Tangan kananku tenggelam dalam genggaman tangan yang kuat dan erat. Tanpa melepaskan genggamannya, Ari mengajak tubuhku untuk duduk di kursi tamu.
"Kopi?"
"Boleh!"
Ari beranjak kembali ke belakang meja. Dalam hitungan detik, sosok berparas cantik hadir di tengah pintu. Sekilas, melempar senyum padaku. Sebelum melangkah sopan ke arah Ari.
"Kopi dua! Satu tanpa gula, ya?"
Hanya anggukan kepala. Tanpa suara. Â Tubuh perempuan muda itu, menghilang di balik pintu. Menyisakan aroma wangi yang menguasai ruangan.
"Cantik, kan?"
Ari tersenyum menggoda. Dan, tertawa saat kukedipkan kedua mata.
"Sekarang, Kau pejabat atau pesulap?"
Kali ini, tawa Ari terdengar lebih keras. Ia memaklumi arah pertanyaanku. Dan, aku tahu. Ari memiliki alat khusus di balik meja itu, untuk memanggil perempuan cantik tadi.
"Aku hanya mencoba menggunakan fasilitas ruangan yang tadi pagi, dijelaskan panjang kali banyak oleh asistenku."
"Perempuan tadi?"
"Bukan!"
"Syukurlah!"
Ari kembali duduk di sampingku. Sedikit sungkan, Ari mengulang penjelasan asistennya pagi tadi. Ada tiga tombol dengan warna berbeda di dekat laci meja kerjanya. Warna kuning, untuk memanggil asisten. Warna hijau memanggil perempuan cantik tadi, dan warna merah untuk memanggil satpam.