Hematku, kasus ini menjadi viral karena rasa tanggung jawab dengan fungsi dan tujuan berbeda. Aku tulis, ya?
Pertama. Rasa Tanggung Jawab Pemilik Situs.
Bisa jadi, hasil pertarungan antara akun Gotham Chess dan akun Dewa Kipas menjadi pemacu keputusan dari pemilik situs untuk menutup akun Dewa Kipas. Usai menyigi jejak tarung yang dilakukan, dan diduga terjadi "kecurangan" saat melakukan pertarungan.
Pihak Chess.com tentu saja merasa bertanggung jawab dan memiliki kewajiban untuk menjaga kepercayaan dan fair play bagi seluruh penggunanya, kan? Sebagai salah satu situs catur online terbesar, tindakan menutup akun itu, tentu saja bukan asal tutup, tah?
Kedua. Rasa Tanggung Jawab Anak.
Kasus ini tak akan viral, jika tak ada status sang anak di Facebook yang mengeluhkan penutupan akun Dewa Kipas oleh pemilik situs usai kemenangan sang Ayah melawan seorang Master Internasional catur. Dan menduga, ada pihak-pihak yang melaporkan akun Dewa Kipas milik sang Ayah.
Status tersebut, bisa dipahami sebagai keluhan sekaligus media pembelaan seorang anak, ketika merasakan "ketidakadilan" yang dialami sang Ayah. Mungkin saja, usai menulis status tersebut, sang anak tak menduga akan menjadi bola salju yang menggelinding semakin lama semakin besar.
Ketiga. Rasa Tanggung Jawab Netizen +62
Dengan kredo "Netizen maha benar" dan rumus "Netizen segala tahu", siapapun enggan berhadapan dengan netizen. Sesuatu yang mudah bisa menjadi susah, suatu yang kecil dengan cepat bisa menjadi besar, atau malah sebaliknya. Semua bisa dilakukan oleh netizen.
Isu ketidakadilan dan rasa nasionalisme diusung Netizen, kemudian "menyerbu" semua akun media sosial milik Gotham Chess yang dianggap "pelapor" hingga berujung tutupnya akun Dewa Kipas. Beragam interpretasi dan telaah yang dilakukan para praktisi catur untuk menetralisir keadaan pun menjadi mubazir.
Keempat. Rasa Tanggung Jawab Deddy Corbuzier.