Diabetes merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh tingginya gula darah dalam tubuh karena tubuh tidak dapat memproduksi insulin atau menggunakan insulin secara efektif. Pengaruh faktor genetik terhadap penyakit ini terlihat jelas pada banyaknya penderita diabetes yang memiliki orang tua yang pernah menderita diabetes sebelumnya. Diabetes tipe 2 sering disebut diabetes gaya hidup. Wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena diabetes dibandingkan pria karena secara fisik wanita mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan indeks massa tubuhnya. (Kemenkes, 2022b)
Pada tahun 2021, lebih dari setengah miliar orang di seluruh dunia akan menderita diabetes, tepatnya 537 juta orang, dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 643 juta pada tahun 2030 dan 783 juta pada tahun 2045. Selain besarnya jumlah penderita diabetes, pada tahun 2021 diperkirakan terdapat sekitar 541 juta orang yang kadar gula darahnya mulai meningkat atau berada pada fase pra diabetes, yaitu dengan gangguan toleransi glukosa. Diabetes pada populasi ini juga bertanggung jawab atas tingginya angka kematian terkait diabetes, diperkirakan mencapai lebih dari 6,7 juta orang dewasa berusia 20-79 tahun. Atlas IDF edisi ke-10 menyebutkan terdapat sekitar 19.465.100 orang dewasa berusia 20-79 tahun yang menderita diabetes di Indonesia. Namun total penduduk berusia 20-79 tahun berjumlah 179.720.500 orang, sehingga jika dihitung kedua angka tersebut maka kita mengetahui bahwa prevalensi diabetes pada kelompok usia 20-79 tahun adalah sebesar 10,6%. Dengan kata lain, jika dihitung pada kelompok umur 20-79 tahun, berarti 1/9 orang menderita diabetes. (Kemenkes, 2022a)
Banyak faktor yang mempengaruhi resiko seseorang terkena diabetes, seperti gaya hidup, riwayat keluarga diabetes, kurang aktivitas fisik, dan konsumsi gula tinggi secara konsisten. Asupan gula yang tinggi dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik menyebabkan resistensi insulin sehingga meningkatkan risiko terkena diabetes. Paparan berbagai makanan tidak bergizi, terutama yang kandungan gulanya, harus diatur secara ketat. Pasalnya konsumsi gula yang berlebihan dapat memicu terjadinya obesitas yang berujung pada penumpukan lemak ektopik pada otot yang dapat memicu resistensi insulin yang pada akhirnya berujung pada diabetes tipe 2. (Kemenkes, 2024)
Untuk mencegah terjadinya DM Tipe 2 ini memerlukan kontrol gula darah, berat badan, dan aktivitas fisik melalui manajemen pasien yang komprehensif, instruksi perawatan mandiri, dan modifikasi perilaku.
1. Diet
Berdasarkan hasil penelitian (Sari & Adelina, 2020) terdapat hubungan yang signifikan antara pola makan/konsumsi dengan prevalensi DM tipe 2. Kebiasaan pola makan masyarakat Indonesia yang terlalu banyak mengkonsumsi sumber karbohidrat dan lemak serta ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan energi dalam jangka panjang dapat memicu penyakit DM. Pola makan yang buruk menyebabkan obesitas. Kelebihan berat badan dapat menekan kerja pankreas dalam fungsi sekresi insulin, sehingga menyebabkan peningkatan gula darah, yang berujung pada berkembangnya DM. Prinsip pola makan menurut (Restyana, 2015) bagi penderita diabetes hampir sama dengan anjuran pola makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang seimbang dan memenuhi kebutuhan kalori dan gizi setiap orang. Bagi penderita diabetes, penting untuk menekankan pentingnya pola makan yang teratur baik dari segi waktu, jenis dan jumlah makan, terutama bagi mereka yang menggunakan obat gula darah atau insulin. Normal yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi seimbang, yaitu mengandung 60-70% karbohidrat, 20-25% lemak, dan 10-15% protein. Untuk mengetahui nilai gizinya dihitung dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat atau cara sederhana untuk memeriksa status gizi orang dewasa, terutama yang berkaitan dengan berat badan kurang dan berat badan berlebih.
3. IMT Obesitas
Berdasarkan hasil tinjauan pustaka (Sari & Adelina, 2020) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara BMI (indeks massa tubuh) kelebihan berat badan dengan prevalensi DM, dan odds rasionya 2,6 hingga 6 kali lebih tinggi dibandingkan BMI normal. BMI obesitas dapat meningkatkan jumlah asam lemak dalam sel dan menyebabkan resistensi insulin.
2. Exercise (latihan fisik/olahraga)
Menurut (Palu, 2020) Aktivitas fisik erat kaitannya dengan penyakit metabolik, karena jika seseorang tidak berolahraga 30 menit sehari atau 3 kali seminggu, tubuh akan menumpuk lemak dan insulin tidak cukup untuk mengubah glukosa menjadi energi sehingga berujung pada DMT2 dengan peningkatan gula darah. (Restyana, 2015) menyarankan untuk berlatih secara rutin (3-4 kali seminggu) selama kurang lebih 30 menit, konsisten dengan continuous, rhythmic, interval, progressive, Endurance (CRIPE). Latihan sesuai kemampuan pasien. Misalnya olahraga ringan, jalan kaki 30 menit. Hindari gaya hidup yang tidak banyak bergerak atau malas.
Peneliti (ANRI, 2022) berhipotesis bahwa obesitas merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi seseorang terkena DM tipe 2. Sebab, ketika lemak menumpuk di dalam tubuh, maka kadar gula dalam tubuh pun semakin tinggi. Obesitas disebabkan oleh ketidakseimbangan asupan dan produksi kalori tubuh, serta penurunan aktivitas fisik (sedentary lifestyle) yang menyebabkan lemak menumpuk di berbagai bagian tubuh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan mempengaruhi kejadian DM tipe 2 Orang dengan pola makan tidak seimbang memiliki kemungkinan 3,8 kali lebih besar terkena DM tipe 2 dibandingkan orang dengan pola makan seimbang.
(ANRI, 2022) mengatakan pola makan adalah suatu cara atau upaya mengatur jumlah dan jenis makanan untuk tujuan tertentu, seperti menjaga kesehatan, menjaga nilai gizi, mencegah atau mengobati penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berkaitan dengan kebiasaan makan sehari-hari. Kebiasaan makan atau kebiasaan konsumsi adalah urutan makanan dan jumlah yang dikonsumsi oleh seseorang atau sekelompok orang dalam jangka waktu tertentu.
Menurut (ANRI, 2022) aktivitas fisik sangat erat kaitannya dengan penyakit tidak menular, karena jika seseorang tidak beraktivitas 30 menit sehari atau 3 kali seminggu, maka tubuh akan menumpuk lemak dan insulin tidak cukup untuk mengubah glukosa menjadi energi. yang berujung pada DM, artinya peningkatan kadar glukosa dan berkembangnya DM tipe 2. Aktivitas fisik yang rendah atau dalam bahasa sederhananya “malas bergerak” sangat diperlukan untuk pencegahan penyakit DM. Terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan prevalensi DM tipe II. Maka dari itu pentingnya menjaga pola makan dan melakukan aktivitas fisik agar terhindar dari berbagai penyakit. Jaga kesehatan anda sebelum terlambat, karena hanya anda yang bisa memahami tubuh anda dan menjaganya tetap sehat.
Referensi:
ANRI, A. (2022). Pengaruh Indeks Massa Tubuh, Pola Makan, Dan Aktivitas Fisik Terhadap Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2. Journal of Nursing and Public Health, 10(1), 7–13. https://doi.org/10.37676/jnph.v10i1.2356
Kemenkes. (2022a). Diabetes Melitus Adalah Masalah Kita. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1131/diabetes-melitus-adalah-masalah-kita
Kemenkes. (2022b). Diabetes Mellitus Tipe 2. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1861/diabetes-mellitus-tipe-2
Kemenkes. (2024). Saatnya Mengatur Si Manis. https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/blog/20240110/5344736/saatnya-mengatur-si-manis/
Palu, D. K. (2020). Data Diabetes Melitus SekotaPalu By Name By Addres Tahun 2020. 9(2), 329–333.
Restyana, N. (2015). Restyana Noor F|Diabetes Melitus Tipe 2 DIABETES MELITUS TIPE 2. J Majority |, 4, 93–101.
Sari, S. W., & Adelina, R. (2020). Apakah Pola Makan Menjadi Faktor Dominan Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia? Jurnal Pangan Kesehatan Dan Gizi, 1(1), 54–63.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H