Jika kelas ribut, maka penggaris akan bermesraan dengan papan tulis. Diiringi nada suara yang khas: "Diaaam!"
Jika hari senin telat upacara, ketika tak membuat PR atau melanggar aturan sekolah, acapkali penggaris urun saran ke telapak tangan atau betis. "Tepis! Pedis! Piss!"
Jika hari jumat, penggaris bertugas di gerbang sekolah. Mencari kuku jari tangan yang panjang dan hitam. "Jika lolos, akan aman. Jika gagal, rasakan!"
Ketiga fungsi sampingan penggaris itu seakan menitip pesan. Penggaris kerap hadir jika melakukan kesalahan. Agaknya, Penggaris menyelipkan dan mengajarkan satu filosofi ngasal:
"Agar tak melakukan kesalahan, jangan keluar dari garis yang sudah ditentukan."
Katakanlah, Menanam Kebajikan
Belum usai, jika memaknai Kebajikan sebatas penggaris. Sebab, kebajikan tak hanya sikap dan perilaku. Namun, juga menuntut kesinambungan atau terus menerus.
Karena itu, aku sepakat dengan frasa "Menanam Kebajikan". Karena, kata menanam bisa menjamin keberlanjutan dari kebajikan. Kok bisa?
Pertama. Mulanya, Siapapun Bisa Menanam.
Tak ada batasan dan jenjang usia. Siapapun bisa jadi penanam. Apatah melalui cara bertanam biji, stek atau cangkok. Tinggal sediakan tanah, masukkan ke dalam satu wadah, terus timbun, tusuk atau apalah-apalah.