Mohon tunggu...
zaldy chan
zaldy chan Mohon Tunggu... Administrasi - ASN (Apapun Sing penting Nulis)

cintaku tersisa sedikit. tapi cukup untuk seumur hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pembangunan dan Perubahan Fungsi Jalan, Bukan Seperti Soal Pilihan Ganda, Tah?

5 Juni 2021   19:36 Diperbarui: 5 Juni 2021   19:38 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi jalan di kota besar hanya untuk kendaraan (sumber gambar: pixabay.com)

"Jika rumah adalah tempat istirahat perasaan, maka jalanan adalah sumber pengalaman"

Rumah dan jalan. Adalah dua hal yang berbeda baik secara bentuk maupun fungsi. Namun, keduanya punya hubungan saling keterkaitan.

Kali ini, kucoba menulis hubungan rumah dan jalanan. Karena bertepatan dengan peringatan Hari Lingkungan Hidup. Khususnya, tentang keberadaan, perubahan fungsi, proses pembangunan dan status jalan.

Simbiosis antara Rumah dan Jalan

Aku meminjam kajian rumpun keilmuan biologi tentang interaksi makhluk hidup, jika ditautkan dengan keberadaan rumah dan jalan. Yaitu simbiosis. Dan, ada tiga jenis simbiosis yang biasa dikenal.

Pertama. Simbiosis Parasitisme.
Secara bahasa teori, adalah jenis interaksi yang satu diuntungkan. Dan yang satu dirugikan.

Pernah membayangkan membangun rumah tanpa jalan? Atau mungkin ada yang ingat, kehebohan kasus seorang warga yang menutup gang di samping rumahnya. Karena interaksi yang terjadi adalah simbiosis parasitisme. Contoh lain?

Saat ada rencana membangun rumah atau bangunan, terkadang jalan dikorbankan. Atau sebaliknya! Ketika ada proyek pelebaran jalan, gantian rumah dan bangunan yang jadi korban.

Istilah Ganti Rugi cukup menjadi argumentasi jenis kompensasi kedua hal di atas, kan? Aku tak akan terlibat pada kekisruhan makna, apatah mengganti kerugian, atau sesudah diganti tetap aja rugi?

Kedua. Simbiosis Mutualisme.
Interaksi jenis ini yang paling populis. Karena para pihak saling untung, dan tak ada yang dirugikan.

Coba tanyakan pada pengembang perumahan. Pengembang yang baik, akan lebih dulu mendisain jalanan perumahan. Baru kemudian menentukan lokasi bangunan rumah dan rumah ibadah, taman, kawasan hijau dan lain-lain. 

Jika disainnya bagus, maka posisi tawar tentang harga juga akan bagus.

Bila sebaliknya? Membangun puluhan bahkan ratusan unit rumah, kemudian bingung menentukan jalan. Akhirnya, jalanan di kompleks perumahan nyempil sana-sini. Mirip susunan puzle atau labirin!

Bagaimana jika tak memuaskan? Baik bangunan rumah atau kondisi jalan? Jika surat perjanjian kontrak sudah ditandatangani, maka dianggap mutualisme, tah?

Ketiga. Simbiosis Komensalisme.
Adalah interaksi yang menguntungkan satu pihak. Namun pihak lain tidak dirugikan atau tidak diuntungkan. Bahasa gaulnya, gak ngaruh!

Keberadaan Rumah dan Jalan dalam bentuk hubungan ini tdak langsung. Namun melalui beberapa tahapan. Hal ini, bisa ditanyakan pada pejabat tata ruang, tata kelola lingkungan serta pejabat pembuat kebijakan.

Saat menyusun rencana pengembangan atau perluasan wilayah, yang lebih didahulukan adalah membangun jalan. Entah memapas hutan, menggeruduk tebing pegunungan atau menimbun sawah.

Jalanan yang dibuat, tak ubahnya seperti bunga Rafflesia Arnoldy yang mekar di tengah hutan di kampungku. Kemudian wisatawan lokal atau macanegara akan memburu dengan membayar sekian ribu, untuk sekadar melihat atau numpang swafoto.

Tak akan butuh lama. Harga tanah dan lahan di kiri-kanan jalan akan naik. Satu-satu bangunan akan hadir. Hutan, kebun dan sawah beralih fungsi.

Siapa yang diuntungkan? Pemerintah dan pelaksana proyek pembangunan jalan. Yang dirugikan? Dianggap tak ada!

Dalam konstitusi dijelaskan, Bumi, Air dan Udara adalah milik negara yang dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat. Rakyat yang mana? Itu lain persoalan! Kan? Kan?

Ilustrasi rumah dan jalan (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi rumah dan jalan (sumber gambar: pixabay.com)
Perubahan Fungsi Jalan versus Pemenuhan Kebutuhan

Secara kiramologi, perubahan fungsi jalan, akan seiring dengan pemenuhan jenis kebutuhan.

Seingatku. Ada tiga jenis kebutuhan manusia, yang aku pelajari masa sekolah dulu. Pertama, Kebutuhan Primer. Yang sering dicontohkan adalah urusan perut. Makan dan minum.

Kedua, Kebutuhan Sekunder. Pakaian, rumah, sandal atau sepatu adalah contoh jawaban yang dianggap benar, saat menjawab pertanyaan ketika ujian.

Ketiga. Kebutuhan Tersier. Aneka kendaraan semisal sepeda, motor atau mobil adalah pilihan contoh yang kerap dikemukakan.

Contoh di atas dalam konteks situasi puluhan tahun lalu! Sekarang kukira jauh berbeda ukuran kebutuhan, tah? Pakaian, rumah dan kendaraan sudah dianggap kebutuhan primer. Jejangan sudah mengalahkan status sembako.

Menurutku. Begitu juga dengan perubahan kebutuhan masyarakat akan keberadaan jalan. Fungsinya sudah menjadi pusat dan sumber kehidupan. Tak berbeda fungsi pasar tradisional di setiap pelosok kampung.

Pada awalnya, jalan adalah tempat perlintasan orang-orang. Seiring perubahan zaman, dan marak hadir pemilik kendaraan beroda dengan atau tanpa mesin. Maka fungsi utama jalan bukan lagi untuk orang, tapi untuk kendaraan.

Argumentasi sederhananya. Karena jalanan sudah padat dengan kendaraan, maka selokan dan siring sebagai jalur irigasi di sisi kiri-kanan jalan ditutup dan disulap menjadi trotoar. Peruntukannya khusus untuk pejalan kaki.

Di beberapa kota, trotoar tak hanya untuk pejalan kaki, tapi juga "dimanfaatkan" oleh pedagang kaki lima. Bagaiman nasib pejalan kaki? Yang penting jalan hati-hati. Agar tidak ditabrak kendaraan atau malah menabrak dagangan orang.

Di beberapa kota besar lebih keren lagi. Ada jalanan yang khusus untuk pengendara sepeda atau transportasi massa. Namanya khusus,  Agar tak dipergunakan pemakai jalanan umum, kan?

Kendalanya, tak semua pihak siap menerima perubahan fungsi jalan. Pokoke semua merasa berhak! Apatah lagi jika dikaitkan dengan alasan "Ini jalanan umum!" atau "aku juga bayar pajak!"

Hiruk pikuk kasus Pemotor vs Pengendara mobil, pemotor vs pemotor, pemotor vs pesepeda dan beragam konflik kepentingan antar pemilik kendaraan, hari ini mudah kita temukan di kanal berita.

Ini, belum termasuk kasus orang-orang yang hidup di jalanan. Semisal anak jalanan, pengamen, pengemis dan sebagainya yang biasnya jadi bagian dari tugas Dinas Sosial bahkan Satpol PP.

Ilustrasi kerucut pengaman jalan (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi kerucut pengaman jalan (sumber gambar: pixabay.com)
Membangun Jalan Itu, Bukan Seperti Soal Pilihan Ganda

Jika dalam ujian ada soal pilihan ganda. Maka   saat memilih satu jawaban, akan membebaskan untuk tidak memilih jawaban yang lain. Namun, hal itu tak berlaku saat membangun jalan.

Tak terhitung kali, sebagai pengguna jalan, aku mengalami langsung kerepotan dan rusuhnya anak bangsa dalam merencanakan membangun atau memperbaiki jalan.

Misal?

Ketika ada pelebaran jalan atau pengaspalan ulang. Biasanya dilakukan tutup-buka jalan. Kemacetan, debu dan berbagai kejengkelan mesti ditahan. Toh, untuk kepentingan bersama.

Tak lama kemudian, pengguna jalan dan jalan yang sudah beraspal bagus dan mulus, akan kembali mendapat "gangguan". Bukan berlubang karena hujan atau roda kendaraan. Tapi kegiatan yang legal dan disengaja.

Pernah menemukan palang di tengah jalan bertuliskan, "Mohon Maaf Mengganggu Kenyamanan Perjalanan Anda, Ada Galian Blaa-blaa"?

Mulai dari galian kabel listrik, kabel telekomunikasi, pipa air minum termasuk perbaikan trotoar, siring dan selokan di pinggir jalan.

Parahnya, setelah pekerjaan galian selesai, situasi jalan tak dikembalikan seperti sebelumnya. Malah ada beberapa yang ditimbun sekadarnya.

Aku kadang membayangkan. Apakah para pembuat kebijakan tidak duduk bersama. Kemudian membuat perencanaan perbaikan jalan sekalian melakukan bemacam galian itu dalam satu waktu pengerjaan?

"Sulit! Tergantung ketersediaan anggaran, juga persetujuan mata anggaran untuk proyek itu, Bro!" 
Begitu jawaban temanku yang puluhan tahun bekerja di bagian perencanaan.

Jawaban yang nyaris senada juga dipakai, saat kuajukan keluhan, kenapa jalanan dan jembatan di jalur tempat aku bekerja tak kunjung dilakukan perbaikan?

"Itu jalan negara. Propinsi yang tanggung jawab mengusulkan."

Aih. Selain ada jalan negara, ada juga jalan propinsi serta kabupaten. Perawatannya beda tanggung jawab. Aku menduga, mungkin dianggap keliru, jika pihak kabupaten memperbaiki jalan, yang ternyata itu negara atau propinsi.

Sepertinya, sebelum ngamuk-ngamuk, bikin surat pernyataan atau demo ke DPRD dan Bupati gegara jalan di depan rumah berlubang dan rusak parah.

Sebaiknya cari tahu dulu, jalan itu   milik siapa dan tanggungjawab siapa? Biar aksi demo, tak salah alamat! Hiks....

Ilustrasi jalan di kota besar hanya untuk kendaraan (sumber gambar: pixabay.com)
Ilustrasi jalan di kota besar hanya untuk kendaraan (sumber gambar: pixabay.com)
Jadi?

Begitulah! Pada zaman kekinian, terjadi perubahan fungsi juga tujuan dari keberadaan jalan. Sedihnya, perubahan itu terlambat disadari oleh pengguna atau pemakai jalan.

Tak sedikit orang yang menjadikan jalanan sebagai sumber kehidupan dan penghidupan. Bagiku, jalanan juga menjadi sumber pengalaman.

Di jalanan, kita bisa dengan mudah menemukan dan menerima persamaan. Namun, idealnya juga mudah untuk saling menerima dan menghargai perbedaan. Sepakat, kan?

Udah dulu, ya? Tulisan ini malah menjadi panjang, gegara membahas jalan! Apalagi kalau menulis jalan kenangan? Ahaaay....

Curup, 05.06.2021
Zaldy Chan
[Ditulis untuk Kompasiana]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun