Jika disainnya bagus, maka posisi tawar tentang harga juga akan bagus.
Bila sebaliknya? Membangun puluhan bahkan ratusan unit rumah, kemudian bingung menentukan jalan. Akhirnya, jalanan di kompleks perumahan nyempil sana-sini. Mirip susunan puzle atau labirin!
Bagaimana jika tak memuaskan? Baik bangunan rumah atau kondisi jalan? Jika surat perjanjian kontrak sudah ditandatangani, maka dianggap mutualisme, tah?
Ketiga. Simbiosis Komensalisme.
Adalah interaksi yang menguntungkan satu pihak. Namun pihak lain tidak dirugikan atau tidak diuntungkan. Bahasa gaulnya, gak ngaruh!
Keberadaan Rumah dan Jalan dalam bentuk hubungan ini tdak langsung. Namun melalui beberapa tahapan. Hal ini, bisa ditanyakan pada pejabat tata ruang, tata kelola lingkungan serta pejabat pembuat kebijakan.
Saat menyusun rencana pengembangan atau perluasan wilayah, yang lebih didahulukan adalah membangun jalan. Entah memapas hutan, menggeruduk tebing pegunungan atau menimbun sawah.
Jalanan yang dibuat, tak ubahnya seperti bunga Rafflesia Arnoldy yang mekar di tengah hutan di kampungku. Kemudian wisatawan lokal atau macanegara akan memburu dengan membayar sekian ribu, untuk sekadar melihat atau numpang swafoto.
Tak akan butuh lama. Harga tanah dan lahan di kiri-kanan jalan akan naik. Satu-satu bangunan akan hadir. Hutan, kebun dan sawah beralih fungsi.
Siapa yang diuntungkan? Pemerintah dan pelaksana proyek pembangunan jalan. Yang dirugikan? Dianggap tak ada!
Dalam konstitusi dijelaskan, Bumi, Air dan Udara adalah milik negara yang dimanfaatkan untuk kemaslahatan rakyat. Rakyat yang mana? Itu lain persoalan! Kan? Kan?
Secara kiramologi, perubahan fungsi jalan, akan seiring dengan pemenuhan jenis kebutuhan.