Terkadang, dalam interaksi antar personal, dianggap perlu suatu komunikasi yang lebih lugas, tegas dan jelas. Iya, kan?
Mari berandai, jika dari awal, perempuan itu mampu berucap:
"Maaf, Mas. Aku tak mencintamu!"
Fungsi kata maaf menjadi jelas. Tak perlu mencari jawaban, menggali alasan, atau menyigi beragam alasan. Kan? Kan?
Tapi....
Temans.
Ada banyak hal yang bisa diingat. Begitu juga dengan hal-hal yang dapat dilupakan. Tak sedikit urusan yang bisa diselesaikan. Walau tak jarang banyak juga urusan yang terbengkalai.
Gawatnya, keberadaan kata tapi bak butiran benih yang disemai menjadi bibit, kemudian ditanam dan tumbuh subur di belantara dendam terdalam.
Tak terkecuali, usai dihadapkan dengan sebuah pengakuan salah plus kata maaf. Misalnya?
"Aku memaafkan. Tapi, tidak untuk melupakan!"
"Kuakui, Aku salah. Tapi..."
"Aku mengerti. Tapi..."
"Kulakukan seperti inginmu. Tapi..."
Begitulah!
Agaknya akan damai dunia ini. Jika ada yang beani meminta maaf tanpa kata tapi, sehingga tak perlu menunggu tagihan ucapan maaf.
Atau, lebih dahulu memaafkan dan memilih untuk melupakan, sebelum kata maaf dan kata tapi itu terucap?