Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), pemerintah Indonesia mulai mengadopsi kebijakan perdamaian untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di Aceh, yang telah membawa dampak besar bagi masyarakat setempat dan stabilitas nasional.Â
Pendekatan yang diambil oleh pemerintah SBY menitikberatkan pada solusi damai melalui jalur diplomasi dan negosiasi, dengan melibatkan pihak-pihak yang memiliki kredibilitas dan keahlian dalam manajemen konflik. Salah satu langkah strategis yang dilakukan adalah menjalin kerja sama dengan Crisis Management Initiative (CMI), sebuah organisasi internasional yang bergerak dalam bidang mediasi dan resolusi konflik.
CMI, yang dipimpin oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari, memainkan peran penting dalam memfasilitasi proses dialog antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia (KRI). Dalam proses ini, CMI berfungsi sebagai perantara netral yang memastikan bahwa kepentingan dan aspirasi kedua belah pihak dapat didengar dan dipertimbangkan secara adil.Â
Organisasi ini tidak hanya menyediakan ruang pertemuan untuk berunding, tetapi juga membantu merumuskan kerangka kerja yang menjadi dasar bagi tercapainya kesepakatan damai. Upaya ini bertujuan untuk mengakhiri konflik bersenjata, mendorong keadilan bagi masyarakat Aceh, dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk pembangunan dan rekonsiliasi di wilayah tersebut.
Proses negosiasi yang berlangsung melalui fasilitasi CMI melibatkan berbagai tahap yang kompleks, termasuk diskusi mengenai pembagian kekuasaan, pengakuan hak-hak khusus Aceh, dan perlucutan senjata oleh pihak GAM. Semua ini dirancang untuk menjawab tuntutan masyarakat Aceh yang selama bertahun-tahun merasa termarjinalkan, sekaligus menjaga integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendekatan ini mencerminkan komitmen pemerintahan SBY untuk mencari solusi damai yang berkelanjutan dan mengutamakan dialog sebagai jalan utama dalam mengatasi konflik.
Beberapa keberhasilan CMI dalam menangani negosiasi tersebut dibuktikan dengan MoU Helsinki yang ditetapkan pada akhir perundingan sebagai berikut :Â
Kesepakatan mengenai Penyelenggaraan Pemerintahan di Aceh
Kesepakatan Amnesti dan Terkait Reintegrasi GAM ke dalam masyarakat
Kesepakatan Tentang Pengaturan Keamanan
Kesepakatan Pembentukan Misi Monitoring Aceh
Kesepakatan yang Membahas Mengenai PerselisihanÂ