Liverpool yang tampil tanpa Firmino dan Salah yang dianggap sebagai pusat permainan Klopp, menunjukkan pentingnya sistem bermain dan kerjasama tim daripada mengandalkan individu.
Keberhasilan Tottenham mencapai final juga menegaskan hal tersebut. Ajax memang berhasil menjungkalkan Real Madrid dan Juventus, namun Ajax jarang bermain pada kondisi seperti ini terutama di Eredivisie. Tekanan bertubi-tubi dari Tottenham menciptakan rasa takut dan mengintimidasi sehingga pada akhirnya menciptakan kesalahan-kesalahan pada permainan Ajax.
Begitu pula Chelsea dan Arsenal yang meskipun tertatih-tatih di kompetisi lokal, namun sudah sering berhadapan dengan situasi-situasi semacam ini.
Persaingan dalam kompetisi Liga Premier menunjukkan kualitas tersebut. City mungkin mendominasi kompetisi lokal, namun cara bermainnya konstan, tidak memiliki banyak variasi selain selain mengandalkan penguasaan bola dan kehebatan individual para pemainnya. City dalam dua musim terakhir juga selalu tersingkir dari kompetisi Liga Champions melawan sesama tim Inggris.
Kemegahan Liga Premier dengan gelimang fulusnya memang membuat tim-tim tersebut dengan mudah merekrut pemain untuk menutupi kelemahannya. Namun yang terpenting, perekrutan pemain tersebut dilakukan untuk melengkapi taktik yang digunakan ataupun mampu menciptakan variasi-variasi dalam permainan.
Dominasi tim-tim Inggris seperti menunjukkan hasil dari persaingan kompetisi lokal mulai menjalar ke Eropa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H