Mohon tunggu...
hafsah zalfa Rafifah
hafsah zalfa Rafifah Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa ( 23107030096 ) ilmu komunikasi UIN Sunan Kalijaga

Di antara aku,kamu dan senja,kita menuliskan kenagan indah yang berlaku selamanya

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Menelusuri Keragaman Tradisi Aboge dalam Perayaan Idul Fitri di Tanah Jawa

17 April 2024   22:42 Diperbarui: 17 April 2024   22:43 515
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ariyoyo Warga Desa Leegoksari - sumber gambar dokumen pribadi

Dengan memahami simbolisme di balik Satu Windu, kita dapat melihat bagaimana aboge tidak hanya menjadi penanda waktu, tetapi juga menjadi jendela ke dalam pemahaman yang lebih dalam tentang filsafat dan kebijaksanaan budaya Jawa. Ini mengajak kita untuk menyelami makna-makna yang terkandung dalam tradisi nenek moyang, dan merenungkan bagaimana warisan budaya ini terus memengaruhi dan membentuk pandangan hidup kita hari ini.

Tradisi di Desa Legoksari: Menjaga Api Budaya Tetap Berkobar

Ariyoyo Warga Desa Leegoksari - sumber gambar dokumen pribadi
Ariyoyo Warga Desa Leegoksari - sumber gambar dokumen pribadi
Dokumentasi wawancara dengan Tokoh Adat Desa Legoksari
Dokumentasi wawancara dengan Tokoh Adat Desa Legoksari
Desa Legoksari berada di lereng Gunung Sumbing, tepatnya di Kabupaten Temanggung, Kecamatan Tlogomulyo. Beberapa desa di kecamatan tersebut masih memakai penanggalan Jawa dan sangat memegang teguh adat dan budaya Jawa. Salah satunya adalah Desa Legoksari, di mana perayaan Idul Fitri mereka berbeda dengan yang ditetapkan oleh pemerintah. Meskipun mereka melakukan sholat Eid dan berpuasa sesuai dengan ketentuan pemerintah,akan tetapi mereka memulai tradisi "sungkeman" atau saling berkunjung ke rumah saudara pada tanggal yang sudah ditetapkan dalam penanggalan Jawa, yang disebut "pranotomongso".
Setelah sholat Eid, mereka berkumpul di lapangan untuk mengadakan "kepungan ariyoyo", sebuah acara syukuran yang diiringi dengan doa-doa, kemudian mereka makan bersama-sama. Menurut wawancara dengan tokoh adat Dusun Legoksari, Bapak Luqman Sutopo     

 " tradisi ini telah diakui dan disepakati oleh semua warga desa. Tidak ada yang melanggar peraturan adat yang turun-temurun tersebut. Generasi muda juga telah diajarkan dan ditanamkan tentang adat ini sejak dini ".

Dusun Legoksari berusaha menjaga agar budaya nenek moyang tetap terjaga dan dikenang, mereka mengadakan "slametan" setiap pergantian bulan dalam penanggalan pranotomongso. Pemerintah desa juga membagikan penanggalan pranotomongso kepada seluruh masyarakat Dusun Legoksari. Sejak dulu hingga sekarang, Desa Legoksari tetap mempertahankan warisan adat istiadat Jawa dengan baik.

 Tradisi di Dusun Langgeng: Tantangan dan Keanekaragaman

Dokumentasi wawancara dengan mahasiswa manajemen dakwah UIN Sunan Kalijaga
Dokumentasi wawancara dengan mahasiswa manajemen dakwah UIN Sunan Kalijaga
Berbeda dengan Desa Legoksari di mana seluruh penduduknya mengikuti tradisi aboge untuk menentukan hari Idul Fitri, Desa Langgeng,Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung memiliki perbedaan dalam merayakan lebaran. Di desa ini, ada dua kelompok,satu kelompok mengikuti tradisi aboge, sedangkan kelompok lain mengikuti penetapan resmi pemerintah melalui sidang isbat.
Pada hari raya, orang-orang yang mengikuti ketetapan pemerintah akan membuka rumah mereka untuk menerima tamu sebagai bagian dari tradisi silaturahmi. Sementara itu, warga yang mempercayai aboge akan tetap menutup pintu rumah mereka dan belum merayakan Idul Fitri.

Pada awalnya, semua warga di Dusun Langgeng merayakan Idul Fitri sesuai dengan penanggalan aboge. Namun, pada tahun 2013, mulai muncul protes dari warga yang tidak mengikuti tradisi aboge untuk merayakan Idul Fitri sesuai dengan ketetapan pemerintah. Setelah dilakukan rapat bersama, mayoritas warga sepakat untuk mengikuti penetapan pemerintah, meskipun sebagian sesepuh yang masih memegang teguh tradisi aboge tetap pada pendiriannya.

Akibatnya, terjadi perpecahan dalam perayaan Idul Fitri di Desa Langgeng. Hanya generasi keturunan penganut aboge yang tetap merayakan berdasarkan aboge, sementara yang lain mengikuti ketetapan pemerintah.

Menurut Anwar Hudhori, seorang mahasiswa Manajemen Dakwah di UIN Sunan Kalijaga yang tinggal di Dusun Langgeng sejak kecil, "Generasi muda cenderung mengikuti yang sudah diatur oleh agama dan kebiasaan yang umum, sementara sesepuh yang masih memegang tradisi aboge tidak menjelaskan apa alasan menganut aboge dan bagaimana asal muasal tradisi aboge."hal ini menunjukkan adanya kurangnya komunikasi di Dusun Langgeng, di mana sesepuh hanya menetapkan keputusan tanpa memberikan penjelasan yang memadai kepada masyarakat, berbeda dengan Desa Legoksari di mana para sesepuh dan perangkat desa memberikan penjelasan yang komprehensif kepada masyarakat.


 Melestarikan Budaya: Tanggung Jawab Bersama

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun