[Sebuah film dokumenter terpampang di ruang kelas]
I/.
Lelaki itu berdiri di bawah bendera. Bertahan menata gemuruh di dada. Menatap wajah-wajah suka cita. Kemudian mengepal tinju ke angkasa. Berteriak tanpa curiga.
"Merdeka!"
Orang-orang luka melupai luka. Orang-orang lupa melukai lupa. Berteriak serentak.
"Merdeka! Merdeka! Merdeka...!"
II/.
Lelaki itu berdiri di pintu. Menata risau yang memburu. Menatap wajah langit biru. Mungkin segera menjadi masa lalu. Tapi, nanti! Bukan hari ini.
Ia berbisik pada sepi, "ini revolusi!"
Esok hari. Lelaki itu mati. Terbakar api. Revolusi.
III/.
Anak negeri berlari. Mengejar mimpi demi mimpi. Anak muda berdiri. Menanak mimpi dengan api. Anak-anak bernyanyi. Merajut mimpi dalam sunyi.
"Reformasi harga mati!"
Nun jauh di sudut janji. Bergemuruh anak negeri.
"Hidup reformasi! Hidup reformasi! Hidup...!"
IV/.
Merdeka!
Teriakku terbentur kursi. Merdeka memilih sunyi. Mimpi bukan harga mati.
Hidup Revolusi!
Ujarku tersesat dalam lemari. Revolusi menepi. Harga tak terbeli.
Reformasi?
Bisikku tersangkut gantungan kunci pintu. Reformasi berlalu. Dalam bisu.
[Film dokumenter sejak tadi berhenti. Di ruang kelas, sepi kembali]
Curup, 21.05.2021
zaldy chan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H