Pragmatis. Selama delapan musim menguasai Serie A, baik dibawah asuhan Antonio Conte maupun Massimiliano Allegri, Juventus lebih dikenal sebagai tim yang lebih mengutamakan hasil dibandingkan dengan cara bermain.
Si Nyonya Tua sudah terbiasa bermain dengan gaya permainan seperti itu dan telah pula membuktikan hasil nyata dengan puluhan trofi yang berhasil diraih.
Itu sebabnya, menghubungkan Josep Guardiola, Mauricio Pochettino dan Maurizio Sarri dengan Juventus terasa sangat aneh. Pelatih-pelatih tersebut sudah tidak diragukan lagi reputasinya, namun mereka memiliki gaya bermain yang jauh dari kata pragmatis, mereka memainkan sepakbola yang jauh lebih menyenangkan daripada yang selama ini dimainkan Juventus.
Juventus sendiri saat ini tak ubahnya sebuah tim yang selalu menginginkan hasil instan pada setiap musimnya melalui perekrutan-perekrutan pemain di bursa transfer. Lewat Cristiano Ronaldo yang didatangkan pada musim panas tahun lalu seperti menunjukkan ambisi Juventus untuk menguasai Eropa.
Namun kunci kesuksesan itu bukan hanya Ronaldo seorang. Saat ini sepertinya Juve sepertinya hanya mengetahui satu cara bermain dan itu adalah bermain secara pragmatis. Lalu apakah salah satu elemen yang hilang tersebut adalah pelatih dengan gaya bermain yang jauh dari pragmatis?
Merubah gaya bermain
Sama seperti yang terjadi di Chelsea maupun Manchester City pada musim pertama Guardiola melatih disana. Kemenangan seperti susah untuk diraih dengan penampilan yang inkonsisten ditunjukkan terus menerus.
Hal yang sama akan berlaku di Juventus, tuntutan untuk bermain secara sempurna dari Guardiola, Pochettino maupun Sarri bagi para pemain Juventus tentu akan sangat besar.
Baik Guardiola, Pochettino maupun Sarri cenderung menampilkan pemain yang memiliki fisik yang kuat dan memiliki kecepatan sesuai gaya bermain yang diusung. Namun untuk mencapai hal itu, diperlukan proses dan waktu yang cukup lama dan itu jelas tidak terjadi hanya dalam satu musim.
Juventus saat ini merupakan tim dengan usia pemain tertua ketiga di Serie A dengan rata-rata usia pemain 28 tahun. Terlalu banyak pemain tua yang dengan permainan pragmatis ala Juve, tidak mengharuskan mereka bekerja lebih keras dalam permainan. Hal ini tentu akan berbeda karena Guardiola maupun Sarri lebih menuntut pemainnya untuk bekerja keras.
Sedangkan bagi Pochettino, raihan final Liga Champions bersama Tottenham sudah membuktikan bahwa uang bukanlah segalanya. Keterbatasan pemain justru membantu Pochettino meramu timnya karena mereka memiliki konsistensi dalam pemilihan pemain dan konsistensi dengan gaya bermain. Namun dibutuhkan waktu dua musim bagi Pochettino untuk mengeluarkan yang terbaik dari para pemainnya. Jadi dalam hal ini, 'waktu' adalah hal terpenting dari semuanya.
Setelah proyek yang diemban Allegri dengan Ronaldo gagal menghasilkan trofi Liga Champions. Masihkah Juventus berpikiran instan untuk meraih kesuksesan dengan mendatangkan pelatih berkualitas lainnya dengan disertai pemain-pemain incaran yang nilainya selangit?
Rebranding didalam dan luar lapangan
Lalu mengapa Juventus seolah-olah ingin merubah gaya bermain dengan mendatangkan pelatih dengan karakteristik yang berbeda? Apakah ini termasuk strategi pemasaran Juventus?
Juventus sudah berupaya memenangkan Liga Champions dengan tampil secara pragmatis namun gagal.
Saat Nyonya Tua seperti ingin mencoba untuk tampil menghibur, atraktif dan tidak lagi membosankan. Mungkin hal ini akan berpengaruh terhadap dominasi mereka di Serie A, namun setelah delapan musim beruntun menguasai Serie A, perubahan ini mungkin akan membantu membuat liga tampil lebih menarik bagi penikmat sepakbola pada umumnya.
Semakin menghibur cara bermain sebuah tim, semakin banyak perhatian yang diberikan oleh penggemar sepakbola diseluruh dunia. Hal ini pada akhirnya bermuara pada bagaimana menghasilkan lebih banyak uang.
Begitu banyak kontroversi ketika Juventus melakukan perubahan pada logo klub dan yang terakhir pada jersey pemain musim depan. Juventus seolah-olah akan menghilangkan ciri khas pada kostumnya yang berupa strip hitam dan putih karena dianggap kurang menguntungkan, yang oleh para pendukung fanatiknya dianggap menghilangkan tradisi klub.
Rebranding tersebut sepertinya akan menjalar kedalam lapangan mulai musim depan dengan Nyonya Tua coba mendatangkan pelatih-pelatih yang senang menampilan permainan menyerang nan atraktif.
Namun yang perlu diingat, setiap perubahan selalu menimbulkan kontroversi, dan yang jelas setiap perubahan membutuhkan waktu untuk dapat diterima....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H