Bagi orang barat, memegang atau mengusap kepala adalah hal biasa. Bahkan dianggap teman dekat. Lihat saja selebrasi para pesepak bola.
Namun, di Indonesia, jangan coba-coba sembarang usap kepala! Apalagi kepada orang yang berusia lebih tua, tah? Itu dianggap salah atau perilaku tak santun.
Berbeda halnya dengan para petarung. Anggaplah petinju atau petarung martial art. Setelah saling hajar, baku pukul hingga berdarah atau cedera parah.
Cara mereka menyelesaikan? Cukup dengan bertukar salam atau saling berpelukan. Bagiku, itu cara meminta maaf yang elegan! Walau tanpa ucapan lisan dan tanpa tulisan. Karena berkaitan erat dengan jiwa sportivitas dan supportivitas.
Aku membayangkan. Betapa damainya, jika tradisi komunikasi saling memaafkan itu, tak hanya terjadi pada momen idul fitri, tapi melekat dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika kemacetan interaksi antar pribadi, diwarnai dengan ungkapan maaf. Entah melalui lisan, tulisan apalagi jika diiringi perbuatan.
Sehingga, ungkapan memaafkan dan dimaafkan, tak sekadar simbolik dan seremonial di hari raya. Tapi melekat sebagai panggugah jiwa.
Aih, alangkah indahnya! Andai saling memaafkan, setara dengan kalimat saling cinta dan saling rindu. Aduhaaay...
Curup, 13.05.2021
zaldy chan
[Ditulis untuk Kompasiana]
Selamat Merayakan Idul Fitri 1 Syawal 1442 H
Mohon Maaf Lahir dan Batin