Mohon tunggu...
zaman aji
zaman aji Mohon Tunggu... -

Aktifis Pergerakan Buruh

Selanjutnya

Tutup

Politik

Haruskah "Perdagangan Bebas?"

7 Desember 2010   22:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:55 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika kebutuhan darurat rakyat belum bisa dihasilkan sendiri oleh Industri Dalam Negeri, bisa saja dilakukan import—dalam arti perdagangan dengan Negara lain—namun import yang dilakukan, tidak boleh menimbulkan ketergantungan, namun harus diarahkan untuk mendorong Industri Dalam Negeri untuk semakin mandiri

c) Tahap selanjutnya (kemungkinan juga, dalam beberapa sektor, bisa simultan dengan tahap pertama, yang belum selesai diatas): peningkatan tenaga produktif agar teknologi bisa lebih tinggi lagi (bukan sekadar untuk industri dasar), sebagai landasan material dan kognitif invention dan innovation. Teknologi Industri pengolahan (manufaktur) juga harus ditingkatkan termasuk kapasitas distribusinya, agar produksi barang bisa bersifat massal (seluruh rakyat bisa mendapatkannya dengan mudah) dengan kualitas yang baik, tentu saja dengan harga yang terjangkau (untuk masyarakat tertentu bisa mendapatkannya dengan gratis, dan pada akhirnya semua rakyat akan memperolehnya dengan gratis )

Sebagai negeri yang masih terbelakang pertaniannya, maka dalam tahap ini, industry pertanian juga harus dimajukan, ditingkatkan teknologinya dan akses rakyat terhadap tanah juga diperluas (bukan dalam makna kepemilikan pribadi atas tanah, walaupun bisa saja ditahap-tahap awal masih ada kompromi terhadap kepemilikan pribadi rakyat terhadap tanah pertanian, namun secara terus menerus harus dijelaskan dan ditunjukan bukti bahwa pertanian kolektif dengan teknologi yang maju justru jauh lebih menguntungkan bagi rakyat), demikian juga halnya dengan industry perikanan.

2. Penyelesaian masalah-masalah mendesak rakyat:

Secara dialektis pembangunan Industri Nasional yang tangguh, dimulai dengan penyelesaian masalah-masalah darurat rakyat (dan semakin cepat dan banyak masalah darurat yang teratasi, akan mendorong lebih maju lagi Industri Nasional), seperti (mungkin masih harus disubsdidi dalam tahap awal) menyediakan bahan-bahan kebutuhan pokok cukup gizi; kesehatan; pendidikan; penyediaan lapangan pekerjaan (sedapat mungkin bukan padat karya, namun lapangan pekerjaan di pabrik-pabrik dengan teknologi tinggi, dimana pabrik-pabrik dibangun sesuai dengan kebutuhan); bila masih kekurangan lapangan pekejaan, barulah ditempatkan di sector padat karya; bila masih belum juga tercukupi lapangan pekerjaan, maka diberikan subsidi (layak) pengangguran; pembangunan kesadaran/kebudayaan revolusioner (cinta ilmu, demokratik, solidaritas, militant, radikal dsb)

Karena tanpa massa yang sadar, terorganisir, dan melawan, maka Industrialisasi Nasional (di bawah kontrol rakyat; pengembangan demokrasi rakyat) tak akan berhasil; Tolak ukur berhasil tidaknya penyelesaian tersebut di atas adalah: tingkat pengangguran berkurang; dan demokrasi rakyat (rakyat bisa bersuara dan menentukan nasibnya sendiri) berjalan; perbaikan lingkungan yang sudah sangat rusak; penyelesaian reformasi agraria, baik secara ekonomi, teknologi, politik (perjuangan kelas di pedesaan); dan sebagainya.

3. Skenario pembiayaan industrialisasi nasional (di bawah kontrol rakyat)

Secara dialektis pula, pembangunan Industri Nasional dilakukan dengan melakukan nasionalisasi segera (yang sudah sanggup dinasionalisasikan) seluruh kekayaan/asset material dan finansial nasional (baik yang dikuasai pemerintah maupun swasta, baik nasional maupun asing); periksa ulang negosiasi-negosiasi kontrak—jangan sampai bagi hasil, royalti, dan pajaknya terlalu kecil/merugikan rakyat; tolak atau tunda bayar utang (dengan kekuatan rakyat); sita kekayaan-kekayaan hasil koruptor (dari jaman Orde Baru hingga sekarang) dengan kekuatan rakyat, mengingat akan melibatkan tentara reaksioner; pajak progresif; pembubaran, pembatasan/regulasi, atau pajak tinggi bagi transaksi-transaksi spekulatif; memaksimalkan pencarian pendapatan dari sumber-sumber alam (dengan memperhitungkan ekologi); pengaturan fiscal dan moneter (yang seusai dengan tujuan-tujuan di atas); dan sebagainya.

4. Persoalan hubungan kita dalam perdagangan antara Negara maupun hubungan-hubungan ekonomi politik lainnya.

Secara historis lahirnya perdagangan bebas seperti sekarang ini—berikut lembaganya—adalah produk dari sistem kapitalisme yang telah terbukti gagal mensejahterakan mayoritas rakyat di seluruh dunia, termasuk mayoritas rakyat di Indonesia, sehingga secara tegas kita menolak kapitalisme, demikian juga kita menolak perdagangan bebas model sekarang ini yang hanya menguntungkan pemodal-pemodal internasional (Negara-negara imperialis) dengan menggunakan lembaga-lembaga internasonalnnya, salah satunya adalah WTO—juga ACFTA—

Apalagi mekanisme pengambilan keputusan di WTO bukanlah mekanisme yang demokratis, dimana Negara-negara maju—terutama Amerika, Kanada, Jepang, dan Uni Eropa—berulang kali membuat keputusan-keputusan penting tanpa melibatkan anggota WTO yang lainnya—hingga juli 2009 terdapat 153 negara sebagai anggota WTO—atau dengan kata lain Negara-negara maju ini melakukan konspirasi jahat untuk memenangkan kehendaknya pada negara-negara lain terutama negara berkembang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun