Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Namaku Salah

31 Agustus 2022   18:42 Diperbarui: 31 Agustus 2022   18:46 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Namaku Salah. Nama pemberian dari seorang lelaki yang biasa kusapa ayah.

Menurut nenekku, nama itu hadir tiga jam setelah kelahiranku. Sebab, Ayahku terlanjur sibuk di pemakaman. Menguburkan jasad ibuku.

Jika suatu saat nanti bersua, tak perlu kau meminta maaf dan mengulang tanya. Apalagi, berniat untuk membenarkan. Sebab, sebuah nama bukanlah suatu kesalahan.

Seperti saat ini. Di dalam ruangan yang asri dan tertata rapi. Di awal percakapanku dengan lelaki tua yang duduk di balik meja ukir kayu jati.

"Maafkan, jika aku keliru. Namamu..."
"Iya. Itu namaku!"
"Maksudmu, Saleh?"
"Bukan! Namaku Salah!"

Mungkin atas nama kesopanan, atau telah kenyang mencicipi asam garam kehidupan. Lelaki paruh baya itu tidak tertawa. Ia pun tak berusaha menyembunyikan tawa.

"Ceritakanlah tentang namamu."

***

Baca juga: Dan Kembali

Seperti buku-buku tebal sejarah. Namaku adalah sejarah usang. Namun, sejarah yang harus terus kuulang. Lagi, dan lagi.

Acapkali, wajah-wajah yang kutemui menagih kisah. Tentu saja kisah tentangku. Dan, kisah bersejarah tentang pemberian namaku.

"Kenapa diam?"

Aku percaya dengan cerita kakekku. Jika, perempuan tua yang duduk di hadapanku ini cantik. Dulu. Sebelum menikah, dan sebelum kematian ibuku.

Kecantikan nenekku kembali berkurang, ketika  kakek tak lagi pernah pulang. Jasad tua itu, ditemukan membeku di kamar mandi, jelang azan subuh. Kejadian itu, satu hari sebelum hari ulang tahunku yang kelima.

Tak lagi ada kecantikan yang melekat di wajah nenekku. Saat ledakan tabung gas berwarna hijau itu menghanguskan rumahku. Dan, tubuh kurus ayahku. Di malam tahun baru. Sebelas tahun lalu.

"Dia bukan teman ayahku, kan?"
"Lelaki itu...."
"Jika teman ayahku. Dia tak akan menanyakan tentang namaku, Nek!"
"Salahku. Seharusnya aku melupakan...."

Akupun ingin lupa. Jika perjumpaan itu berakhir tanpa rasa iba. Tanpa air mata.

***

"Berapa usia nenekmu?"
"Mungkin delapan puluh!"

Lelaki berpeci hitam, yang sering kujumpai saat menjadi imam salat jumat di masjid itu, menatapku. Hanya sesaat, sebelum menggerakkan spidol berwarna hitam di tangan ke nisan kayu.

Gundukan tanah merah itu masih basah. Menimbun jasad beku saksi sejarah. Sejarah rahasia namaku.

***

Namaku Salah. Dan aku tahu. Nama itu pemberian dari seorang. Bukan dari lelaki yang biasa kusapa ayah.

Curup, 31.08.2022.
zaldychan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun