Kedua, tentang Mengosongkan Mimpi.
Semasa kecil, aku pernah meniru ujaran bijak dari para tetua, yang kubaca dalam tulisan-tulisan di halaman belakang buku tulis mereka.
"Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang di langit. Titipkanlah hatimu sedalam mutiara di lautan".
Namun, setelah agak besar. Aku setengah menyesal! Gegara menggantungkannya ketinggan, cita-citaku yang tiap tahun berganti susah untuk diwujudkan.
Coba saja dulu aku diberitahu. Gantungkanlah cita-citamu di kusen pintu! Agaknya, sekarang akan mudah kuraih, kan? Hiks....
Jika cita-cita adalah mimpi. Dan, jika keinginan The Founding Father saat mendirikan negara ini dianggap mimpi. Saat ini, berapa banyak mimpi yang tertuang? Berapa banyak yang terbuang? Atau malah melayang dan hilang?
Jadi. Mungkin saja, cara mengisi kemerdekaan dengan sikap postif itu, adalah dengan menginventarisir ulang mimpi-mimpi para pendahulu. Kemudian diduplikasi atau diadaptasi untuk era kekinian.
Setelah itu, hasil inventarisir mimpi tersebut, dijadikan mimpi bersama. Bukan pribadi atau golongan. Dan perlahan serta bersama-sama keroyokan mewujudkannya. Sehingga tak lagi menjadi impian!
Hayuk saja saling berpegangan tangan, mengosongkan mimpi itu menjadi kenyataan. Jika tak mau atau tak mampu ikutan, tak usah ciptakan gangguan. Jangan lupa! Mimpi yang telah terwujud, bukan lagi mimpi, tah?
Apatah mungkin? Di zaman Socrates dan Plato, adakah yang mau percaya, manusia bumi bisa menginjak bulan?