***
"Masih kecil, kan? Apa gak sekolah?"
Aku gagal menahan rasa penasaran. Melangkah ke ruang tamu sambil mengajukan dua pertanyaan itu. Istriku bergegas menarik tanganku menjauh dari ruang tamu. Tangan kanannya yang memegang undangan pernikahan itu, berhasil merapat di mulutku.
Sekilas matanya melihat bayangan tamu yang berjalan pelan menuju pintu pagar. Hampir lima belas menit, sayup kudengar pembicaraan sambil berbisik istriku dan tamu dari ruang makan. Â
"Kelas sebelas! Gegara hamil, Mas!"
"Hah! Kok bisa?"
"Olens juga masih kecil! Gak sekolah! Bisa hamil, kan?"
"Kan, beda? Kalau Olens..."
"Aku? Sudah menikah! Sudah tamat kuliah. Tapi..."
Aku kembali memilih bisu. Ketika tak kutemukan wajah istriku. Sepasang binar indah itu menghilang di bahuku.
***
"Sepertinya si Olens hamil lagi, Mas!"
"Kan, ada si belang Tiga?"
Aku tak lagi terkejut. Mataku menatap tiga makhluk kecil berbulu yang sibuk bermain di tirai pintu ruang tamu. Anak si Olens dan si Belang Tiga.
Tatapanku berpindah ke wajah perempuan yang duduk di sampingku. Kulihat wajah Istriku tersenyum. Kedua tangannya, sejak tadi tak henti mengusap perutnya yang mulai terlihat membesar.
"Mas pencuri juga, ya?"