Perih, kan'?
Terkadang, Harus Mengerti walau Tak Sepenuhnya Memahami
Untuk sementara, lupakan dulu perihal perih itu. Hayuk kita lanjut pada dialog milik sosok laki-laki pada sketsa di atas, yang hanya memiliki dua kalimat.
Kalimat pertama. "Aku mengerti."
Cobalah kembali berimajinasi, kemudian kira-kira apa yang ada di benak sosok lelaki itu.
Bayangkan, dalam satu waktu, seorang perempuan (yang dicintai?), berucap maaf, kemudian memberi pengakuan untuk mencintai. Namun, membantah semua itu dengan satu kata: Tapi.
Kukira, harus memiliki nyali yang besar untuk rela berucap kalimat "aku mengerti" tanpa perlu menunggu, atau mencari tahu alasan serta penjelasan dari lawan bicara.
Mungkin, pilihan kata mengerti, walau sama sekali tak memahami, adalah upaya ekstra untuk menciptakan suasana nyaman penuh kedamaian. Bagi diri sendiri maupun untuk lawan bicara.
Terkadang perlu untuk mengerti, walau tak sepenuhnya memahami, kan?
Kalimat kedua. "Belajarlah tanpa Tapi!"
Pada dialog ini. Kuanggap lelaki itu tak lagi butuh penjelasan untuk kata maaf, alasan ungkapan kata cinta, hingga penjelasan dari kata tapi?
Bisa jadi, karena sudah tahu, apapun jawaban, alasan hingga penjelasan yang ucapkan, semua adalah risiko! Karena telah memilih mencintai perempuan itu?