyak empat (4) kali perubahan yaitu perubahan pertama tahun 1999, perubahan kedua tahun 2000, perubahan ketiga tahun 2001 dan perubahan keempat tahun 2002.

Salah satu materi perubahan UUD 1945 yang akan dilihat dan ditinjau dalam tulisan ini terkonsentrasi pada perubahan UUD tahun 1945 ketiga yang terjadi dalam sidang paripurna MPR RI pada tahun 2001. Dilakukannnya perubahan ketiga terhadap UUD 1945 telah memberikan posisi yang jelas pada daerah untuk mendudukan wakilnya dalam sebuah badan perwakilan daerah. Badan perwakilan daerah tersebut merupakan badan negara dengan nama Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia atau dengan singkatan DPD RI.

Mengenai wakil daerah ini, dalam UUD 1945 diatur dalam BAB VII-A tentang Dewan Perwakilan Daerah. Bab ini terdiri dari Pasal 22 C ayat (1), Pasal 22 C ayat (2), Pasal 22 C ayat (3), Pasal 22 C ayat (1) dan Pasal 22 D ayat (1) UUD 1945 perubahan ketiga. Salah satu pasal 22 C ayat (1) UUD tahun 1945 penulis cantumkan disini yang berbunyi, “Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap Provinsi melalui pemilihan umum.”

Terbentuknya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) setelah dilakukannya perubahan ketiga terhadap UUD 1945 telah pula dengan pengaturan mengenai kedudukan dan wewenang badan negara yang baru lahir tersebut. Menurut logika sederhana, ketika konstitusi UUD 1945 meletakkan DPD pada satu kamar tersendiri dalam lembaga parlemen yang diberi nama MPR, maka DPD tentu mempunyai kewenangan dalam hal pembentukkan undang-undang sebagaimana saudara tuanya yakni DPR di kamar lain. Dengan demikian DPD mempunyai kedudukan dan kewenangan yang hampir menyerupai kedudukan dan wewenang DPR, walaupun pada akhirnya secara nyata boleh dikatakan bahwa konstitusi tidak memberikan kedudukan DPD tidak sepenuh kedudukan DPR. Hal itu terlihat dalam pengaturan mengenai DPD dan DPR berbeda dalam UUD 1945. Jika kedudukan DPR dan anggota DPR diatur dasar-dasarnya secara tegas oleh UUD tahun 1945. Sedangkan pengaturan mendetail mengenai kedudukan dan wewenang DPD RI secara lembaga maupun mengenai hak dan kewajiban anggota DPD RI, konstitusi menyerahkan amanat tersebut pada Undang-Undang untuk mengaturnya.

menurut Bagir Manan, Undang-undang yang akan dibuat oleh DPR adalah Undang-undang organik dan bersifat mandat blanko atau mandat kosong. Isinya sepenuhnya diserahkan pada penerima mandat (DPR dan pemerintah yang akan membentuk undang-undang). Semestinya, UUD memberikan arahan-arahan dasar agar ada kepastian dan tidak disimpangi. Ketentuan pasal 22 C UUD 1945 lebih sumir dari ketentuan mengenai DPR. Disini tidak diatur hak-hak DPD dan hak anggota DPD. Juga tidak diatur bagaimana membahas ruh dari DPD dan lain-lain. Semestinya aturan-aturan yang menyangkut mekanisme, dan hak-hak yang melekat pada DPD dan anggota DPD, diatur serupa dengan ketentuan mengenai DPR. Terkesan pengaturan terhadap DPD dilakukan setengah hati. Berbagai kekosongan itu akan diatur dalam undang undang. Disini akan terdapat anomaly. Hal serupa di DPR diatur dalam UUD lama, yaitu mengatur kaidah konstitusional dalam peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari UUD.

Pada tingkatan peraturan perundangan-undangan dibawah konstitusi, mengenai Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) ini diatur dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Susunan Dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pengaturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) dalam Undang Undang ini diatur dalam BAB IV Tentang DPD yang diatur dalam pasal 221 hingga pasal 289.

DPD bukan badan legislatif penuh. Menurut Bagir, DPD hanya berwenang mengajukan dan membahas rancangan undang-undang dibidang tertentu saja yang disebut secara enumerative dalam UUD. Terhadap hal-hal lain, pembentukan undang-undang, hanya ada pada DPR dan pemerintah. Dengan demikian, rumusan baru UUD tidak mencerminkan gagasan mengikutsertakan daerah dalam penyelenggaraan seluruh praktik dan pengelolaan Negara. Sesuatu yang ganjil ditinjau dari konsep dua kamar .

Kedudukan dan kewenangan DPD RI akan ditinjau berdasarkan konstitusi. Tinjauan kontitusional mengenai kedudukan dan wewenang DPD RI kemudian dikaitkan dengan penyelenggaraan otonomi daerah. Mengenai otonomi daerah dalam Konstitusi 1945 diatur secara jelas (eksplisit) mengenai otonomi daerah tersebut yakni seperti maksud dari pasal 18 ayat (2), ayat (5) dan ayat (6) UUD 1945. Pasal 18 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, “Pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.”

Otonomi yang telah diselenggarakan dalam alam reformasi telah berjalan lebih kurang 12 tahun banyak mendapat kritik terkait pelaksanaannya yang belum memuaskan. Penyelenggaraan otonomi daerah sesudah reformasi diatur melalui Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dan disempurnakan dengan ditetapkan dan diundangkannya Undang-Undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Permasalahannya bahwa kedudukan serta kewenangan yang diberikan oleh Undang Undang Dasar 1945 serta Undang Undang Nomor 23 tahun 2003, maka DPD RI tentu tidak bisa berperan optimal dalam penyelenggaraan otonomi daerah. DPD RI sebagai badan negara hanya berhak memberikan masukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dalam hal kebijakan mengenai atau yang menyangkut dengan daerah dan urusan otonomi. DPD RI tidak mempunyai kewenangan untuk memutuskan. Hal ini terasa tidak ideal, mengingat maksud keberadaan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) selain dimaksudkan sebagai jalan untuk memberikan peluang pada daerah untuk ikut mengelola dan menentukan arah kebijakan pemerintahan negara juga ikut mengelola dan menentukan arah kebijakan yang berkaitan dengan penyelenggaraan otonomi daerah karena DPD RI itu sendiri adalah wakil daerah di pusat pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun